Siap-siap! Rupiah Sedang Menuju Rp15.000/US$

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
30 June 2025 11:41
Rupiah dan IHSG
Foto: Ilustrasi/ Rupiah dan IHSG/ Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar terhadap rupiah sedang mengalami tren penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), bahkan berpotensi kembali ke level Rp 15.000/US$.

Melansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (30/6/2025) pukul 09:51 WIB berada di level Rp16.215/US$ atau mengalami pelemahan sebesar 0,10% dibandingkan penutupan sebelumnya.

Koreks ini dinilai wajar mengingat rupiah sebelumnya sudah mengalami penguatan signifikan pasca diumumkannya gencatan senjata antara Israel dan Iran oleh Presiden AS Donald Trump pada 23 Juni lalu.

Situasi tersebut menurunkan tensi geopolitik di Timur Tengah dan membawa dampak positif terhadap aset negara berkembang, termasuk Indonesia.

Rupiah Rebound dari Titik Terlemah

Pada pekan lalu lalu nilai tukar rupiah ditutup menguat 1,10% ke level Rp16.199/US$. Secara bulanan, rupiah sudah terapresiasi sebesar 0,40% terhadap dolar AS. Bahkan jika ditarik sejak level terlemahnya pada 9 April 2025 di level Rp16.855/US$, rupiah telah menguat 3,83%.

Pelemahan tajam kala itu terjadi saat Presiden AS Donald Trump resmi menerapkan tarif impor ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Indonesia pada awalnya dikenakan tarif ekspor ke AS sebesar 32%, meskipun pada akhirnya tarif diturunkan menjadi 10% untuk semua negara, kecuali China.

Trump mengumumkan kebijakan pengenaan tarif pada 2 April 2025 di mana pada saat itu pasar keuangan Indonesia tengah libur panjang lebaran.

Rupiah langsung ambruk 1,8% ke Rp 16.850/US$1 pada saat perdagangan dibuka lagi pada 8 April 2025. Posisi tersebut adalah yang terlemah sepanjang tahun ini.

Sejak saat itu, rupiah perlahan menguat seiring berkurangnya tekanan dari sisi eksternal dan membaiknya sentimen pasar serta meredanya ketegangan perang dagang.

Faktor-Faktor Pendukung Penguatan Rupiah

Pelemahan indeks dolar AS menjadi salah satu faktor penyebab rupiah menguat. Hingga akhir Juni 2025, indeks dolar as telah terkoreksi sebesar 10,38% sepanjang tahun ini hingga saat ini berada di level 97,22. Indeks bahkan sempat menyentuh 97,14 yang menjadi posisi terlemahnya dalam tiga tahun.

Tekanan terhadap dolar AS semakin dalam akibat penurunan permintaan aset safe haven, serta kekhawatiran fiskal AS, dan juga penurunan imbal hasil obligasi AS seiring ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter AS.

Gencatan senjata antara Iran dan Israel juga menjadi katalis penting yang meredakan tensi geopolitik global, terutama di kawasan Timur Tengah. Dampak langsungnya terlihat pada harga minyak mentah dunia yang kembali turun ke bawah US$70 per barel.

Kondisi ini sangat menguntungkan bagi Indonesia sebagai negara net importir minyak, karena akan menurunkan tekanan pada neraca transaksi berjalan dan memperkuat posisi eksternal rupiah.

Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed juga menjadi faktor penguatan rupiah. Saat ini pelaku pasar memperkirakan kemungkinan Federal Reserve (The Fed) akan mulai memangkas suku bunga acuan. 

Berdasarkan CME FedWatch, peluang The Fed akan memangkas suku bunga pada September 2025 mencapai 67%, sementara untuk pemangkasan lebih cepat pada Juli hanya sekitar 19%. Ekspektasi ini mendorong pelemahan dolar AS lebih lanjut dan membuka ruang apresiasi bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Rupiah Menuju Rp15 ribuan per Dolar AS?

Dengan laju kencang rupiah maka publik kini menunggu kapan mata uang Garuda bis bertengger di level Rp 15.000/US$1.

Terakhir kali rupiah berada di level Rp15.900/US$ terjadi pada 16 Desember 2024, sebelum Kembali melemah di atas level Rp16.000/US$.

Menurut Ahmad Mikail Zaini, Ekonom Senior Sucor Sekuritas, gencatan senjata Israel-Iran menjadi katalis utama penguatan rupiah, ditambah dengan potensi pemangkasan suku bunga The Fed pada Juli. Dengan kombinasi faktor tersebut, Mikail memperkirakan rupiah berpotensi menguat ke Rp15.900/US$.

Sementara itu, Radhika Rao, Ekonom DBS, menambahkan bahwa pengurangan penerbitan Sekuritas upiah Bank Indonesia (SRBI) dan meningkatnya minat pada tenor pendek mendorong penguatan pasar obligasi Indonesia.

Ia memperkirakan imbal hasil acuan jangka panjang akan turun menuju 6,6%, didukung juga oleh stimulus fiskal tengah tahun seperti subsidi transportasi dan utilitas yang berpotensi memberi tekanan disinflasi ke beberapa sektor.

Rupiah berpotensi menguat lebih lanjut dan menembus kembali level Rp15 ribuan /US$ jika kombinasi faktor global dan domestik terus mendukung. Stabilitas harga minyak, kebijakan moneter The Fed, serta pengelolaan fiskal dan pasar oleh pemerintah menjadi kunci arah rupiah ke depan.

CNBC RESEARCH INDONESIA 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation