MARKET DATA
CNBC Insight

Nyaris Jadi Wakil Menteri, Orang Ini Ternyata Mata-Mata Israel

MFakhriansyah,  CNBC Indonesia
07 December 2025 17:00
Bendera Israel berkibar di puncak bukit dekat Garis Alfa yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel dari Suriah, di kota Majdal Shams, Jumat, 13 Desember 2024. (AP Photo/Matias Delacroix)
Foto: Bendera Israel berkibar di puncak bukit dekat Garis Alfa yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel dari Suriah, di kota Majdal Shams, Jumat, 13 Desember 2024. (AP/Matias Delacroix)

 

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

 

Jakarta, CNBC Indonesia - Kisah intelijen Israel Eli Cohen kembali mencuat karena perannya yang begitu dalam menyusup ke pusat kekuasaan Suriah hingga nyaris diangkat menjadi Wakil Menteri Pertahanan. Cohen, yang menggunakan identitas samaran Kamel Amin Thaabet, menjadi salah satu operasi intelijen paling berpengaruh dalam sejarah Mossad.

Cohen lahir dan besar di Mesir, lalu direkrut Mossad pada 1954. Ia kemudian dikirim ke Suriah dengan kedok pengusaha tekstil kaya raya. Untuk memperkuat penyamarannya, ia dibekali latar belakang fiktif sebagai pria Suriah yang pindah ke Argentina pada 1949 untuk membangun bisnis keluarga.

Menurut buku Our Man in Damascus karya Elie Cohn (1971), Cohen mulai masuk ke Suriah melalui Jenderal Amin al-Hafez, saat itu atase militer Suriah di Argentina. Kepadanya, Cohen mengaku ingin kembali ke tanah kelahiran dan membantu membangun Suriah yang kala itu dilanda korupsi.

"Al-Hafez percaya dia adalah pengusaha nasionalis yang ingin memulihkan kehormatan Suriah," tulis Cohn, dikutip Minggu (7/12/2025).

Kepercayaan itu membuka pintu lebar bagi Cohen. Ia diperkenalkan ke pejabat-pejabat tinggi dan elite militer. Namanya semakin melambung setelah ia aktif menggelar pesta yang kerap menjadi tempat bertukarnya informasi strategis.

Penulis Samantha Wilson dalam Israel (2011) mencatat bahwa kebiasaan elite Suriah berpesta menjadi celah penting bagi Cohen untuk mengumpulkan data penting tanpa dicurigai.

Pada 1963, al-Hafez naik menjadi presiden dan hubungan keduanya makin dekat. Cohen bahkan sering diajak mengunjungi lokasi-lokasi militer sensitif. Dari sana, ia mengumpulkan informasi detail mengenai pertahanan Suriah yang kemudian dikirim ke Israel melalui kode morse. Operasi itu berlangsung lebih dari tiga tahun.

Kepercayaan yang ia bangun mencapai puncak ketika Cohen ditawari menjadi Wakil Menteri Pertahanan Suriah.

"Ia sempat ragu menerima tawaran itu, namun Mossad mendorongnya melanjutkan operasi," ungkap Cohn dalam bukunya.

Namun nasib berbalik pada 1965. Suatu malam, militer Suriah mendapati sinyal kode morse mencurigakan dari rumah Cohen. Setelah penyelidikan intensif, ia ditangkap sebagai mata-mata. Presiden al-Hafez dikabarkan murka karena kebocoran intelijen yang menyebabkan Suriah berulang kali kalah dalam konflik melawan Israel.

Cohen kemudian disiksa dan akhirnya dihukum gantung di depan publik pada 18 Mei 1965. Jenazahnya tak pernah dipulangkan ke Israel.

Meski telah dieksekusi, dampak operasi Cohen tetap terasa. Informasi yang ia bocorkan membantu Israel memenangkan Perang Enam Hari pada 1967.

"Ia mungkin sosok paling berpengaruh dalam sejarah intelijen Timur Tengah," tulis Cohn, menggambarkan betapa besar efek operasi Cohen terhadap dinamika regional.

(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Iran Gantung Mati Agen Mossad Israel, Dalang Pembunuhan Ilmuwan Nuklir


Most Popular