Pemerintah Belum Terapkan Pajak Karbon, DEN Ungkap Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah belum juga mau menerapkan pajak karbon. Padahal instrumen ini dipercaya bakal meningkatkan perdagangan karbon, karena perusahaan bakal memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi dengan membeli kredit karbon.
Penerapan pajak karbon sempat ditunda dari rencananya 2021 lalu yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Sebabnya saat ini pemerintah masih menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.
Namun, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menjelaskan bahwa saat ini pemerintah masih fokus pada Nilai Ekonomi Karbon (NEK), atau harga yang dikenakan pada setiap emisi gas rumah kaca, agar Voluntary Carbon Market atau pembelian karbon yang bukan sebuah kewajiban ini bisa bergeliat lebih dulu.
"Supaya Voluntary Carbon Market bisa jalan. Kita udah bisa bicara Carbon Tax (Pajak Karbon), Emission Trading Scheme (ETS), complience (kepatuhan), memang instrumen lain," kata Mari Elka, usai Rapat Koordinasi Dewan Pengarah Pencapaian NDC dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Senin (8/12/2025).
Namun menurut Mari Elka, ini merupakan ranah dari Kementerian Keuangan yang akan membuat pertimbangan. Kendati demikian, tak menutup kemungkinan kebijakan ini dapat diterapkan.
"Tidak menutup kemungkinan itu (pajak karbon) di kemudian hari. Tapi kayanya kita mulai ETS dulu, karena perindustrian udah punya rencana melakukan ETS," katanya.
ETS yang dimaksud penetapan batas total emisi gas rumah kaca yang diperbolehkan pada sektor industri tertentu. Bagi perusahaan yang kelebihan emisi maka bisa membeli izin dari perusahaan lain.
Rencananya Kementerian Perindustrian akan mengeluarkan aturan terkait batas emisi ini.
Lebih lanjut menurut Mari Elka, saat ini pemerintah tengah mendorong penyelesaian Sistem Registri Unit Karbon (SRUK) akan dipercepat selesai pada Maret 2026. Adanya SRUK membuat standar pencatatan perdagangan dan penilaian karbon lebih jelas.
"Makanya SRUK-nya penting, karena kalau kita belum ada standar, ini intinya bagaimana ada interoperability dalam negeri dan interopewrability atau pengakuan di internasional. kalau nggak susah jalan penjualan karbon kita," kata Mari Elka.
Diketahui, SRUK merupakan sistem penyediaan dan pengelolaan data informasi terkait unit karbon pada tingkat penyelenggaraan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Setiap perdagangan karbon nantinya tercatat di SRUK.
(fab/fab)[Gambas:Video CNBC]