RUU Pajak Trump Buat AS Terpecah, Diam-diam RI Ambil Untung

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
02 July 2025 18:42
Donald Trump
Foto: CNBC Internasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) melalui Senat baru saja meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan belanja negara usulan Presiden AS Donald Trump pada Selasa (1/7/2025).

Senat AS meloloskan RUU tersebut dengan selisih suara tipis.

RUU ini disahkan dengan suara 51-50 di Senat, setelah Wakil Presiden JD Vance menggunakan hak suaranya untuk memecah kebuntuan. Tiga senator Partai Republik-Thom Tillis (North Carolina), Susan Collins (Maine), dan Rand Paul (Kentucky)-bergabung dengan seluruh 47 senator Demokrat untuk menolak RUU tersebut.

RUU yang disebut oleh Partai Republik sebagai "One Big Beautiful Bill Act" ini menjadi sorotan karena memiliki dampak besar ke hampir seluruh lapisan masyarakat AS. 

Banyak pihak menilai bahwa isi kebijakan ini justru akan memperlebar ketimpangan sosial dan memangkas jaring pengaman sosial yang selama ini telah melindungi masyarakat menengah ke bawah. 

Kenapa RUU Memicu Pro-Kontra?

Salah satu sorotan utama adalah pemangkasan besar-besaran terhadap program Medicaid, yang akan diikuti dengan pemberlakuan syarat kerja dan pengetatan terhadap penerima manfaat. 

Jutaan warga AS diperkirakan akan kehilangan jaminan kesehatan ini, terutama kelompok lansia, difabel, dan masyarakat berpenghasilan rendah. 

Medicaid dan SNAP (bantuan makanan) akan dipangkas secara signifikan, dengan syarat kerja lebih ketat. Akibatnya, sekitar 12 juta orang akan kehilangan asuransi kesehatan pada 2034.

Penerima manfaat harus kerja 80 jam per bulan agar tetap bisa menerima bantuan.

Tak hanya itu, bantuan pangan melalui program SNAP (Food Stamps) juga akan dipotong. Para penerima manfaat termasuk veteran dan tunawisma akan diwajibkan untuk bekerja demi tetap menerima bantuan. 



Sementara itu, pengguna Obamacare (Affordable Care Act) juga tidak luput dari imbas RUU terbaru ini. menurut Congessional Budget Office (BCO), memperkirakan jutaan orang akan kehilangan perlindungan asuransi mereka karena pengetatan persyaratan. 

RUU ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan penyedia layanan kesehatan. Menurut asosiasi rumah sakit dan para ahli industri, pemangkasan anggaran federal dapat membuat rumah sakit untuk mengurangi layanan mereka, memangkas staf bahkan hingga memberhentikan operasional rumah sakit. Hal ini berisiko memperburuk akses terhadap layanan kesehatan. 

Dampak RUU ini juga akan mengurangi kemampuan pemerintah federal dalam memungut pajak dari penyedia layanan seperti rumah sakit. Padahal selama ini rumah sakit menjadi sumber pendanaan utama bagi berbagai program sosial. 

Negara bagian juga harus mulai menanggung sebagian biaya "food stamps" dan biaya administrasi, yang sebelumnya didanai penuh oleh pemerintah pusat. 

RUU ini disorot karena dianggap menguntungkan kalangan kaya terkait pajak. Sebesar 60% manfaat pemotongan pajak jatuh ke tangan 20% kelompok berpenghasilan tertinggi (di atas US$ 217.000/tahun).

Sementara itu, kelompok penghasilan rendah (

Selain itu, sektor pendidikan juga akan merasakan imbasnya. Mahasiswa nantinya akan menghadapi pengurangan jumlah pinjaman untuk pendidikan. Hal ini dapat mahasiswa kesulitan untuk membayar biaya pendidikan mereka. 

RUU ini juga secara signifikan membatasi akses imigran untuk mendapatkan manfaat sosial. Selain itu imigran juga akan dikenakan biaya yang lebih tinggi untuk mendapatkan akses izin kerja. 

RUU ini juga akan meningkatkan defisit sampai US$3,3 triliun dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu legislasi AS juga akan meningkatkan batas uang menjadi US$5 triliun supaya pemerintah AS bisa menambah utang untuk menutupi pengeluaran mereka. 

Hal ini menambah kekhawatiran masyarakat AS tentang konsekuensi dari meningkatnya utang negara. 

Terakhir, RUU ini akan mengalokasikan dana sekitar US$46,5 miliar untuk membangun tembok di perbatasan antar AS dengan Mexico serta menyediakan US$45 miliar untuk memproses imigran gelap yang ditangkap oleh Imigrasi dan Bea Cukai AS. 

Serta pencabutan berbagai kredit pajak yang sebelumnya diberikan melalui Inflation Reduction Act (UU Pengurangan Inflasi) yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden, termasuk insentif untuk kendaraan ramah lingkungan dan energi listrik. 

RI Bakal Ikut Diuntungkan 

Trump Bill memberi angin segar bagi industri batu bara dengan subsidi langsung dan pemangkasan insentif energi bersih. Versi Senat bahkan memperkuat posisi batu bara lebih jauh dibanding versi DPR, dengan menambahkan insentif pajak khusus untuk produsen batu bara.

Kebijakan ini bertujuan menggenjot produksi domestik dan menjaga lapangan kerja di sektor tambang.

Di sisi lain, subsidi untuk energi terbarukan seperti angin dan surya akan dihapus total setelah 2027, kecuali proyek yang sudah berjalan. Hasilnya, batu bara kembali kompetitif karena lawan utamanya tak lagi didukung fiskal.

Namun, langkah ini menuai kritik karena berpotensi menghambat transisi energi di tengah dorongan global menuju dekarbonisasi dan pembangunan berkelanjutan.

Kebijakan di RUU tersebut diharapkan bisa meningkatkan permintaan global terhadap batu bara.

Indonesia sebagai negara eksportir batu bara terbesar di dunia memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini, baik melalui kenaikan harga batu bara global maupun peningkatan permintaan ekspor langsung ke AS. 

Sebagai catatan, ekspor batu bara menopang sekitar 15-16% dari nilai ekspor Indonesia. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume ekspor batu bara Indonesia pada 2024 menyentuh 405,76 juta ton. Volume ekspor tersebut naik 6,86% dibandingkan pada 2023.

Namun, secara nilai, ekspor batu bara anjlok 11,86% menjadi US$ 30,49 miliar.



CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation