
10 Tradisi 1 Muharram di Indonesia, Ada Sekaten - Manten Lurah

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun Baru Islam yang jatuh pada 1 Muharram, atau yang dikenal juga sebagai 1 Suro dalam kalender Jawa, dirayakan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai tradisi yang penuh makna spiritual, budaya, dan sosial.
Setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri dalam menyambut datangnya tahun baru Hijriah ini, mulai dari ritual religius hingga acara yang lebih bersifat kebudayaan lokal.
Berikut ada 10 tradisi yang dilakukan setiap 1 Muharram di berbagai wilayah di Indonesia :
1. Pawai Obor
Tradisi ini mungkin menjadi yang paling dikenal luas dan merata di berbagai wilayah Indonesia. Menjelang malam 1 Muharram, masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, turut serta dalam pawai keliling kampung sambil membawa obor.
Mereka berjalan bersama, melantunkan sholawat, takbir, dan doa sebagai bentuk syiar Islam sekaligus menyambut datangnya tahun baru Hijriah. Obor yang menyala melambangkan semangat hijrah, harapan baru, dan cahaya dalam memasuki kehidupan yang lebih baik.
![]() Sekelompok warga melakukak pawai obor malam takbiran untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah di kawasan Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa, (9/4/2024). (CNBC Idonesia/Muhammad Sabki) |
2. Sekaten (Yogyakarta & Surakarta)
Sekaten seringkali identik dengan peringatan Maulid Nabi, tetapi tradisi ini punya akar spiritual dan budaya yang mirip dengan suasana 1 Muharram.
Digelar di Keraton Yogyakarta dan Surakarta, Sekaten mencakup pawai gamelan pusaka, pasar malam rakyat, dan puncaknya Grebeg Maulud di mana Gunungan, tumpeng raksasa berisi hasil bumi, diarak dan diperebutkan masyarakat. Tradisi ini merupakan bentuk dakwah Islam lewat budaya, diwariskan sejak masa Walisongo.
3. Sedekah Gunung Merapi
Warga yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, terutama di Desa Lencoh, Boyolali, mengadakan tradisi sedekah gunung. Mereka membawa sesaji seperti kepala kerbau dan hasil bumi ke puncak gunung sebagai wujud rasa syukur dan permohonan keselamatan dari ancaman bencana alam. Tradisi ini juga menjadi refleksi hubungan harmonis antara manusia dan alam, yang dijaga melalui ritual warisan leluhur yang sakral.
4. Tapa Bisu
Salah satu tradisi yang paling unik dan penuh makna adalah Tapa Bisu, yang dilakukan oleh abdi dalem dan masyarakat Yogyakarta setiap malam 1 Suro. Dalam ritual ini, peserta berjalan kaki mengelilingi Benteng Keraton (Benteng Baluwarti) sejauh sekitar 7 km tanpa berbicara sepatah kata pun. Larangan bicara melambangkan pengendalian diri dan kontemplasi. Tapa Bisu bukan sekadar jalan malam, tapi bentuk meditasi sosial dan spiritual, serta momen untuk berdoa dalam diam kepada Sang Pencipta.
5. Ngadulag (Lomba Tabuh Bedug)
Di wilayah Sunda, khususnya Sukabumi, perayaan tahun baru Islam diwarnai dengan lomba tabuh bedug atau dikenal sebagai "Ngadulag." Bedug ditabuh dengan semangat, bahkan sering dibuat perlombaan antar kelompok. Tradisi ini tidak hanya menjadi hiburan rakyat, tetapi juga simbol pemanggilan spiritual, mengingatkan bahwa pergantian tahun adalah momen untuk mendekatkan diri kepada Allah.
6. Bubur Suro
Di daerah Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah, 1 Suro dirayakan dengan membuat bubur suro yang terdiri dari bubur putih dan merah. Bubur ini dimasak bersama-sama dan dibagikan kepada tetangga atau disantap bersama di masjid. Warna merah-putihnya melambangkan keseimbangan antara duka dan suka dalam hidup. Tradisi ini juga menjadi sarana untuk bersedekah dan mempererat hubungan antarwarga, sekaligus sebagai harapan agar tahun yang baru membawa berkah dan keselamatan.
7. Ziarah Gunung Tidar
Di Magelang, masyarakat mendaki Gunung Tidar pada malam tahun baru Islam untuk berziarah ke makam para tokoh spiritual seperti Syekh Subakir, Kiai Sepanjang, dan Kiai Semar. Tradisi ini bertujuan untuk memohon keberkahan, keselamatan, dan perlindungan. Ziarah ini juga menjadi sarana mempererat nilai spiritual sekaligus napak tilas terhadap sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa.
8. Tradisi Tabuik atau Tabut
Di Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu, masyarakat memperingati peristiwa Karbala dengan ritual Tabuik atau Tabut. Dimulai sejak 1 Muharram dan mencapai puncaknya pada 10 Muharram (hari Asyura), dua buah Tabuik, keranda besar yang dibuat dari bambu dan rotan, diarak lalu dilarung ke laut. Ini merupakan bentuk penghormatan atas gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain, dan menjadi simbol perlawanan terhadap kezaliman serta semangat pengorbanan.
9. Tradisi Nganggung
Di Bangka, khususnya Pangkalpinang, warga melaksanakan tradisi Nganggung, yaitu membawa dulang berisi makanan ke masjid dan memakannya bersama-sama. Tradisi ini menumbuhkan rasa persaudaraan, mempererat silaturahmi, dan menjadi wujud syukur kolektif atas segala nikmat dan rezeki yang telah diterima selama setahun. Tradisi ini juga menguatkan solidaritas antarwarga lintas usia dan status sosial.
10. Suran Manten Desa Traji (Temanggung)
Desa Traji di Kecamatan Parakan, Temanggung, punya tradisi unik bernama Suran Manten. Dalam tradisi ini, kepala desa dan istrinya dirias seperti pengantin, lalu diarak keliling desa hingga ke sumber-sumber mata air keramat. Ritual ini merupakan bentuk simbolik pemimpin desa memohon berkah dan keselamatan untuk seluruh warga, sekaligus penghormatan terhadap alam yang telah memberikan kehidupan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
