Newsletter

Kondisi Fiskal Masih Berat, Semoga IHSG dan Rupiah Kuat

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
02 July 2025 06:30
ilustrasi trading
Foto: Sri Mulyani saat rapat di Dpr ri. (Tangkapan layar TV Parlemen)
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan kemarin, IHSG melemah sementara rupiah menguat
  • Wall street ditutup beda arah, hanya Dow Jones yang menguat
  • Data realisasi APBN, inflasi Juni, IPO jumbo hingga data ekonomi as menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan kemarin, Selasa (1/7/2025). Pasar saham melemah sementara rupiah menguat.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile di tengah banyaknya sentimen negatif. Kabar baiknya hari ini ada sejumlah calon emiten yang mulai melakukan pemesanan saham penawaran perdana (IPO). Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,18% atau 12,32 poin ke posisi 6.915,36.

Pergerakan IHSG cukup volatil, dengan indeks tercatat pada awal perdagangan dibuka menguat mengekor rekor wall street dan kinerja positif Bursa Asia.

Sebanyak 245 saham naik, 356 turun, 191 tidak berubah. Nilai transaksi hari ini cenderung sepi atau hanya mencapai Rp 11,39 triliun yang melibatkan 17,17 miliar saham dalam 1,11 juta kali transaksi.
Investor asing masih mencatat net sell sebesar Rp 695,74 miliar pada perdagangan kemarin.

Mayoritas sektor perdagangan melemah, dengan sektor finansial, konsumer primer dan industri tertekan paling dalam. Sementara sektor bahan baku mencatatkan penguatan terbesar.

Emiten perbankan dan blue chip tercatat menjadi pemberat kinerja IHSG hari ini ini. Emiten-emiten tersebut termasuk Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Astra International (ASII).

Beralih ke pasar valuta asing, nilai tukar rupiah ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir dari Refinitiv,nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa kemarin (1/7/2025) ditutup menguat pada posisi Rp16.185/US$ atau naik 0,28%.

Penutupan hari kemarin menunjukkan perlawanan rupiah terhadap dolar AS setelah di hari sebelumnya, Senin(30/6/2025) rupiah ditutup melemah 0,19% pada level Rp16.230/US$.

Penguatan nilai rupiah sejalan dengan indeks dolar AS (DXY) yang mengalami pelemahan sebesar 0,18% ke level 96,69 per pukul 15:00 WIB.

Dolar Amerika Serikat melemah tipis akibat ketidakpastian di Senat AS terkait rencana fiskal Presiden Donald Trump serta kritik Trump terhadap Federal Reserve yang menimbulkan kekhawatiran atas independensi bank sentral, dikutip dari Reuters.

Di sisi lain, dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2025 kembali surplus sebesar US$4,30 miliar selama 61 bulan berturut-turut, mendorong penguatan nilai tukar rupiah karena meningkatnya permintaan terhadap mata uang domestik. Namun demikian, data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia dari S&P Global menunjukkan kontraksi lanjutan pada Juni di level 46,9, menjadi kontraksi ketiga dalam tiga bulan terakhir.

Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun melandai ke 6,59% pada perdagangan kemarin, dari 6,64% pada perdagangan sebelumnya.

Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga.  Imbal hasil yang melandai ini menandai harga SBN yang tengah menguat karena dicari investor. 


Dari bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Selasa atau Rabu dini hari waktu Indonesia.

Indeks S&P 500 turun tipis 0,11% dan ditutup di 6.198,01, sementara Nasdaq Composite merosot 0,82% ke level 20.202,89. Dow, yang merupakan indeks saham unggulan, menjadi pengecualian dengan naik 400,17 poin atau 0,91% menjadi 44.494,94.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik karena investor mulai keluar dari saham teknologi untuk memulai paruh kedua tahun 2025.

Investor juga mempertimbangkan perkembangan terbaru terkait rancangan undang-undang besar pajak dan belanja dari Presiden Donald Trump, serta komentar dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell.

Para pelaku pasar melepas saham-saham teknologi besar seperti Nvidia dan Microsoft, dan beralih ke saham-saham perusahaan sektor kesehatan.

Amgen dan UnitedHealth melonjak lebih dari 4%, sedangkan Merck dan Johnson & Johnson masing-masing naik lebih dari 3% dan sekitar 2%, yang mendorong kenaikan pada indeks Dow Jones.

Ini merupakan perubahan arah dari reli pasar yang sebelumnya digerakkan oleh sektor teknologi pada kuartal kedua: ETF XLK (Technology Select Sector SPDR Fund) naik hampir 23% pada kuartal tersebut namun terkoreksi 0,9% di awal kuartal ketiga.

"Selama dua bulan terakhir di kuartal sebelumnya, pasar benar-benar berpihak pada risiko. Investor membeli saham-saham dengan pendorong pertumbuhan sekuler yang kuat seperti AI dan teknologi. Saya pikir momentum itu sudah mulai habis." ujar Anthony Saglimbene, Kepala Strategi Pasar di Ameriprise, kepada CNBC International.

Di sisi lain, produsen mobil listrik Tesla turun 5% setelah Trump menyarankan lewat unggahan di Truth Social agar Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) menyelidiki subsidi pemerintah yang diterima oleh perusahaan-perusahaan milik Elon Musk.

Musk mengkritik rancangan undang-undang besar Trump, menyebutnya sebagai benar-benar gila dan merusak pada akhir pekan lalu. Ini bukan pertama kalinya Trump dan Musk berselisih soal kebijakan belanja pemerintah, karena perseteruan serupa sempat terjadi awal tahun ini.

RUU pajak tersebut disahkan di Senat pada Selasa lewat pemungutan suara 51-50. Selanjutnya, rancangan itu akan dibahas di DPR, yang masih bisa menolak perubahan dalam rancangan tersebut.

Sebelumnya, Chairman The Fed Jerome Powell menyatakan dalam sebuah diskusi panel di Bank Sentral Eropa di Portugal bahwa The Fed mungkin sudah akan memangkas suku bunga lagi jika bukan karena dampak tarif.

Ia menambahkan bahwa langkah ke depan akan bergantung pada data, dan tidak menjawab secara langsung apakah Juli terlalu cepat untuk melakukan pemangkasan.

"Pada dasarnya, kami menahan diri dari pemangkasan ketika melihat besarnya tarif, dan hampir semua proyeksi inflasi untuk AS naik secara signifikan sebagai akibatnya," kata Powell.

Para pelaku pasar berharap akan ada kesepakatan dagang antara AS dan mitra dagangnya, karena penangguhan 90 hari atas tarif tertinggi Trump akan berakhir minggu depan.

Meski Zachary Hill, Kepala Manajemen Portofolio di Horizon Investments, percaya bahwa pasar tidak berharap terlalu banyak, volatilitas tetap bisa terjadi.

"Investor telah meningkatkan eksposur selama beberapa minggu terakhir, jadi saya pikir ini menjadi titik rawan," ujarnya kepada CNBC.

Pasar saham sebelumnya mengalami pemulihan signifikan setelah mengalami penurunan tajam pada April akibat kebijakan tarif besar-besaran Trump yang sempat mendorong S&P 500 mendekati wilayah pasar bearish.

Namun, sejak itu indeks-indeks utama berhasil bangkit, dengan indeks S&P 500 menutup kuartal kedua dengan kenaikan 10,6%, dan Nasdaq naik hampir 18% pada periode yang sama.

Pergerakan pasar keuangan Indonesia hari ini masih aan digerakkan beragam sentimen dari dalam atau luar negeri. Dari dalam negeri sentimen akan datang dari data inflasi, neraca perdagangan hingga realisasi APBN.

Datangnya IPO jumbo juga akan menjadi penggerak pasar hari ini diharapkan menjadi penggerak sentimen pasar yang positif.
Berikut sentimen pasar har ini:

Inflasi Juni 2025

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan indeks harga konsumen (IHK) Juni 2025inflasi 0,19%. Secara tahunan inflasi mencapai 1,87% year on year (yoy). Sementara itu, inflasi inti diperkirakan stagnan 2,41%.

Inflasi pada Juni 2025 itu berbanding terabalik dengan proyeks banyak analis.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan IHK secara bulanan (month to month/mtm) diproyeksi turun atau mengalami deflasi sebesar 0,06%. Sementara secara tahunan (year on year/yoy), IHK masih diproyeksi naik atau mengalami inflasi sebesar 1,75%.

Terjadinya inflasi ini menjadi kabar baik mengingat ada kekhawatiran penurunan daya beli yang dicerminkan melalui deflasi pada Mei 2025.

Neraca Dagang Kembali Surplus

BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2025 tercatat surplus sebesar US$4,30 miliar atau 61 bulan secara beruntun.

Surplus kali ini ditopang oleh komoditas nonmigas sebesar US$ 5,83 miliar meliputi lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral serta besi dan baja.

Komoditas migas defisit US$1,53 miliar, meliputi hasil minyak dan minyak mentah sebagai penyumbang terbesar.

Ekspor Mei 2025 US$ 24,61 miliar dan impor US$ 20,31 miliar. Sementara itu, secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia Januari-Mei 2025 mengalami surplus US$15,38 miliar.

Surplus Mei 2025 jauh lebih besar dibandingkan April 2025 yang hanya US$0,16 miliar. Surplus ini diharapkan menjadi penopang rupiah ke depan.

Update Asumsi Makro 2025: PDB RI Ditarget 4,7%, Dolar AS Rp 16.800

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan asumsi dasar ekonomi makro tahun 2025 dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Selasa kemarin (1/7/2025). Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, namun realisasi semester I baru mencapai 4,8%, dengan proyeksi tahunan dikoreksi ke kisaran 4,7%-5,0%.

"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi berada di rentang 4,7% hingga 5% untuk semester II," ujar Sri Mulyani, seraya menyebut bahwa proyeksi tersebut sejalan dengan perkiraan lembaga internasional. Pemerintah, kata dia, akan mengandalkan instrumen fiskal untuk menjaga momentum, antara lain melalui program MBG, FLPP, dan Koperasi Merah Putih yang dinilai memiliki efek berganda.

Dari sisi inflasi, pemerintah memproyeksikan angka di kisaran 2,2% hingga 2,6% pada semester II. Nilai tukar rupiah dipatok pada kisaran Rp16.300 hingga Rp16.800 per dolar AS, sementara imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) diperkirakan tetap lebar di sekitar 7%, sedikit di atas batas bawah 6,8%.

Terkait harga minyak, Sri Mulyani menyebut situasi geopolitik masih menciptakan ketidakpastian. Rentang harga minyak mentah diasumsikan antara US$66 hingga US$94 per barel, mencerminkan risiko dari konflik di Timur Tengah.

Adapun untuk sektor energi, outlook lifting minyak ditetapkan sebesar 593-597 ribu barel per hari (bph), sementara lifting gas berada pada kisaran 976-980 ribu barel setara minyak per hari (bsmph), termasuk kontribusi tambahan dari lapangan Banyu Urip.

Pemerintah optimistis menjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan fiskal yang responsif dan terukur, meski tekanan global dan domestik masih akan membayangi sepanjang 2025.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan selama periode 2014-2024, hampir semua asumsi meleset dari target. Asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan lifting minyak adalah yang paling kerap melenceng.
Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah hanya bisa memenuhi target pertumbuhan sekali yakni pada 2022. Selebihnya, selalu gagal.

Tak hanya pertumbuhan, realisasi asumsi nilai tukar juga kerap lebih lemah dari target. Realisasi nilai tukar yang lebih lemah dibandingkan target terjadi pada 2014, 2015, 2018, 2020,2022-2024.Kondisi ini menunjukkan jika pergerakan nilai tukar rentan terhadap guncangan global.

Nilai tukar diperkirakan masih akan lebih lemah dibandingkan targetnya pada tahun ini. Perang dagang dan perang Israel vs Iran menekan nilai tukar rupiah.



Kondisi Terkini APBN 2025, Realisasi & Outlook

Selain itu, Sri Mulyani juga menyampaikan pendapatan negara pada semester I-2025 mencapai Rp1.201 triliun (neto). Pendapatan negara diperkirakan hanya akan mencapai Rp 2.865,5 triliun hingga akhir tahun atau 95,4% dari target.

Sementara itu, belanja negara hingga semester I 2025 mencapai Rp 1.407,1 atau 38,8%. Hingga akhir tahun, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 3.527,5 triliun atau 97,4$.

Dengan demikian, defisit diperkirakan akan menembus Rp 662 triliun atau 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini lebih besar dibandingkan yang ditetapkan yakni 2,53% dari PDB.



Awal Juli: Manufaktur RI Rontok, Pengusaha Batasi Pekerja

Aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi tajam pada Juni 2025, dengan Purchasing Managers' Index (PMI) tercatat di 46,9, yang merupakan yang terendah sejak April 2025 dan mendekati level saat gelombang Covid-19 Delta.

Penurunan tajam dalam pesanan baru menjadi faktor utama kontraksi ini, yang juga memengaruhi output, aktivitas pembelian, dan ketenagakerjaan.

Permintaan domestik yang lesu menyebabkan perusahaan mengurangi kapasitas dan menurunkan jumlah tenaga kerja, dengan tingkat pengurangan tenaga kerja tercatat sebagai yang terbesar sejak September 2021.

Selain itu, penurunan dalam pembelian bahan baku dan stok persediaan juga menambah dampak negatif terhadap sektor manufaktur.

Kondisi pasar yang lesu membuat perusahaan manufaktur semakin pesimis terhadap prospek produksi, dengan tingkat kepercayaan bisnis jatuh ke level terendah dalam delapan bulan terakhir.

Meskipun ada optimisme terbatas di kalangan pelaku industri, harapan akan pertumbuhan ekonomi ke depan sangat rendah, jauh di bawah rata-rata historis.

Faktor global, seperti kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi global, semakin membebani prospek sektor manufaktur Indonesia, yang kemungkinan akan menghadapi tantangan lebih lanjut pada bulan-bulan mendatang

Parade IPO Jumbo Siap Dimulai, IHSG Siap Ketiban Berkah!

Pada Juli 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyambut kedatangan delapan emiten yang bakal melaksanakan IPO, yang dijadwalkan pada tanggal 8, 9, dan 10 Juli.

Kehadiran IPO jumbo ini diharapkan dapat menggairahkan pasar saham Indonesia, terutama setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi pada Juni yang mengurangi gairah pasar.

Para analis melihat IPO ini sebagai peluang untuk menarik minat investor, asalkan saham yang ditawarkan memiliki fundamental yang kuat dan prospek yang menarik.

Delapan emiten tersebut diperkirakan akan memiliki total kapitalisasi pasar awal sekitar Rp29,62 triliun, meskipun jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan total kapitalisasi IHSG yang mencapai Rp12.190 kuadriliun.

Namun, jika saham-saham tersebut mengalami lonjakan harga ekstrem melalui Auto Rejection Atas (ARA) selama tiga hari berturut-turut, nilai kapitalisasi pasar mereka bisa melonjak lebih dari Rp41 triliun, meningkatkan kontribusinya terhadap IHSG menjadi sekitar 0,34%.

Dalam hal ini, saham dengan harga rendah seperti CDIA dan COIN memiliki potensi kontribusi yang besar jika mengalami kenaikan harga signifikan.

Namun, pergerakan harga saham IPO sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sentimen pasar, kondisi ekonomi makro, dan fundamental perusahaan. Oleh karena itu, meskipun simulasi menunjukkan potensi kenaikan besar, realitas di pasar bisa sangat bervariasi. Investor perlu berhati-hati dan melakukan riset yang matang, karena volatilitas pasar sangat tinggi dan keputusan investasi harus tetap didasarkan pada analisis risiko yang cermat.

Jumlah Lowongan Pekerjaan AS Meningkat, Trump Terus Serang Powell

Jumlah lowongan pekerjaan di Amerika Serikat meningkat menjadi 10,1 juta pada Mei 2025, lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang sebesar 9,9 juta. Meskipun ada kecemasan tentang dampak kebijakan suku bunga tinggi, data ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja masih tetap kuat meskipun ada tantangan ekonomi.

Angka yang menunjukkan bahwa meskipun suku bunga lebih tinggi, perekonomian AS masih dapat mempertahankan daya tahan.

Namun, mantan Presiden Donald Trump kembali menyerang Jerome Powell, Ketua The Federal Reserve (The Fed), dengan menyalahkan kebijakan suku bunga tinggi atas tekanan ekonomi yang dirasakan banyak orang.

Melansir dari US News Trump berulang kali menuduh Powell menghambat pertumbuhan ekonomi dengan langkah-langkah kebijakan yang terlalu ketat. Menanggapi kritik tersebut, Powell dengan tegas mempertahankan kebijakan moneter The Fed.

Dalam pidatonya (1/7/2025) kemarin, Powell menyampaikan, "Kami tetap fokus pada tujuan utama kami, yaitu menjaga inflasi tetap terkendali. Itu adalah prioritas utama kami, bahkan jika kebijakan kami tidak selalu populer."

Meskipun dihadapkan dengan kritik, Powell menegaskan bahwa kebijakan suku bunga yang lebih tinggi diperlukan untuk meredam inflasi yang masih belum sepenuhnya terkendali.

"Kami akan terus memantau data ekonomi dengan hati-hati dan membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik untuk stabilitas jangka panjang ekonomi AS," katanya. Dengan fokus pada kestabilan ekonomi dan pengendalian inflasi, Powell menekankan bahwa The Fed harus mengambil keputusan yang sulit meskipun dampaknya bisa terasa dalam jangka pendek.


Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Menteri Sekretaris Negara menyerahkan surat presiden berisi nama duta besar (termasuk Amerika Serikat) ke Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Peluncuran Diskusi Berani Bicara bersama Kepala Komunikasi Kepresidenan di Rumah Besar Gatotkaca, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
  • Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025 "Perang Dagang Jilid 2 dan Gejolak Ekonomi Nasional" di Hotel Aryaduta Tugu Tani, Menteng, Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Perdagangan.
  • Jam 13.00 Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Ketenagakerjaan dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) di ruang rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
  • Badan Anggaran DPR menggelar Rapat Panja Perumus Kesimpulan Laporan Semester I dan Prognosis Semester II APBN TA 2025 di ruang rapat Banggar DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
  • Kemenko Perekonomian bersama dengan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) akan menyelenggarakan peluncuran ALFI CONVEX 2025 di Graha Sawala, Gedung Ali Wardhana, kantor Kemenko Perekonomian. Narasumber: Menko Perekonomian.
  • Media briefing terkait PMK 25 Tahun 2025 tentang Ketentuan Kepabeanan Atas Impor Barang Pindahan via zoom meeting. Narasumber: Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC dan Direktur Teknis Kepabeanan DJBC.
  • Komisi XI DPR menggelar fit and proper test calon Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Periode 2025-2030 di ruang rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
  • Rapat internal Komisi XI DPR dengan agenda pengambilan keputusan atas Fit and Proper Test Calon Deputi Gubernur Indonesia dan Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan di ruang rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Dividen: PPTW, DGWG, PMJS, CSAP, SOCI, INDS, ICBP, WINE, PNSE, ISSP, INDF, AMIN, AMFG, DOSS, GLVA, TCPI, DEPO, BOLT
  • Warrant: ISEA
  • Right Issue: WIFI, FASW
  • RUPS: AKKU

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular