
Negara-Negara Kaya dengan Warga Tergemuk dan Teramping

Jakarta, CNBCÂ Indonesia- Di dunia, keberlimpahan tak selalu berarti kesehatan. Di satu sisi, ada negara-negara makmur dengan pusat perbelanjaan mewah dan kulkas yang selalu penuh. Di sisi lain, negara makmur lain justru tampil bugar, langsing, dan sehat.
Data dari Global Obesity Observatory menunjukkan jurang mencolok antara negara terkaya dan memiliki banyak warga gemuk dan negara kaya namun banyak warganya tetap ramping dan hal ini bukan soal ekonomi, tapi pola hidup.
Kuwait menempati posisi puncak sebagai negara dengan warga yang memiliki tingkat obesitas paling tinggi di antara negara-negara berpenghasilan tinggi, dengan prevalensi obesitas dewasa mencapai 45%. Disusul Qatar (44%), Amerika Serikat dan Arab Saudi (43%), serta Puerto Rico (42%).
Negara-negara dari kawasan Timur Tengah dan Amerika menonjol sebagai hotspot obesitas global. Bahkan Romania, satu-satunya wakil Eropa, masuk dalam 10 besar negara dengan banyak warga gemuk, dengan tingkat obesitas 35%. Di kawasan Asia Pasifik, Selandia Baru memimpin dengan angka 34%.
Tingginya tingkat obesitas ini dipicu oleh kombinasi dua hal utama yaitu konsumsi makanan ultra-proses tinggi kalori dan rendah gizi, serta gaya hidup yang minim aktivitas fisik. Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, budaya sedentari, dan minimnya fasilitas ramah pejalan kaki turut memperparah situasi. Di negara-negara ini, kenyamanan sering kali dibayar mahal dengan risiko penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan kanker.
Namun cerita berbeda datang dari Timur Jauh. Jepang mencatatkan tingkat obesitas terendah hanya 6%, diikuti Korea Selatan (7%), Prancis (10%), Taiwan (11%), dan Swiss (13%). Negara-negara ini dikenal dengan pola makan yang lebih seimbang, konsumsi makanan segar yang tinggi, budaya makan perlahan, serta sistem transportasi publik yang efisien-mendorong masyarakat berjalan kaki atau bersepeda setiap hari. Bahkan di Singapura dan Denmark, angka obesitas hanya 14%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kekayaan negara tidak otomatis mencerminkan derajat kesehatan penduduknya. Perbedaan ini lebih dipengaruhi oleh budaya makan, desain kota, serta kesadaran kolektif terhadap kesehatan. Negara-negara yang paling fit justru mampu menjaga keseimbangan di tengah kemudahan hidup modern sebuah sinyal bahwa kemajuan tidak harus dibarengi dengan lingkar pinggang yang membesar.
Kesimpulannya, kesenjangan obesitas antar negara maju bukan hanya masalah statistik, tapi juga cermin dari keberhasilan atau kegagalan sistem sosial dan kultural dalam menjaga kesehatan warganya. Saat dunia makin global dan urban, pertanyaannya bukan lagi "apakah kita mampu membeli makanan sehat", tapi "apakah kita masih memilih hidup sehat".
CNBCÂ Indonesia Research
(emb)