Pertaruhan Kredibilitas Firma Pertahanan Indonesia

Alman Helvas Ali, CNBC Indonesia
07 October 2025 12:28
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi Country Representative Indonesia untuk Jane’s Aerospace, Defense & Security pada tahun 2012-2017. Sebagai konsultan.. Selengkapnya
Pindad Maung Garuda. (Ist Pindad)
Foto: Pindad Maung Garuda. (Dokumentasi PT Pindad)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Sejak dasawarsa silam, pemerintah Indonesia telah mendorong industri pertahanan nasional, termasuk perseroan milik negara, untuk melakukan ekspansi ke pasar internasional. Perluasan pasar ke luar negeri bukan saja untuk mengurangi ketergantungan firma pertahanan pada pasar domestik di saat pesanan pemerintah tidak memenuhi skala ekonomi, tetapi pula untuk mengukur daya saing perusahaan Indonesia di pasar global.

Mengacu pada data 10 tahun terakhir, tidak banyak jenis produk pertahanan milik BUMN yang diekspor ke luar negeri, begitu pula pesanan dari konsumen asing tidak datang dalam jumlah yang besar sekaligus berkesinambungan. Terdapat sejumlah penjelasan mengapa hal demikian terjadi, di antaranya karena persaingan produk, pembiayaan ekspor maupun kapasitas produksi yang mempengaruhi jadwal penyerahan produk.

Selain mendorong perusahaan pertahanan BUMN untuk melaksanakan ekspansi pasar ke luar negeri, pemerintah merangsang firma pertahanan asing untuk masuk ke pasar Indonesia dalam bentuk kerjasama industri dengan perseroan lokal. Dengan kata lain, pemerintah menghendaki perusahaan pertahanan luar negeri tidak saja memperlakukan Indonesia sebagai pasar, akan tetapi juga sebagai mitra dalam pengembangan produk-produk pertahanan.

Ajakan pemerintah untuk melakukan kerjasama industri di Indonesia sudah disambut oleh salah satu Original Equipment Manufacturer (OEM) melalui pendirian sebuah perusahaan patungan (joint venture) dengan sebuah firma pertahanan milik negara. Lewat kerjasama industri seperti perusahaan patungan, diharapkan perseroan pertahanan dalam negeri dapat belajar melalui transfer pengetahuan maupun menjadi rantai suplai global OEM asing.

Saat ini sebuah firma pertahanan milik negara sedang menghadapi tantangan dalam penyelesaian kontrak pesanan yang berasal dari pasar internasional. Keterlambatan penyerahan kepada pemesan sesuai kontrak sudah terjadi dan boleh jadi akan kembali terjadi dalam beberapa tahun ke depan apabila sejumlah permasalahan mendasar tidak pernah diselesaikan.

Permasalahan fundamental yang dimaksud mencakup kapasitas keuangan (termasuk cashflow), manajemen program, fasilitas produksi, sumber daya manusia dan kepemimpinan. Beberapa kali pergantian kepemimpinan di perusahaan tersebut yang dilaksanakan oleh (saat itu) Kementerian BUMN sejak lebih dari 10 tahun lalu tidak mampu memberikan penyelesaian terhadap permasalahan mendasar yang telah disebutkan.

Sementara itu, firma pertahanan BUMN lainnya hendak melakukan terminasi kontrak dengan mitra asing ketika Kementerian Pertahanan sejak beberapa bulan lalu sudah menyiapkan dana Rupiah Murni Pendamping agar kontrak dapat segera diaktivasi. Upaya melaksanakan pengakhiran kontrak bukan disebabkan oleh mitra luar negeri yang tidak memenuhi kesepakatan, namun karena faktor-faktor internal di perusahaan milik negara tersebut.

Upaya agar mitra asing sepakat mengenai pengakhiran kontrak yang telah ditandatangani dua tahun lalu diduga disebabkan oleh faktor finansial yang harus ditanggung oleh perseroan itu terkait dengan sejumlah kontrak dengan Kementerian Pertahanan. Mirip dengan kasus pertama, permasalahan yang melingkupi kasus kedua mempunyai kaitan dengan manajemen program dan kapasitas keuangan, termasuk cashflow.

Bertolak dari dua kasus yang berbeda tersebut, terdapat sejumlah kesamaan masalah yang dihadapi oleh firma-firma pertahanan milik negara ketika melaksanakan kontrak dengan sejumlah pihak. Mungkin masalah yang dihadapi akan lebih ringan dan memiliki resiko yang tidak besar bila kontrak yang menjadi perhatian berasal dari dalam negeri, namun akan menjadi masalah besar berikut resiko yang besar pula jika kontrak yang menjadi perhatian terkait dengan pihak asing.

Yang dimaksud dengan pihak asing bukan semata pembeli, tetapi mencakup juga OEM yang menjadi mitra kerja sama industri perusahaan BUMN. Konsumen asing dibutuhkan guna membuat industri pertahanan Indonesia bukan jago kandang, sedangkan OEM diperlukan agar perseroan-perseroan pertahanan negeri ini dapat belajar dari pihak yang lebih maju dan berpengalaman dalam konstelasi industri pertahanan global.

Salah satu hal yang dipertaruhkan saat menjalin kemitraan dengan pihak luar negeri, baik dalam bentuk jual beli maupun kerjasama industri, adalah kredibilitas perusahaan pertahanan Indonesia. Kredibilitas yang dipertaruhkan bisa mencakup tertutupnya peluang untuk memperluas pasar internasional di masa depan, dapat pula keengganan OEM asing guna melaksanakan kerja sama industri dengan perusahaan pertahanan Indonesia di waktu yang akan datang.

Isu kredibilitas terjadi di saat pemerintah mendorong agar beberapa firma pertahanan nasional menjadi pemain pasar global dan di masa yang sama mendorong OEM asing merangkai kemitraan industri dengan perusahaan pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan Kementerian Pertahanan akan beragam sistem senjata berteknologi maju.

Bagaimanapun, upaya memajukan industri pertahanan Indonesia masih memerlukan uluran tangan asing, dalam bentuk keterbukaan pasar asing terhadap beberapa produk Indonesia dan bantuan asing guna meningkatkan kapasitas penguasaan teknologi.

Upaya memperbaiki kredibilitas firma pertahanan milik negara tidak mudah sebab hal demikian memerlukan perbaikan komprehensif yang mencakup semua aspek yang terkait dengan kinerja perusahaan. Program revitalisasi industri pertahanan yang dilaksanakan di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mampu memperbaiki sejumlah permasalahan fundamental pada perusahaan-perusahaan milik negara.

Kucuran dana Pernyertaan Modal Negara (PMN) secara berulang kali tidak mampu mendongkrak secara signifikan kinerja sejumlah perseroan, bahkan tidak sedikit firma BUMN pertahanan yang mempunyai kesulitan cashflow secara terus menerus. Kini menjadi pertanyaan bagaimana nasib perusahaan pertahanan milik negara ketika PMN telah dihapuskan seiring konsolidasi hampir semua BUMN di bawah Danantara Indonesia.

Lalu bagaimana langkah ke depan untuk menjaga kredibilitas perusahaan pertahanan nasional di mata mitra-mitra internasional? Solusi jangka panjang yang tersedia ialah langkah pemerintah membenahi firma-firma pertahanan BUMN secara komprehensif dan bukan parsial seperti yang selama ini dilakukan.

Pembenahan secara komprehensif memerlukan kajian mendalam untuk memetakan permasalahan mendasar yang dihadapi oleh setiap perusahaan, walaupun permasalahan mendasar setiap firma pertahanan milik negara mirip. Sebagaimana pernah ditulis sebelumnya, permasalahan fundamental yang bak lingkaran setan bagi industri pertahanan BUMN ialah masalah keuangan, fasilitas produksi dan sumberdaya manusia.

Di samping ketiga permasalahan mendasar tersebut, perlu dikaji lebih lanjut model sosok kepemimpinan seperti apa yang tepat untuk manajemen puncak firma-firma pertahanan BUMN. Apakah mengandalkan pada orang yang tidak pernah terlibat dalam pengelolaan bisnis sama sekali? Ataukah mengambil figur yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis yang kompetitif walaupun bukan di sektor pertahanan?

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa mengelola perusahaan BUMN tidak mudah sebab terikat dengan Undang-undang tentang BUMN, Undang-undang tentang Perseroan, Undang-undang Keuangan Negara, Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi dan lain-lain.


(miq/miq)