BBM Baru B50 Meluncur 2026, Ekspor CPO RI Terancam? InI Kata Mendag
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memproyeksikan ekspor komoditas andalan Indonesia yakni kelapa sawit (crude palm oil/CPO) pada 2026 cenderung positif, meski di tahun depan pemerintah akan meningkatkan penggunaan biodiesel sawit yakni B50.
Budi mengungkapkan ekspor CPO Indonesia masih berpotensi meningkat, sehingga pihaknya tidak terlalu mengkhawatirkan efek dari penerapan B50 di tahun depan.
"Ekspor CPO di tahun depan proyeksinya masih cukup baik. Jadi kami belum ada kekhawatiran, karena kami sering komunikasi juga dengan pelaku usaha. Jadi ekspor kita ya sesuai dengan permintaan masih bisa naik terus ya," kata Budi di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jumat (21/11/2025).
Pihaknya juga mendengar dari para pelaku usaha di industri sawit yang mengungkapkan belum ada kendala terkait penerapan B50 di tahun depan.
"Sampai sekarang belum ada tuh yang dari pelaku usaha tekanan akibat penerapan B50. Sampai sekarang masih oke aja," jelasnya.
Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Indonesia diperkirakan masih mencatat pertumbuhan produksi moderat.
Setelah sempat mencatat penurunan pada 2024, produksi sawit Indonesia diproyeksikan kembali naik pada 2025 dan 2026.
Produksi sawit Indonesia di 2024 mencapai sekitar 52,7 juta ton (CPO + PKO), turun dari sekitar 54-55 juta ton pada 2023.
Sedangkan di 2025, produksinya diproyeksikan naik sekitar 10% ke kisaran 56-57 juta ton.
Sementara di 2026, produksi diperkirakan tumbuh lagi sekitar 4-5%, dengan kenaikan terutama berasal dari perbaikan produktivitas dan maturasi tanaman, bukan dari ekspansi lahan baru.
Mandat biodiesel Indonesia menjadi penggerak utama perubahan struktur permintaan, di mana penerapan B40 secara nasional pada 2025 menyerap sekitar 15,6 juta kiloliter biodiesel, setara dengan kira-kira 14 juta ton CPO.
Setiap kenaikan campuran akan menyerap lebih banyak CPO di dalam negeri, mengurangi ketersediaan ekspor dan tetap menopang harga.
Selain itu, harga CPO global yang masih cukup tinggi juga dapat menjadi penopang lainnya CPO di Indonesia. Setelah rata-rata harga CPO dunia berkisar sekitar US$ 1.050 hingga US$ 1.100/ton pada 2024 (CIF Rotterdam), pasar 2025 bergerak dalam rentang yang mirip, dengan beberapa episode penguatan ketika stok menipis dan harga minyak nabati lain menguat.
Proyeksi konsensus pelaku industri mengindikasikan lingkungan harga yang tetap kuat pada paruh pertama 2026, dengan kisaran sekitar US$ 1.050-1.150/ton, tergantung realisasi cuaca, kebijakan biofuel, dan perkembangan ekonomi global.
Ada Beberapa Tantangan
Meski proyeksi CPO RI masih cerah di 2026, tetapi sektor ini menghadapi tantangan struktural yang serius.
Tantangan tersebut meliputi adanya regulasi keberlanjutan seperti EU Deforestation Regulation (EUDR), fragmentasi tata kelola di dalam negeri (overlap kewenangan antar kementerian), dan ketidakpastian legalitas lahan dan penertiban kebun sawit dalam kawasan hutan.
Risiko-risiko ini dapat mengganggu akses pasar dan kepercayaan investor jika tidak dikelola dengan baik.
(dce)[Gambas:Video CNBC]