
Thailand, Tetangga RI yang Berada di Jurang Krisis

Jakarta, CNBC Indonesia - Thailand diprediksi akan mengalami resesi pada tahun ini karena kondisi ekonomi yang melemah dan tekanan dari kebijakan tarif resiprokal presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Direktur Pelaksana dan Kepala Ekonom Kasikorn Research Center Burin Adulwattana, mengatakan bahwa ekonomi Thailand dapat memasuki resesi teknikal di semester kedua 2025.
Sebagai informasi, resesi teknikal adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi yang menghitung produk domestik bruto mengalami penurunan selama dua kuartal beruntun.
"Faktor utama yang akan menyeret ekonomi ke bawah pada semester kedua meliputi penurunan ekspor yang signifikan, pariwisata yang gagal memberikan dukungan yang memadai, dan pengurangan substansial dalam anggaran stimulus ekonomi, dengan hanya 25 miliar baht yang dialokasikan tahun ini dibandingkan dengan 140 miliar baht tahun lalu, terutama karena fase pertama program Dompet Digital," ucapnya.
Burin mengatakan potensi resesi juga datang dari tekanan dari tarif Trump yang dapat membuat pertumbuhan ekonomi Thailand hanya tumbuh 1,4%.
"Mengenai dampak terhadap ekonomi Thailand setelah 9 Juli, atau 90 hari setelah penerapan kenaikan tarif Trump, muncul dua kemungkinan skenario: Tarif resiprokal kembali ke 36%, atau tarif tetap pada 10%," katanya dikutip pada Minggu (29/6/2025).
Skenario pertama menurutnya adalah jika tarif berlaku 36% maka nilai ekspor akan turun 0,5% pada 2025, "Hal ini dapat menyebabkan penurunan perkiraan pertumbuhan PDB Thailand, sehingga turun menjadi 1,4%."
Sementara jika tarif hanya 10%, ekonomi Thailand dapat lebih terjaga dengan pertumbuhan PDB sebesar 1,8% pada 2025 atau sesuai perkiraan Bank Dunia. Namun lebih kecil dari pertumbuhan kuartal pertama 3,1% yoy.
"Dalam kasus dasar, dengan proyeksi pertumbuhan PDB hanya 1,4%, ada risiko tinggi bahwa perekonomian dapat memasuki resesi teknis pada paruh kedua tahun ini, yang didefinisikan sebagai dua kuartal berturut-turut pertumbuhan negatif."
Sementara itu, Pusat Intelijen Ekonomi Siam Commercial Bank (SCB EIC) telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Thailand untuk tahun 2025 menjadi hanya 1,5%, dengan alasan tantangan global dan struktural.
Dalam prospek kuartal dua 2025 juga terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi karena ketegangan perdagangan, pergeseran kebijakan AS, kerapuhan ekonomi domestik, dan terbatasnya ruang fiskal.
SCB EIC memperingatkan, "Adanya risiko yang dapat menyeret ekonomi Thailand ke dalam resesi teknis pada paruh kedua tahun ini."
"Sektor pariwisata, yang dulunya merupakan pendorong utama pertumbuhan, mulai kehilangan momentum, sementara ekspor dan investasi swasta tetap lesu karena ketidakpastian yang terus berlanjut dalam kebijakan perdagangan global," menurut SCB EIC yang dikutip pada Minggu (29/6/2025).
Selain itu, SCB EIC menilai konsumsi swasta juga melambat tajam, yang mencerminkan kerapuhan dalam lapangan kerja dan pendapatan di bawah kondisi keuangan yang ketat. Pertumbuhan kredit rumah tangga tetap lemah, dan kualitas utang tetap menjadi perhatian, yang melemahkan kepercayaan konsumen dan bisnis.
Resesi Kedua Thailand dalam Lima Tahun Terakhir
Jika benar terjadi resesi teknikal, ini merupakan pertama kali sejak lima tahun silam. Tepatnya pada saat pandemi Covid 2020. Saat itu Thailand tidak hanya dihantam resesi teknikal, tapi resesi ekonomi.
Resesi teknikal Thailand terjadi pada kuartal pertama 2020. Saat itu ekonomi Thailand tumbuh negatif 2,1% yoy. Ini merupakan perlambatan pertumbuhan ekonomi untuk kedua kali dalam dua kuartal beruntun. Pada kuartal sebelumnya ekonomi Thailand melambat menjadi 1,2% pada kuartal 4 2025 dari sebelumnya 2,5% yoy.
Sebelumnya, ekonomi Thailand mengalami resesi teknikal pada kuartal pertama 2009 atau saat terjadi krisis moneter dunia. Sama seperti Covid, resesi teknikal kemudian diikuti dengan resesi ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi negatif selama empat kuartal beruntun.
Saat itu, ekonomi Thailand negatif 2% yoy, melambat dibandingkan kuartal empat 2008 yakni tumbuh 2,2% yoy yang lebih lambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 3,5% yoy.
Sepuluh tahun sebelumnya, ekonomi Thailand juga dihantam resesi hebat. Pada saat itu ekonomi Thailand negatif selama tujuh kuartal beruntun sejak kuartal dua 1997 hingga kuartal empat 1998. Paling parah ekonomi Thailand terjun negatif 12,5% yoy.
Saat itu terjadi krisis keuangan Asia yang membuat nilai tukar baht anjlok tajam terhadap dolar, yang menyebabkan kebangkrutan dan pengangguran. IMF pun harus turun tangan untuk mengatasi kekacauan ekonomi Thailand.
![]() Ekonomi Thailand |
