Kabar Pahit Awal Juli: Manufaktur RI Rontok, Pengusaha Batasi Pekerja

mae, CNBC Indonesia
01 July 2025 08:10
Ilustrasi Pabrik Mobil. (Dok. Freepik/TRAIMAK.BY)
Foto: Ilustrasi Pabrik Mobil. (Dok. Freepik/TRAIMAK.BY)

Jakarta, CNBC Indonesia- Aktivitas manufaktur Indonesia ambruk pada Juni 2025. Tak hanya alami kontraksi, manufaktur Indonesia bahkan mendekati level saat Indonesia dihantam gelombang Covid-19 Delta.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Selasa (1/7/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 46,9 pada Juni 2025 atau mengalami kontraksi. Ini adalah ketiga kali dalam tiga bulan beruntun PMI mencatat kontraksi.

Sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 di April, kemudian 47,4 di Mei dan berlanjut di Juni.

Indeks PMI Juni juga merupakan yang terendah sejak April 2025 (46,7). Jika melihat ke belakang setelah April 2025, level PMI Manufaktur Juni tahun ini adalah yang terendah kedua sejak Agustus 2021 atau empat tahun lalu saat Indonesia dihantam gelombang Covid-19 Delta.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

S&P Global menjelaskan PMI Manufaktur ambruk karena penurunan tajam dalam pesanan baru. Penurunan ini adalah yang tercepat sejak Agustus 2021. Penurunan pesanan ini menjadi faktor utama kontraksi dalam output, aktivitas pembelian, dan tingkat ketenagakerjaan.

Kabar buruk lainnya adalah penurunan jumlah tenaga kerja pada Juni.

Menurut S&P, faktor utama dalam pelemahan Juni adalah penurunan permintaan terhadap barang-barang Indonesia yang semakin cepat.
Pesanan baru menurun untuk bulan ketiga berturut-turut, dengan laju kontraksi terkuat sejak Agustus 2021.

Laporan dari panelis menyebutkan bahwa aktivitas pasar tampak lesu, karena klien enggan melakukan pemesanan baru.
Data juga menunjukkan bahwa penurunan penjualan terutama bersumber dari permintaan domestic. Sebaliknya, bisnis ekspor tidak mengalami perubahan setelah dua bulan berturut-turut mengalami kontraksi.

Sebagai respons pelemahan tersebut, output pabrik di Indonesia kembali menurun pada Juni. Penurunan ini cukup tajam, meski sedikit lebih sedikit dibandingkan Mei.

Penjualan dan produksi yang lemah juga mendorong perusahaan untuk mengurangi kapasitas, dengan tingkat ketenagakerjaan menurun untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir, dan pada laju tercepat dalam hampir empat tahun terakhir.

Permintaan domestik yang lesu dan turunnya produksi juga mengurangi tekanan terhadap kapasitas, dengan penurunan backlog (pekerjaan tertunda) pada bulan Juni, meskipun penurunannya hanya bersifat marginal.

"Kontraksi manufaktur Indonesia semakin dalam di pertengahan tahun 2025, menjadi pertanda buruk bagi bulan-bulan mendatang," tutur Usamah Bhatti, Ekonom di S&P Global Market Intelligence, dalam situs resmi mereka.

Dia menambahkan kondisi permintaan yang lemah menghambat pertumbuhan sehingga penjualan jatuh ke level terendah sejak Agustus 2021. Kondisi ini menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam tingkat produksi.

Data terbaru juga menunjukkan adanya penurunan aktivitas pembelian oleh perusahaan manufaktur di Indonesia.
Pembelian bahan baku menurun untuk bulan ketiga berturut-turut, meskipun hanya secara moderat.

Stok persediaan, baik sebelum maupun setelah produksi, juga turun selama tiga bulan berturut-turut, dengan penurunan yang lebih tajam terjadi pada persediaan pasca-produksi.

Minimnya tekanan terhadap pemasok karena turunnya kebutuhan produksi juga mendorong pemendekan waktu pengiriman rata-rata, yang terjadi untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir.

Sementara itu, tekanan biaya di pabrik tetap tinggi pada akhir Juni 2025.
Sebagian besar panelis menyatakan bahwa kenaikan biaya disebabkan oleh harga bahan baku yang lebih tinggi, meskipun laju inflasi harga input merupakan yang paling rendah sejak Oktober 2020.

Sebagai respons, perusahaan hanya menaikkan harga jual secara marginal, sebagai upaya menjaga daya saing harga produk mereka.

Penciptaan Lapangan Kerja Menyusut

Penurunan penjualan di Juni sebagian besar berasal dari pasar domestik, sementara ekspor cenderung stabil pada bulan tersebut.

Lesunya pesanan baru secara keseluruhan membuat perusahaan masuk ke mode penghematan, dengan upaya menekan jumlah tenaga kerja dan aktivitas pembelian.

Akibatnya, perusahaan memilih untuk menahan rekrutmen pekerja.

Penurunan jumlah tenaga kerja pada Juni bahkan menjadi yang terbesar sejak September 2021.

Kepercayaan Pengusaha Jatuh

Survei S&P Global menunjukkan dunia bisnis kurang optimistis terhadap prospek produksi. Tingkat kepercayaan bisnis berada pada posisi terendah sejak Oktober tahun lalu atau delapan bulan terakhir.

Beberapa perusahaan mulai mengungkapkan kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi global.dengan tingkat keyakinan yang turun ke level terendah dalam delapan bulan dan berada di bawah rata-rata historis.

"Penurunan kepercayaan ini terjadi di tengah kekhawatiran terhadap kesehatan ekonomi global dan potensi dampaknya terhadap sektor manufaktur Indonesia." Ujar Usamah.

Ke depan, pelaku manufaktur di Indonesia sebenarnya masih menunjukkan optimisme yang tinggi. Namun, mereka juga pesimis dalam melihat ekonomi ke depan. Ekspektasi pertumbuhan mereka merupakan yang paling rendah sejak Oktober tahun lalu, dan jauh di bawah rata-rata historis.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation