Pemberontak Umumkan Gencatan Senjata, Perang Saudara Arab Berakhir?
Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik yang telah menjerumuskan Sudan ke dalam kelaparan memasuki babak baru setelah Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti), kepala Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Sudan, mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan sepihak selama tiga bulan pada Senin malam (24/11/2025).
Keputusan ini diambil menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump pekan lalu yang akan melakukan intervensi untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil sejak April 2023. Jenderal Dagalo menyatakan langkah ini sebagai respons terhadap upaya diplomatik global.
"Menanggapi upaya internasional, terutama dari Yang Mulia Presiden AS Donald Trump... Saya mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan termasuk penghentian permusuhan selama tiga bulan," kata Dagalo dalam pidatonya. Ia juga berharap negara-negara kelompok Quad (AS, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi) akan memainkan peran mereka dalam mendorong pihak militer Sudan untuk terlibat.
Namun, pengumuman ini kontras tajam dengan sikap Kepala Angkatan Darat Sudan (SAF), Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. Sehari sebelumnya, Burhan menolak proposal perdamaian yang diajukan oleh kelompok Quad. Burhan mengkritik proposal tersebut karena dinilai bertujuan melemahkan tentara Sudan sambil membiarkan RSF mempertahankan wilayah yang telah mereka rebut.
"Tidak seorang pun di Sudan akan menerima kehadiran para pemberontak ini atau bagi mereka untuk menjadi bagian dari solusi apapun di masa depan," tegas Burhan.
Penolakan Burhan turut memicu friksi diplomatik di dalam kelompok mediator. Menteri Negara UEA untuk Kerja Sama Internasional, Reem bint Ebrahim Al Hashimy, mengkritik Burhan karena menolak proposal AS dan berulang kali menolak gencatan senjata, menunjukkan "perilaku obstruktif secara konsisten". Sebelumnya, Burhan juga mengkritik dimasukkannya UEA sebagai mediator, yang dituduh secara luas telah mempersenjatai RSF.
Sementara kebuntuan politik terus terjadi, situasi kemanusiaan di Sudan semakin memburuk. Pasalnya, perang ini tak hanya menimbulkan kerusakan langsung, namun juga fenomena seperti kelaparan massal.
Perang yang awalnya pecah karena perselisihan tentang integrasi dua kelompok militer tersebut kini telah menjerumuskan Sudan ke dalam kelaparan, dengan RSF mendapat kecaman keras karena serangan brutal terhadap warga sipil setelah merebut kota al-Fashir.
(tps/luc)[Gambas:Video CNBC]