Menjaga Stabilitas Politik Beras

Riyono, CNBC Indonesia
18 July 2025 05:10
Riyono
Riyono
Riyono merupakan anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS yang berfokus pada isu pangan, pertanian, dan kelautan. Selain itu, Riyono juga mengembang amanah sebagai Ketua Dewan Pembina Rumah Petani Nelayan Nusantara, berperan aktif memperjuangkan kesejahter.. Selengkapnya
Pekerja menata beras di toko eceran beras di Kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Selasa (14/1/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja menata beras di toko eceran beras di Menteng Pulo, Jakarta, Selasa (14/1/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Kasus beras oplosan mencuat di tengah harga beras yang masih tetap tinggi di masyarakat. Langkah Satgas Pangan melakukan investigasi beras premium akhirnya menemukan kecurangan kualitas beras yang membuat gempar di mana ada potensi kerugian kualitas hampir Rp 100 triliun.



Di tengah panen dan cadangan pangan tinggi, ada instabilitas harga pangan di konsumen, kenapa ini bisa terjadi? Beras sebagai komoditas ekonomi dan politik harus aman semua. Negara harus memastikan keseimbangannya.

Beras Dikuasai Negara
Berdasarkan catatan sejarah, per tahun 2011 di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah impor beras 2,7 juta ton. Gandum bisa 10 juta ton.

Semua aman dan tanpa gejolak harga di petani atau pasar. Kenapa? Karena kondisi harga beras dan gabah di level petani masih cukup menguntungkan. Inilah kuncinya.

Kondisi saat ini agak anomali karena harga beras mahal dan harga gabah bagus, teorinya harga gabah dan beras sama-sama bagus. Tapi karena daya beli menurun dan pertumbuhan ekonomi lambat akhirnya harga menjadi mahal sampai level masyarakat luas.

Beras harus dikuasai oleh negara untuk menjaga stabilitas di level cadangan dan harga di pasar rakyat. Beredarnya beras oplosan karena 90% beras saat ini ditentukan dan dikuasai oleh swasta murni, pengusaha hanya berpikir keuntungan semata.

Ini tidak boleh terjadi. Tujuan penguasaan beras oleh negara bukan monopoli tetapi karena beras produk strategis yang rawan akan penyimpangan seperti dioplos sehingga merugikan rakyat.

Bagaimana cara negara menguasai beras? Pertama, sisi pengadaan sudah dilakukan Bulog untuk cadangan pangan. Jika sudah cukup maka kemampuan serap harus ditingkatkan oleh pemerintah pusat sampai kabupaten kota.

Perlunya gudang beras dimiliki oleh pemerintah daerah. Apakah bisa? Bisa. Melalui BUMN dan BUMD bisa dilakukan dengan keberanian memulainya. Targetnya serapan beras bisa di angka 20%-50% dari kebutuhan di daerah. APBD harus menyiapkan sebagaimana dana pendidikan dan kesehatan. Politik anggaran harus jalan.

Kedua, penetapan HET harus tetap dilakukan secara berkala, setiap tiga bulan sekali harus dievaluasi untuk mengetahui perkembangan pasar global dan nasional. HET berkala untuk antisipasi kenaikan dan penurunan harga akibat faktor internal atau eksternal.

HET sebagai instrumen negara harus dijaga dan diawasi secara ketat agar tidak menimbulkan gejolak di pasar apalagi di rakyat. Keberadaan HET akan mengontrol semua harga di pasar tradisional dan modern.

Ketiga, pengawasan oleh pemerintah pusat sampai daerah. Untuk memastikan harga terkontrol maka pengusaha beras harus terdaftar di pemda sampai pusat. Setiap pekan diminta laporan perkembangan produksi dan penjualan serta harga di pasar, ini memang agak ribet tetapi akan menjadi instrumen efektif bagi pengawasan.

Dengan tiga instrumen di atas maka keberadaan beras akan betul-betul dapat dijaga oleh negara. Adanya gudang beras milik pemda memastikan penyerapan dan harga di level petani terjaga, HET menjaga spekulan beras bermain curang, pengawasan berjenjang memastikan swasta terkontrol bisnisnya agar tidak merugikan rakyat.

Penguatan Petani
Negara maju tidak memiliki cadangan beras dalam jumlah besar. Kenapa? Mereka memiliki alat kontrol yang kuat terhadap hulu sampai hilir sektor pertanian.

Harga sampai pasar mereka kontrol agar tetap dalam jangkauan negara, termasuk swasta tidak boleh monopoli pertanian. Subsidi dan penguatan asosiasi ataupun gapoktan menjadi alat kontrolnya. Jepang kuat koperasi petani, subsidi, dan asuransi bagi petani juga maksimal dilakukan.

Ada garansi negara saat panen ataupun paceklik. Amerika Serikat juga kuat subsidi APBN untuk pertaniannya, bahkan menjadi alat politik negosiasi dengan Indonesia soal tarif 32% menjadi 19%. Ini menggambarkan betapa kuatnya kontrol negara terhadap sektor pertanian.

Penguatan asosiasi dan kelembagaan petani harus dilakukan untuk menghindari praktek curang dan merugikan sektor pertanian. Keterlibatan poktan wajib juga diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Penguatan secara kelembagaan dengan keterlibatan program pemerintah, pembinaan SDM petani berkala, pemberian beasiswa kepada petani muda. Sebenarnya tidak sulit, asal pemerintah mau dan fokus maka petani akan sejahtera dalam periode lima tahun mendatang.

Menjaga stabilitas beras dalam konteks harga sampai level konsumen atau rakyat yang terjangkau adalah tanda keberhasilan negara hadir di meja makan rakyatnya. Rakyat akan senang karena tidak lapar, pengusaha juga senang karena ada kepastian usaha dan harga, bangsa sejahtera tujuannya.


(miq/miq)