Sinergi Bank Sentral untuk Akselerasi Ekonomi Syariah Indonesia

Muhammad Trianda Kusuma, CNBC Indonesia
29 July 2025 05:40
Muhammad Trianda Kusuma
Muhammad Trianda Kusuma
Muhammad Trianda Kusuma merupakan Asisten Manajer Departemen Hukum Divisi Penasihat Hukum Makroprudensial dan Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia. Sebelum bergabung di Bank Indonesia, ia memiliki pengalaman sebagai associate di top tier law firm di I.. Selengkapnya
CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: Logo Bank Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Ekonomi syariah bukan sekedar berbicara mengenai boleh atau tidak bolehnya suatu transaksi, bukan juga hanya ekonomi eksklusif bagi suatu golongan. Ekonomi syariah dibentuk untuk mencapai keseimbangan antara kesejahteraan ekonomi materiil dengan kebahagiaan moral. Ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang menerapkan ajaran-ajaran yang berada dalam Alquran maupun hadis atau kaidah islam.

Tahun 2025, Indonesia kembali mendapat berita baik dengan pencapaiannya dalam laporan State of the Global Islamic (SGIE) Report 2024/2025 dengan mempertahankan posisi ketiga dunia dengan skor Global Islamic Economy Indicator. Tidak hanya itu, kinerja sektor halal value chain Indonesia 2024 tumbuh positif dengan didukung net ekspor makanan-minuman sebesar US$41,9 miliar dan fesyen halal sebesar US$8,28 miliar.

Meskipun tahun 2025 menjadi tahun ketidakpastian global yang penuh tantangan, industri keuangan syariah terus menunjukkan taringnya dengan pertumbuhan yang solid. Mengutip Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), per kuartal I 2025, market share keuangan syariah nasional mencapai 25,1% dengan total aset kurang lebih Rp9.500 triliun.

Peningkatan literasi ekonomi syariah Indonesia juga selalu mengalami kenaikan berdasarkan Indeks Literasi Ekonomi Syariah dimana pada tahun 2022 mencapai 23,3%, 2023 mencapai 28,01%, dan 2024 mencapai 42,84% atau dengan kata lain sudah well literate.

Belajar dari Negara Tetangga
Meskipun pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia membuahkan hasil positif serta literasi ekonomi syariah selalu meningkat, namun Indonesia perlu belajar dari negara tetangga, yaitu Malaysia, dalam pengembangan ekonomi syariah, terutama dalam sistem keuangan syariah.

Secara historis, transaksi berbasis syariah islam sendiri telah dipraktikkan di Malaysia sejak awal abad ke-16. Sedangkan, di Indonesia sendiri perkembangan ekonomi syariah dimulai sejak 1991 dengan lahirnya bank syariah pertama, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991.

Jika ditinjau dari aset perbankan antara Malaysia dan Indonesia, aset perbankan syariah Malaysia lebih besar dibanding perbankan di Indonesia. Sebagai contoh komparasi yaitu Maybank Islamic, bank syariah terbesar di Malaysia memiliki aset senilai USD$81 miliar. Berbanding terbalik dengan Bank Syariah Indonesia yang saat ini memiliki aset senilai USD$ 25 miliar.

Uniknya, secara demografis penduduk muslim Indonesia pada tahun 2024 mencapai 87,2% dari 229,62 juta jiwa berdasarkan data dari BPS. Sedangkan, penduduk muslim Malaysia diperkirakan hanya sekitar 22,4 juta yang merupakan 65% dari total populasi negara tersebut.

Hal ini menunjukkan, di negara Malaysia, ekonomi syariah tidak hanya diperuntukkan untuk umat muslim saja melainkan terbuka untuk seluruh golongan. Sedangkan jika di Indonesia, berdasarkan data yang diberikan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia, dari 180 juta penduduk muslim, baru 30,27 juta saja yang menjadi nasabah bank syariah pada 2021.

Hal ini menunjukkan perlu ada upaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia, terutama dalam system keuangan syariah. Bahkan, dorongan diperlukan tidak terbatas pada masyarakat muslim saja melainkan seluruhnya.

Peran Bank Sentral dalam Ekonomi Syariah
Salah satu upaya dalam mengembangkan ekonomi syariah di Negara Malaysia adalah kebijakan bank sentralnya yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah negaranya. Di Indonesia, Bank Indonesia kerap kali melakukan upaya penguatan industri syariah melalui sektor prioritas.

Penguatan pengembangan ekosistem halal food dilakukan melalui dukungan penguatan dan perluasan model usaha di pondok pesantren, penguatan dukungan jaminan produk halal, dan pengembangan ekosistem produk halal. Adapun di modest fashion dilakukan melalui penguatan branding dan promosi Indonesia International Modest Fashion Festival (IN2MF).

Dari sisi penguatan keuangan syariah, BI juga melakukan pengembangan instrumen operasi moneter syariah pasar uang dan pasar valas syariah serta penguatan regulasi instrumen surat berharga syariah. Dalam konteks penguatan literasi, inklusi, dan halal lifestyle, BI juga melakukan pengembangan strategi literasi ekonomi dan keuangan syariah bersama KNEKS.

Peran BI dalam mendukung ekonomi syariah sangat penting, namun tetap terbatas pada aspek makroekonomi. Penguatan regulasi, instrumen pasar keuangan syariah, serta dukungan terhadap sektor prioritas seperti halal food dan modest fashion adalah langkah strategis. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi syariah tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan bank sentral.

Yang jauh lebih mendasar adalah peningkatan literasi masyarakat. Pemahaman terhadap prinsip, instrumen, dan nilai ekonomi syariah menjadi kunci dalam membangun ekosistem yang kuat. Dukungan kebijakan perlu diimbangi dengan kesadaran publik agar ekonomi syariah benar-benar tumbuh dari kebutuhan dan pemahaman umat, bukan sekadar program sektoral.


(miq/miq)