Menanti Kelanjutan Program Jet Tempur KF-21

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Pada 24 September 2025, Menteri Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan Seok Jong Gun telah mengirimkan surat undangan kepada Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal M. Tonny Harjono untuk mengunjungi pameran pertahanan ADEX 2025 dan terbang di kursi belakang KF-21. Program KF-21 adalah tanggungjawab DAPA sehingga lumrah bila orang nomor satu di institusi itu yang memberikan undangan kepada orang tertinggi di TNI Angkatan Udara.
Undangan demikian juga hal yang sangat wajar mengingat Indonesia merupakan mitra Korea Selatan dalam program KF-21, walaupun akan menjadi Kepala Staf Angkatan Udara asing ketiga yang akan terbang dengan jet tempur bermesin ganda itu. Bagaimanapun, TNI Angkatan Udara diharapkan akan menjadi pengguna asing pertama pesawat tempur generasi 4.5 tersebut sebab bahwa Indonesia turut serta dalam program Engineering, Manufacturing and Development (EMD) tahap pertama.
Mengingat sentralisasi pengambilan keputusan pengadaan sistem senjata saat ini dipusatkan di Istana Merdeka, keputusan akuisisi KF-21 akan ditentukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Undangan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung kepada Prabowo guna menghadiri KTT APEC pada akhir Oktober 2025 di Gyeongju diduga kuat akan dimanfaatkan pula oleh Korea Selatan untuk mendapatkan komitmen pembelian KF-21 dari orang nomor satu di Indonesia.
Suatu hal yang lumrah bila Korea Selatan terus mendorong Indonesia terkait pengadaan KF-21 mengingat bahwa sebelumnya ada Memorandum of Understanding (MoU) bagi impor 48 unit penempur itu. Pada dasarnya MoU tersebut bukan merupakan kontrak pengadaan, sehingga dibutuhkan kesepakatan Indonesia dan Korea Selatan untuk melakukan transformasi MoU menjadi kontrak pembelian.
Mendapatkan komitmen Indonesia untuk akuisisi KF-21 tercatat sebagai agenda strategis Korea Selatan saat ini dalam hubungan kedua negara. Sementara bagi Indonesia, agenda strategis terkait KF-21 ialah mendapatkan satu purwarupa KF-21 berkursi tunggal pada tahun depan.
Boleh jadi soal pembelian KF-21 oleh Indonesia dan pengalihan prototipe KF-21 oleh Korea Selatan merupakan quid pro quo bagi kedua belah pihak. Sangat masuk akal bila Korea Selatan mengharapkan Indonesia menjadi operator KF-21, sedangkan Indonesia memiliki keinginan mendapatkan transfer purwarupa jet tempur itu sebab telah mendanai program KF-21.
Pengalihan satu prototipe penempur generasi 4.5 dari Korea Selatan kepada Indonesia merupakan sebuah keniscayaan sepanjang sejumlah isu teknis dapat disepakati oleh kedua negara. Sebagaimana diketahui, pemindahan satu purwarupa KF-21 merupakan bagian dari kesepakatan awal kedua negara pada dekade silam.
Hanya saja rencana transfer demikian terganggu karena tunggakan pembayaran cost-share oleh Indonesia selama bertahun-tahun, sebelum pada akhirnya Indonesia dan Korea Selatan sepakat penurunan besaran cost-share Indonesia dari KRW1,7 triliun (20 persen) menjadi KRW600 milyar (tujuh persen). Menyangkut rencana pengiriman satu purwarupa KF-21 ke Indonesia, terdapat beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, keamanan teknologi pertahanan. Isu keamanan teknologi pertahanan masih menjadi tantangan bagi sejumlah negara untuk melakukan transfer teknologi maupun transfer sistem senjata berteknologi maju ke Indonesia, sebab negeri ini tidak mempunyai rezim keamanan teknologi pertahanan yang kuat.
Terdapat beragam teknologi maju elektronika dan nonelektronika yang dikandung KF-21 dengan sumber bukan saja dari Korea Selatan, tetapi juga berasal dari negara lain seperti Amerika Serikat, yang dipandang Korea Selatan wajib dijaga keamanannya. Masih menjadi pertanyaan bagaimana Indonesia memberikan perlakuan kepada purwarupa KF-21 bila penempur tersebut dialihkan ke Indonesia.
Misalnya, bagaimana sistem keamanan hangar yang menyimpan prototipe KF-21? Siapa yang berhak memberikan izin berkunjung ke hangar tersebut dan siapa saja yang dapat diizinkan masuk ke sana?
Barang apa yang boleh dan atau tidak boleh dibawa masuk ke dalam hangar selama lawatan? Penting untuk dipahami bahwa Korea Selatan tidak ingin terjadi kebocoran teknologi KF-21 lewat Indonesia sebab negara tersebut mencurigai ada pihak lain yang mengincar teknologi pesawat tempur generasi 4.5 itu.
Kedua, pemanfaatan purwarupa KF-21. Indonesia harus mampu meyakinkan Korea Selatan tentang penggunaan prototipe KF-21 setelah transfer dilaksanakan. Jangan sampai penempur tersebut lebih banyak tersimpan di hangar daripada menjalani uji terbang oleh penerbang uji Indonesia. Tidak elok juga bila purwarupa KF-21 diperlakukan layaknya barang pameran dan atau hanya terbang untuk kegiatan-kegiatan seremonial belaka.
Menyangkut hal tersebut, menjadi pertanyaan, yakni kegiatan uji terbang seperti apa yang akan dilakukan oleh Indonesia terhadap satu purwarupa KF-21? Apakah Indonesia, khususnya PT Dirgantara Indonesia, telah memiliki rencana program uji terbang untuk melakukan validasi berbagai parameter kinerja KF-21?
Fakta menunjukkan bahwa meskipun program KF-21 di Indonesia dipimpin oleh Kementerian Pertahanan, namun nyatanya beragam isu-isu teknis lebih dikendalikan oleh PT Dirgantara Indonesia karena alasan kapasitas teknis. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari tidak adanya Program Office di Kementerian Pertahanan yang mengatur segala hal terkait KF-21, baik aspek pendanaan, manajemen maupun teknis (engineering).
Andaikata Indonesia hendak mempunyai program uji terbang sendiri untuk satu prototipe KF-21 yang ditransfer dari Korea Selatan, salah satu hal yang hendaknya diperhatikan adalah isu pertama yaitu keamanan teknologi pertahanan. Data-data parameter kinerja KF-21 tidak bebas untuk diberikan kepada siapapun, namun hanya boleh dipegang oleh pihak Korea Selatan dan Indonesia.
Bukan hal yang aneh bila selalu ada pihak lain yang ingin mendapatkan data-data parameter kinerja suatu pesawat tempur secara ilegal, sebab data itu berguna bagi kepentingan engineering, kepentingan dagang maupun kepentingan pengembangan taktik pertempuran udara. Hal-hal demikian perlu dipahami oleh pihak-pihak terkait di Indonesia sebab merupakan fakta yang tidak dapat dibantah bahwa kesadaran akan keamanan teknologi pertahanan masih sangat rendah di negeri ini.
Mengingat bahwa setiap pesawat tempur memiliki siklus pemeliharaan dan perawatan sendiri, diprediksi peran teknisi dan insinyur KAI dalam pemeliharaan dan perawatan purwarupa KF-21 yang dialihkan ke Indonesia akan sangat signifikan.
Selama belum ada teknisi dan insinyur Indonesia yang mempunyai kualifikasi terkait pemeliharaan dan perawatan KF-21, maka kegiatan tersebut akan tergantung pada para ahli KAI. Alangkah baiknya jika Indonesia mempersiapkan diri untuk membangun kemampuan line maintenance dan base maintenance untuk KF-21 seandainya satu prototipe jadi diserahkan kepada Indonesia.