Newsletter

AS Sudah Pesta Pora & BI Beri Sinyal Pangkas Bunga, Kapan IHSG Naik?

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
04 July 2025 06:01
Pasar bullish vs bearish
Foto: Pixabay
  • Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan kemarin, IHSG melemah sementara rupiah menguat
  • Wall Street pesta pora dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa
  • Kesepakatan asumsi makro, sinyal pemangkasan suku bunga, hingga data ekonomi AS menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam  pada Kamis (3/7/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menguat hampir sepanjang sesi, namun ditutup melemah tipis menjelang penutupan. Di sisi lain, nilai tukar rupiah justru menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), di tengah ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed.

Koreksi IHSG yang terjadi pada menit-menit terakhir dipicu oleh tekanan pada saham-saham big cap seperti  PT Telkom Indonesia dan PT Bank Central Asia. Sementara itu, penguatan rupiah sejalan dengan pelemahan indeks dolar AS setelah rilis data ketenagakerjaan AS yang di bawah ekspektasi. Pasar global juga mencatat kinerja yang beragam, dengan Nasdaq kembali menorehkan rekor tertinggi.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan kompak menguat pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini dan proyeksi ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,05% ke level 6.878,05. Padahal sepanjang hari IHSG berada di zona hijau.Pelemahan IHSG ini memperpanjang tren negatifnya. IHSG sudah jatuh tiga hari beruntun dengan pelemahan 0,7%.

Pelemahan ini terjadi menjelang pra-penutupan, dengan total nilai transaksi harian hanya mencapai Rp 8 triliun-terbilang sepi untuk ukuran pasar Indonesia. Saham Telkom Indonesia (TLKM) menyumbang koreksi terbesar, diikuti oleh PT Bank Central Asia  (BBCA), PT Barito Renewables Energy (BREN) PT Chandra Asri Pacific (TPIA), dan PT Bank Mandiri (BMRI).

Sementara itu, mayoritas sektor perdagangan justru menghijau, dengan sektor kesehatan, properti, dan konsumer primer memimpin penguatan.

Namun tekanan dari sektor teknologi dan utilitas menyeret indeks ke zona negatif. Di Asia, mayoritas indeks regional ditutup mixed, mengikuti kehati-hatian investor menjelang data ketenagakerjaan AS.

Sebanyak 324 saham menguat, 239 melemah, dan 230 stagnan. Volume transaksi penjualan hanya menyentuh 18,5 miliar dengan nilai Rp 8 triliun.
Investor asing juga masih mencatat net shell sebesar Rp 31,55 miliar pada perdagangan kemarin.

Di pasar valas, rupiah ditutup menguat 0,31% ke posisi Rp16.185/US$, membalikkan pelemahan sehari sebelumnya. Penguatan ini terjadi seiring penurunan tipis indeks dolar AS (DXY) ke level 96,76.

Sentimen datang dari data ADP yang menunjukkan penurunan tenaga kerja sektor swasta AS di bulan Juni, meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga lebih cepat.CME Fedwatch menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga pada Juli naik dari 20% menjadi 25%.

Di pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun melandai ke 6,59% pada perdagangan kemarin, dari 6,61% pada perdagangan sebelumnya.
Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga. Imbal hasil yang melandai menandai harga SBN tengah naik karena diburu investor.

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street kompak menguat bahkan mencetak rekor baru pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia. Kemarin adalah hari perdagangan terakhir pekan ini karena Jumat bursa saham AS akan libur untuk merayakan Hari Kemerdekaan AS.


Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru, setelah laporan ketenagakerjaan yang lebih baik dari perkiraan. Laporan tersebut memicu optimisme bahwa ekonomi AS tetap tangguh meskipun ada perubahan cepat dalam kebijakan perdagangan dan geopolitik.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 344,11 poin atau 0,77%, berakhir di 44.828,53.

Indeks S&P 500 melesat 0,83% dan ditutup di 6.279,35, sementara Nasdaq melonjak 1,02% ke 20.601,10. Baik S&P 500 maupun Nasdaq Composite menutup hari di level rekor.

Data terbaru menunjukkan non-farm payrolls meningkat sebanyak 147.000 pada Juni. Angka ini melampaui perkiraan ekonom Dow Jones yang memperkirakan kenaikan sebesar 110.000, dan juga lebih tinggi dari revisi naik pada Mei sebesar 144.000. Tingkat pengangguran juga turun menjadi 4,1%, berbanding terbalik dengan proyeksi ekonom yang memperkirakan kenaikan menjadi 4,3%.

Laporan pekerjaan yang kuat ini juga memicu lonjakan imbal hasil obligasi Treasury dan mengurangi ekspektasi bahwa bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed)akan segera menurunkan suku bunga.

Menurut alat FedWatch dari CME Group, para pelaku pasar kini memperkirakan kemungkinan 95% bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga tetap pada pertemuan akhir bulan ini.

"Implikasi terbesar dari laporan ketenagakerjaan ini tampaknya adalah tidak ada kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga pada Juli, bahkan belum tentu tahun ini sama sekali," kata Jed Ellerbroek, manajer portofolio di Argent Capital Management, kepada CNBC International.

Sebelumnya, laporan tenaga kerja ADP menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja sektor swasta berkurang sebanyak 33.000 pada bulan lalu, memicu kekhawatiran bahwa ekonomi mungkin mulai melemah akibat perubahan kebijakan cepat dari Washington.

Namun data resmi pemerintah Kamis berhasil meredam kekhawatiran tersebut.

Sementara itu, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan perjanjian dagang AS-Vietnam pada Rabu, investor menantikan pengumuman kesepakatan lanjutan menjelang tenggat waktu awal Juli Trump untuk jeda tarif 90 hari yang akan berakhir minggu depan.

Meskipun pasar berada di level tertinggi sepanjang masa dan berpotensi koreksi jika Trump bersikap "sangat keras" dalam negosiasi, Ellerbroek percaya pasar secara umum melihat prospek secara lebih optimistis.

"Kita akan melihat dampak tarif yang nyata bagi banyak bisnis, tetapi pasar tampaknya bisa mencerna itu tanpa terlalu banyak gangguan," tambahnya.

Investor juga mengikuti perkembangan RUU perpajakan besar Trump, yang akhirnya lolos dari Senat pada hari Selasa dan kini kembali ke DPR. RUU tersebut kini menuju pemungutan suara terakhir setelah DPR yang dikuasai Partai Republik menyetujui untuk melanjutkan legislasi tersebut pada hari Kamis.

Perdagangan pada Kamis berlangsung lebih pendek, karena Bursa Efek New York (NYSE) dan Nasdaq tutup pukul 13.00 waktu setempat (ET). Pasar AS akan libur pada Jumat untuk memperingati Hari Kemerdekaan.

Ketiga indeks saham utama AS menutup minggu ini di zona hijau. S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing naik 1,7% dan 1,6% selama sepekan, sementara Dow mencatat kenaikan 2,3% dalam periode yang sama.

Pasar keuangan Indonesia hari ini akan bergerak mengikuti kombinasi sentimen fiskal, global, dan tensi geopolitik yang memanas. Dari Washington hingga Senayan, sinyal-sinyal kebijakan terus bergulir.

Sejumlah sentimen positif datang dari AS yakni optimisme pemangkasan suku bunga. Di dalam negeri, Bank Indonesia juga memberi sinyal pemangkasan. 

Gelombang ketidakpastian global memang masih tinggi. Dari perang tarif era Trump yang kembali menguji stabilitas dagang dunia, hingga proyeksi pertumbuhan global yang makin suram, ekonomi dunia sedang berjalan di atas kawat tipis. Negara-negara berlomba mengamankan kesepakatan sebelum palu tarif AS diketok 9 Juli. Di sisi lain, terdengar sinyal resesi dari lonjakan biaya logistik dan melemahnya dolar.

Namun, sejumlah sentimen positif datang dari AS yakni optimisme pemangkasan suku bunga. Di dalam negeri, Bank Indonesia juga memberi sinyal pemangkasan. 

Berikut beberapa sentimen pasar hari ini:

Ancaman Resesi Global, Sri Mulyani Minta Waspada

Awan gelap ekonomi global makin pekat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI yang berlangsung hingga larut Kamis malam (3/7/2025) mengungkapkan kondisi dunia yang makin tak menentu, mulai dari konflik bersenjata, perang tarif dagang, hingga disrupsi rantai pasok global yang belum juga pulih.

Sri Mulyani menyebut indeks ketidakpastian global (Global Uncertainty Index) melonjak ke level 472. Bersamaan dengan itu, Baltic Dry Index sebagai indikator biaya logistik global juga meroket ke 1.605. Keduanya menjadi sinyal bahwa pelemahan ekonomi global sedang berada di jalur nyata, bukan sekadar proyeksi.

IMF dan Bank Dunia masing-masing memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia hanya 3% dan 2,3% pada 2026 lebih rendah dari tahun 2024. "Kondisi global kita semua melihat dinamis, ini akan mengubah banyak tatanan dunia. Kita perlu waspada," tegas Sri Mulyani.

Ia juga mengingatkan bahwa posisi Indonesia yang netral dan tidak memihak dalam politik global, memerlukan strategi yang matang agar tidak terjebak dalam efek rambatan dari ketegangan antarnegara besar.

BI Isyaratkan Pemangkasan Suku Bunga, Rupiah Tahun Depan di Rp 16.00-16.500

Bank Indonesia (BI) masih berpotensi menurunkan suku bunga acuan atau BI rate ke depan. Hal ini bertujuan untuk mendorong perekonomian pada 2025 dan 2026.

"Kami masih ada ruang menurunkan BI rate ke depan seiring dengan inflasi yang rendah dan salah satunya juga mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkap Perry saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (3/7/2025).

BI-Rate saat ini ada di level 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.

BI memperkirakan ekonomi nasional pada 2026 tumbuh pada rentang 4,7-5,5%. Nilai tukar rupiah diperkirakan Rp16.000-16.500 dan inflasi 1,5-3,5%.

Terkait rupiah, dia mengatakan proyeksi rupiah di level Rp16.000-16.500 didasari berbagai faktor fundamental ekonomi di Indonesia yang terus stabil dan menguat, serta arah pergerakan kurs rupiah saat ini yang cenderung dalam tren penguatan.

Faktor lainnya adalah cadangan devisa yang cukup besar, yakni mencapai US$ 152,5 miliar, prospek ekonomi yang cukup kuat, inflasi relatif rendah, imbal hasil seperti SBN cukup menarik, dan komitmen BI untuk menjaga nilai tukar rupiah, baik dengan cara intervensi di pasar offshore NDF, maupun DNDF di pasar domestik.

Bocoran Program Besar Prabowo Target 6,3%, Fokus ke Tiga Poros

Dalam RDP bersama DPR, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy memaparkan garis besar Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2026. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,8%-6,3%, dengan tiga prioritas utama: ketahanan pangan, hilirisasi dan digitalisasi, serta pemerataan sosial dan inklusi.

"Angka 6,3% ini bukan sesuatu yang muluk, tapi moderat. Karena ada ruang untuk tumbuh lebih tinggi, tapi kita tetap harus hati-hati," ujar Rachmat. Ia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp71 triliun yang bisa menyumbang 0,86% pertumbuhan ekonomi.

Di bidang pangan dan energi:BULOG dan food estate akan diperkuat, produksi bioenergi dan air minum ditingkatkan, serta pengelolaan sampah masuk dalam arahan khusus Presiden.

Untuk ekonomi inklusif ada program MBG, renovasi sekolah, pengembangan STEM, digitalisasi pendidikan, percepatan rumah sakit daerah, dan sekolah rakyat.

Dari sisi struktural reformasi birokrasi, kemudahan berbisnis, dan kepastian hukum jadi fokus. Sektor pertahanan juga diperkuat lewat komponen cadangan dan modernisasi alutsista.

Ekonomi akan didorong lewat hilirisasi SDA oleh entitas nasional, optimalisasi Danantara, adopsi teknologi, serta percepatan riset dan inovasi.

Pemerintah juga membidik penurunan kemiskinan lewat data tunggal, digitalisasi bansos, 3 juta rumah, dan koperasi merah putih. "Strateginya sudah ada. Tinggal eksekusi konsisten," ungkp Rachmat.

RAPBN 2026 Kurs Rp16.900, Defisit Dijaga

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan rencana kerja pemerintah m=dan mengajukan asumsi makro untuk RAPBN 2026 di depan DPR, kemarin.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dikejar di rentang 5,2%-5,8%, inflasi 1,5%-3,5%, yield SBN tenor 10 tahun 6,6-7,2%, nilai tukar rupiah Rp 16.500-16.900 per dolar AS, hingga harga minyak mentah Indonesia atau ICP US$ 60-80 dolar per barel.

Sementara itu, untuk lifting minyak 600 ribu-605 ribu barrel, lifting gas 953 ribu-1,17 juta setara minyak per hari, tingkat kemiskinan 6,5-7,5% pada 2026, tingkat pengangguran diperkirakan akan berada di kisaran 4,5-5%, dan rasio gini 0,379-0,382.

Adapun untuk desain APBN 2026, rancangannya ialah defisit yang batas bawahnya 2,48% dan batas atas 2,53% terhadap produk domestik bruto atau PDB, pendapatan negara 11,71% sampai dengan 12,22%, serta belanja negara yang dirancang di kisaran 14,19% hingga 14,75% terhadap PDB.

Komponen penerimaan negara ialah penerimaan pajak yang targetnya akan ada di kisaran 8,9%-9,24% PDB, kepabeanan dan cukai 1,18%-1,21% terhadap PDB, penerimaan negara bukan pajak atau PNBP 1,63%-1,76%, serta hibah 0,002%-0,003% dari PDB.

Sedangkan, untuk detail belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat yang rentang desainnya 11,41% sampai dengan 11,86%, dan transfer ke daerah 2,78% sampai 2,89%. Sementara itu, keseimbangan primer defisitnya akan berada si rentang 0,18% sampai 0,22%, serta pembiayaan 2,48%-2,53%.

Tiga Negara Capai Deal Tarif Dagang dengan Trump, RI Masih Berproses

Jelang tenggat tarif dagang pemerintahan Donald Trump pada 9 Juli, sejumlah negara mulai mengamankan posisinya. Dalam dua hari terakhir, tiga negara Inggris, China, dan Vietnam telah meneken kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat.

Inggris berhasil menurunkan tarif ekspor kendaraan ke AS dari 27,5% menjadi 10%. Produk suku cadang pesawat asal Inggris juga dibebaskan dari bea masuk 10%. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut kesepakatan ini sebagai "penyelamat industri manufaktur dan ribuan pekerjaan."

China dan AS pun akhirnya meredakan ketegangan. Chin akan kembali mengekspor rare earth, dan AS akan mencabut serangkaian pembatasan. Tarif dua arah yang sebelumnya mencapai 125%-145% akan diturunkan menjadi 30% untuk barang China dan 10% untuk barang AS.

Sementara itu, Vietnam menegosiasikan penurunan tarif dari 46% menjadi 20%. AS juga akan mengenakan tarif 40% terhadap barang China yang masuk melalui Vietnam. Secara keseluruhan, ada delapan kategori tarif berbeda yang diumumkan Trump, dengan rincian rumit dari produk fentanyl, baja, otomotif, hingga barang mewah dan alat medis.

Indonesia sendiri masih dalam tahap negosiasi. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tak ada permintaan tambahan dari AS, kecuali penyeimbangan neraca dagang. Pemerintah juga mengusulkan proyek mineral bersama sebagai bagian dari kesepakatan.

.

Parade IPO Jumbo: Optimisme Baru untuk IHSG?

Delapan emiten baru akan resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 8-10 Juli 2025.

Total kapitalisasi awal dari IPO ini diperkirakan mencapai Rp29,62 triliun, dan dalam skenario ekstrem jika seluruh saham mencetak Auto Rejection Atas (ARA) selama tiga hari berturut-turut market cap gabungannya bisa melonjak hingga lebih dari Rp70 triliun.

Meski kontribusinya ke kapitalisasi IHSG masih tergolong kecil, potensi pergerakan harga yang tinggi membuat investor menjadikan aksi korporasi ini sebagai salah satu magnet utama pekan ini.

Analis memandang kehadiran IPO jumbo ini sebagai angin segar di tengah lesunya pasar primer dalam beberapa bulan terakhir.

Nama-nama seperti CDIA dan COIN menarik perhatian karena berada di kisaran harga yang memungkinkan kenaikan maksimal ARA hingga 35%, memberikan efek compounding yang signifikan terhadap kapitalisasi mereka. Selain itu, kembalinya minat terhadap IPO juga mencerminkan mulai pulihnya kepercayaan pasar terhadap valuasi dan prospek bisnis jangka menengah, terutama bila disertai fundamental yang solid.



RI Lobi Arab Saudi Percepat FTA Lewat MBS

Presiden Prabowo Subianto secara langsung meminta bantuan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) untuk mempercepat kesepakatan Free Trade Agreement (FTA) antara RI dan Arab Saudi. Hal itu disampaikan dalam pertemuan bilateral di Jeddah, Rabu (2/7), yang turut dihadiri Menko Perekonomian Zulkifli Hasan.

Zulhas menyebut, selama ini FTA tertahan karena Arab Saudi harus menunggu persetujuan Dewan GCC (Gulf Cooperation Council). "Kita dengan UEA sudah CEPA, tapi dengan Saudi belum. Maka diminta MBS turun tangan agar cepat," ujar Zulhas.

Pertemuan ini juga menghasilkan kesepakatan pembentukan Dewan Koordinasi Tinggi RI-Saudi yang akan dipimpin langsung oleh kedua kepala negara. Prabowo menegaskan bahwa kerja sama strategis RI-Saudi harus meluas, tak lagi terbatas pada haji, umrah, dan TKI.

Data Tenaga Kerja AS Membaik

Jumlah tenaga kerja sektor non-pertanian (nonfarm payrolls) di Amerika Serikat meningkat sebesar 147.000 pada Juni 2025, setelah revisi kenaikan sebesar 144.000 pada Mei, dan jauh di atas perkiraan pasar sebesar 110.000. Angka ini juga sejalan dengan rata-rata kenaikan bulanan selama 12 bulan sebelumnya, yaitu 146.000.

Pekerjaan di sektor pemerintahan naik sebanyak 73.000, terutama disumbang oleh pemerintah negara bagian (47.000), khususnya di sektor pendidikan (40.000). Sementara itu, pekerjaan di sektor pendidikan pemerintah lokal juga terus menunjukkan tren kenaikan dengan tambahan 23.000 pekerjaan.

Di sisi lain, pengurangan tenaga kerja masih terjadi di tingkat pemerintah federal (-7.000), di mana total pekerjaan telah menurun sebesar 69.000 sejak mencapai puncaknya pada bulan Januari lalu.

Data terbaru menunjukkan pasar tenaga kerja tetap kuat, khususnya di sektor publik dan layanan kesehatan. Meski pertumbuhan tenaga kerja positif, ada sinyal perlambatan selektif, terutama di sektor federal.

Kekuatan pasar kerja saat ini mendukung narasi bahwa ekonomi AS masih bertahan di tengah ketidakpastian global (perdagangan, imigrasi, tarif).
Namun, perusahaan mulai menunjukkan sikap hati-hati dalam perekrutan, yang bisa memperlambat momentum dalam beberapa bulan ke depan.

Dengan data terbaru ini, kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Juli 2025 sangat kecil karena data tersebut memperkecil urgensi bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

The Fed kemungkinan besar akan menunggu lebih banyak data inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebelum mengambil langkah akomodatif.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • RUPS: SMRU
  • Dividen: TRUS, LION, GGRM, YUPI, GJTL, DNET, BPFI, SRTG, BYAN, PWON, KIJA, CBPE, MDLA, CRAB, SMCB, IDPR, HOKI, LIFE, BPII
  • Right Isuue: FILM

Berikut untuk indikator ekonomi RI :



CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular