
Mengenal Kayu Ular, Harta Karun Terpendam RI Jadi Buruan Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanah Papua adalah tanah emas. Semua yang ada di bumi Papua, baik di dalam maupun di atasnya sangat berharga. Namun tidak banyak tahu, kalau Papua menyimpan harta karun yang berupa tanaman.
Kayu Ular atau yang secara ilmiah dikenal sebagai Strychnos ligustrina adalah satu tanaman obat paling berharga di dunia yang dimiliki Indonesia. Tanaman Kayu Ular memiliki khasiat yang mujarab sebagai penawar alami berbagai penyakit.
Kayu Ular sudah kesohor dan diincar oleh pasar herbal di antero negara belahan dunia. Mulai dari ASEAN, Timur Tengah, Eropa, hingga Afrika memburu Kayu Ular Papua.
Tanaman ini tumbuh liar di hutan tropis, terutama pada dataran rendah dengan ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kayu ular dikenal tangguh dapat hidup di tanah tandus, daerah berbatu, bahkan di pesisir.
Dengan tinggi mencapai 15 meter dan daun oval berpasangan, tanaman ini termasuk pohon semak berkayu yang tahan banting namun menyimpan nilai ekonomi tinggi.
Fun fact-nya, nama "kayu ular" bukan karena pohon ini beracun atau tempat ular bersarang, tapi karena diyakini mampu menetralisir racun gigitan ular dan serangga itulah sebabnya masyarakat lokal sering menjadikan kayu ini sebagai first aid herbal saat berada di hutan.
Apa fungsi Kayu Ular?
Masyarakat Papua secara turun temurun menggunakan kayu ular untuk mengatasi penyakit malaria, diabetes, tekanan darah tinggi, asma, bahkan infeksi kulit dan eksim.
Biasanya,bagian kulit batangnya direbus dan diminum seperti teh, meskipun rasa pahitnya cukup kuat. Kandungan zat aktif seperti alkaloid, flavonoid, dan saponin memberi efek farmakologis sebagai anti inflamasi, anti mikroba, hingga antioksidan alami.
Beberapa studi ilmiah telah memperkuat klaim manfaat kayu ular secara empiris. Penelitian dari Journal of Ethnopharmacology dan Phytomedicine menyebut bahwa ekstrak kayu ular mampu menekan aktivitas bakteri seperti E. coli dan Staphylococcus Aureus.
Tak hanya itu, senyawa aktif dalam tanaman ini juga terbukti memiliki efek antikanker, antidiabetes, dan memperkuat sistem imun. Ini menjadikan kayu ular sangat potensial sebagai bahan dasar fitofarmaka dan suplemen herbal.
Namun hingga kini, kayu ular belum dikelola secara komersial dalam skala besar. Produksi dan pengumpulannya masih bersifat tradisional, bergantung pada masyarakat lokal yang mengenali lokasi tumbuhnya di dalam hutan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang: jika dibudidayakan secara terarah, kayu ular berpotensi menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia di sektor herbal.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)