MARKET DATA

Prediksi Bos Daihatsu, Penjualan Mobil Tahun 2025 Tembus 800.000 Unit

Ferry Sandi,  CNBC Indonesia
21 November 2025 21:40
Opening booth Daihatsu di GJAW 2025, Jakarta, Jumat (21/11/2025). (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
Foto: Opening booth Daihatsu di GJAW 2025, Jakarta, Jumat (21/11/2025). (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri otomotif nasional memasuki penghujung tahun 2025 dengan dinamika yang cukup menantang. Meski angka penjualan hingga Oktober menunjukkan pergerakan positif, para pelaku industri masih mencermati kondisi ekonomi yang belum stabil.

Marketing and Corporate Communication Director PT Astra Daihatsu Motor (ADM) Sri Agung Handayani memaparkan pandangannya terkait arah pasar otomotif 2025 dan faktor yang memengaruhi pergerakannya. Menurut Agung, capaian penjualan hingga Oktober menjadi gambaran awal mengenai potensi pasar hingga akhir tahun.

Ia menilai volume penjualan berpeluang menembus kisaran 800 ribu unit, meski berada dalam tekanan ekonomi.

"Tahun ini ini menurut saya, market kemarin sudah mencapai 660 ribu sampai bulan Oktober kemarin, mungkin market akan bergerak di 800 sampai 810. Faktor utamanya adalah perekonomian Indonesia. Harapannya kalau GDP growth-nya membaik," ujarnya di GJAW 2025, Jumat (21/11/2025).

Ia menjelaskan, sejumlah indikator makro sebetulnya bergerak ke arah positif. Penurunan suku bunga acuan sepanjang tahun dinilai dapat menjadi angin segar bagi konsumsi masyarakat, khususnya sektor otomotif. Namun, Agung menilai dampaknya belum terlihat pada sisi pembelian kendaraan.

"Sudah didukung sama interest rate-nya diturunkan beberapa poin selama setahun ini, mungkin sudah 0,5 sampai 0,75 poin. Sebenarnya cukup baik. Tapi daya beli belum meningkat," katanya.

Agung menyampaikan, prospek industri di tahun depan sangat bergantung pada pemulihan ekonomi Indonesia. Ia menyebut semakin banyaknya pemain di pasar otomotif tidak otomatis mendorong kenaikan penjualan jika permintaan belum pulih.

"Jadi, kalau ditanya apakah tahun depan prospeknya bagus? kita harapannya bisa dibantu oleh makroekonomi yang membaik. Karena player-nya semakin banyak, tapi market-nya belum significant improve, berarti market-nya belum ada di sana. Jadi pasti insentif itu membantu," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kondisi ekonomi yang menekan daya beli masyarakat terjadi pada dua sektor sekaligus. Tidak hanya pekerja formal, kelompok non-formal pun merasakan penurunan daya konsumsi. Menurutnya, kondisi ini berpengaruh langsung terhadap daya serap pasar otomotif.

"Secara makroekonomi, perekonomian kita belum baik, karena ada dua sektor yang kena, yaitu formal dan non-formal sektor. Jadi, sektor formal saja yang statusnya sebagai pegawai, itu sekarang sudah menjadi isu karena makroekonominya tidak bergerak. Jadi, sekarang sektor informalnya karena tidak ada daya beli, saya tidak bicara mobil, ya, daya beli, konsumsi menurun, maka ini menjadi efek, Jadi, kalau ditanya tadi, market share siapa yang kena, kita bicara segmen dulu," jelas Agung.

Ia kemudian merinci segmen-segmen kendaraan yang paling terdampak dalam beberapa bulan terakhir. Menurutnya, penurunan terbesar terjadi pada model-model yang menyasar kelompok pembeli pertama. Hal ini mencerminkan tekanan ekonomi yang lebih berat dirasakan oleh konsumen di level menengah ke bawah.

"Segmen yang paling turun paling besar adalah LCGC. Siapa lagi yang kena? MPV low. Siapa lagi yang kena? SUV medium. Jadi, siapa yang paling tinggi, teman-teman nanti boleh perhatikan, medium up sampai high dan premium justru merupakan segmen yang naik. Situasi ini yang membuat tadi mengapa market share kita seakan-akan kayak turun, ya," katanya.

Namun, Agung menegaskan, kontribusi Daihatsu di segmen pembeli pemula tetap kuat. Model seperti Sigra dan Ayla masih memegang peranan penting dalam pasar LCGC nasional. Ia menekankan bahwa kemampuan Daihatsu menjaga pangsa pasar menunjukkan kepercayaan konsumen yang tetap stabil di tengah tekanan.

"Tapi kalau lihat kontribusinya antara jualan Sigra ditambah Ayla di total market LCGC total, yaitu 107 ribu, jualan kita sekitar 40 ribu. Jadi, market share kita sekitar 38% berkontribusi pada LCGC. Jadi, kita berkontribusi utama dalam first car buyer," ujar Agung.

Sebagai perbandingan, sepanjang tahun 2024 lalu, penjualan mobil dari pabrikan ke diler (wholesales) hanya 865.723 unit, jauh lebih kecil dibanding 2023 yang tembus 1.005.802 unit. Artinya ada penurunan sebesar 140.079 unit atau 13,9%.

Sedangkan penjualan dari diler ke konsumen (retail sales) juga anjlok dua digit yakni 10,9% atau 108.379 unit dari 998.059 unit di 2023 menjadi 889.680 unit.

(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Termahal Rp200-an Juta, Penjualan Mobil LCGC Nyungsep Hampir 50%


Most Popular