MARKET DATA

Dukungan BI di Balik Eksisnya Batik Khas Sulawesi Utara di Mancanegara

Teti Purwanti,  CNBC Indonesia
26 November 2025 22:38
Bank Indonesia
Foto: dok Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Joko Supratikto dan Pemilik Zabay Collection, Mariani Montu

Manado, CNBC Indonesia - Batik menjadi karya yang melekat dan menjadi ciri khas budaya Indonesia. Setiap daerah memiliki motif khas yang menyimpan cerita leluhur dan kekayaan bangsa, termasuk batik khas Sulawesi Utara (Sulut) khususnya Manado.

Bermula dari rasa ingin tahu, pemilik Zabay Collection, Mariani Montu, mulai menggeluti batik dari sisi eksplorasi motif khas Sulut hingga proses pembuatannya. Padahal, awalnya dirinya bukanlah pengrajin batik, melainkan pembuat kerajinan tangan dari batok kelapa, hingga sablon kaos.

"Karena permintaan soal batik itu, sementara salah satu usaha saya sablon, maka saya mulai menyablon kain-kain itu. Namun dari situ saya malah diejek-ejek bahwa itu bukan batik, namun sablon," jelas Mariani kepada media, dikutip Selasa (25/11/2025).

Rasa cintanya pada batik kemudian bersambut, karena memperoleh dukungan Bank Indonesia (BI) pada 2017. Melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Mariani dibina dalam menekuni batik, dengan memberikan pelatihan, dan sertifikasi membuat desain batik.

Bahkan di saat Covid-19, menurut Mariani, BI juga selalu memberikan semangat untuk terus mencari desain batik untuk batik Sulut. Mariani menyebut, pada 2021 akhirnya didapatkan satu motif cengkeh sebagai motif khas dari Sulut.

"Setelah itu mulai banyak yang tertarik dengan Batik Sulut, bukan hanya untuk pasar luar negeri, atau pameran, di Manado juga mulai banyak yang tertarik, namun memang yang membedakan adalah warna," jelas Mariani.

Mariani juga merinci karena kerap kali dibawa BI untuk pameran di berbagai daerah, Zabay Collection juga makin paham pangsa pasar dan menyesuaikan produk. Dia merinci untuk pasar Manado dan Sulut lebih banyak orang yang mau warna-warna yang berani. Sedangkan untuk pameran di luar Manado, warna yang lebih digemari adalah warna pastel yang lebih kalem dan lembut.

"Selama berjalan waktu, wawasan kami juga makin luas, dan menumbuhkan semangat bahwa kami juga bisa bukan hanya membuat kain, namun juga kini membuat pakaian siap pakai. Saya tidak menyangka, karya saya sudah pernah fashion show bersama dengan perancang terkenal seperti Itang Yunasz dan juga Dian Pelangi," bangga Mariani.

Seiring berjalannya waktu, Mariani pun terus berinovasi. Dirinya bukan hanya membatik, namun juga membuat pakaian siap pakai, dan terus menggali ikon Sulut untuk motif-motif baru. Dia berharap konsumen bukan hanya membeli Batik Zabay, namun juga dapat mengenal lebih jauh tentang Sulawesi Utara.

Bank IndonesiaFoto: dok Bambang Marsidi, Pembatik Zabay Collection

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Joko Supratikto mengatakan, ekonomi Sulut pasca-pandemi terus bertumbuh dengan jumlah UMKM mencapai 390 ribu di berbagai sektor, mulai dari makanan, minuman, wastra, dan masih banyak lagi.

"Ada banyak UMKM yang memiliki sejumlah masalah, baik dari kapasitas produksi, kualitas produk, bahan baku, hingga masalah distribusi, serta pembiayaan. Di sanalah kami masuk agar kapasitas mereka bisa meningkat," jelas Joko.

Untuk meningkatkan potensi ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara mengadakan program Wirausaha Unggulan Sulawesi Utara (Wanua). Program pelatihan ini dilakukan dalam yang cukup panjang hingga satu tahun untuk mendukung setidaknya tiga P, yaitu people (manusia), process, dan product. Secara rinci, manusia (people) adalah bagaimana manusia tersebut bisa bertahan, sedangkan untuk proses bagaimana BI mendukung agar produk yang dihasilkan oleh UMKM bisa konsisten baik dari bahan baku, hingga sisi kualitas produk.

Joko bahkan sangat mengapresiasi para peserta Wanua ini yang sudah sampai angkatan keenam karena sesama UMKM, kini juga saling bahu membahu agar saling bertumbuh.

"Jadi memang yang paling penting agar UMKM tidak bergantung dengan bantuan. Di awal bantuan oke, tapi mereka harus mandiri dan bisa menjadi Local Champion. Kami juga mendorong mereka untuk mengajarkan apa yang sudah diterima selama Wanua kepada UMKM lain," harap Joko.

Bank IndonesiaFoto: dok Zabay Collection

Untuk diketahui, dalam pelatihan yang diberikan BI dalam program Wanua, bukan hanya dihabiskan di kelas dengan belajar digitalisasi hingga pembukuan. Namun ada juga studi banding untuk penguatan hingga pameran sesuai bidang UMKM tersebut. Pasalnya, BI berharap dengan program ini, UMKM bisa terus berkontribusi pada peningkatan ekonomi Sulut secara berkelanjutan.

Mitra Bank Indonesia

Bank IndonesiaFoto: dok Manager Krisma Kain Bentenan, Mark Sahuleka

 

Selain program Wanua di sektor wastra, BI juga menggandeng mitra UMKM untuk terus meningkatkan perekonomian Sulut. Mitra UMKM lainnya yang berhasil digandeng BI adalah Krisna Kain Bentenan yang memiliki kekuatan dari motif batik khas Sulut.

Manager Krisma Kain Bentenan, Mark Sahuleka mengatakan, Krisma Kain Bentenan sudah berdiri selama 20 tahun dan menjadi salah satu UMKM yang melestarikan wastra tertua di Sulawesi Utara saat ini. Dia mengatakan kerja sama dengan BI telah terjalin sejak 2023 untuk kegiatan ekonomi kreatif. Kerja sama ini semakin masif di tahun ini, melalui perluasan pasar hingga mengikuti sejumlah pameran di berbagai daerah.

"Kami pernah ikut pameran di IKN dan juga bergabung dalam Bangga Buatan Indonesia (BBI) untuk perluasan pasar dengan berbagai metode pemasaran lainnya," jelas Mark.

Menurutnya, bersama BI juga sangat membantu dalam mengenalkan beragam pembayaran yang digunakan Krisma Kain Bentenan. Pasalnya saat ini, Krisma Kain Bentenan bukan hanya menjual produknya langsung ke konsumen (B2C), namun juga ada yang sesama bisnis (B2B) yang juga sudah meluas hingga keluar negeri.

"Sebenarnya BI juga membantu untuk pemasaran dan mendorong untuk ke e-commerce, namun sebagai brand yang punya pasar menengah ke atas, kami harus menjaga pangsa pasar dan juga menghindari pemalsuan yang beberapa kali terjadi, sehingga kami hanya menjual di social commerce, terutama Instagram," jelas Mark.

Sebagai informasi, Krisma Kain Bentenan untuk segmen premium memiliki harga Rp 650 ribu hingga Rp 6,5 juta per meter. Sedangkan untuk segmen yang lebih rendah harga yang dipatok mulai dari Rp 150.000. Adapun secara motif, terbagi menjadi Tinonton Mata, Kaiwoe Patola, Tombatu, Tolai, Tinompak, Turing dan Pinatikan Bantik. Semua motif tersebut memiliki ciri khas yang berbeda dan juga makna serta nilai filosofi hidup orang Minahasa.

(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dorong Ekonomi Kreatif, Pertamina Tingkatkan Kualitas Batik Leles


Most Popular