Bos Pajak Bongkar Praktik Manipulasi Omzet Pengusaha Demi PPh 0,5%

Zahwa Madjid,  CNBC Indonesia
18 November 2025 08:45
Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto saat Konferensi Pers APBN KITA bulan Juni 2025 di Jakarta, Selasa (17/62025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto saat Konferensi Pers APBN KITA bulan Juni 2025 di Jakarta, Selasa (17/62025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menemukan praktik manipulasi omzet dan pemecahan usaha demi mendapatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi pelaku UMKM. Akibat celah tersebut, DJP akan melakukan sejumlah perubahan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

Bimo mengatakan sejumlah wajib pajak melakukan praktik bunching atau menahan omzet dan melakukan firm splitting atau pemecahan usaha.

"Terkait dengan strategi tax planning yang ada beberapa praktek dari wajib pajak yang mendapat fasilitas PPh final 0,5% ini melakukan praktek bunching atau menahan omset dan melakukan praktek firm splitting atau pemecahan usaha," ujar Bimo dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (18/11/2025).

Direktorat Jenderal Pajak mengusulkan perubahan di Pasal 57 Ayat 1 dan Ayat 2 di Bab 10 terkait pengaturan ulang supaya PPH final setengah persen wajah pajak yang memegangi peredaran bruto tertentu.

"Dengan mengecualikan wajib pajak yang berpotensi digunakan sebagai sarana untuk melakukan penghindaran pajak atau anti-avoidancy," ujarnya.

Sementara untuk memastikan kebijakan tetap tepat sasaran, pemerintah akan melakukan pengaturan ulang subjek PPh Final 0,5% dengan melakukan perubahan PP 58 Tahun 2022 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Dalam praktiknya, Bimo menjelskan banyak wajib pajak yang masih bisa memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% padahal secar ekonom memiliki agregasi peredaran bruto yang melewati batas atau threshold yang ditetapkan.

"Untuk itu, maka kami melakukan usulan perubahan Pasal 58 Penyusulan Penghitungan Peredaran Bruto oleh Kriteria wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Atau wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yaitu seluruh peredaran bruto dari usaha dan pekerjaan bebas, baik yang dikenai PPH final ataupun yang dikenai PPH non-final, termasuk peredaran bruto dari penghasilan di luar negeri," ujarnya.

Bimo menjelaskan sejumlah perubahan tersebut telah dilaporkan dan telah diharmonisasikan dengan Kementerian Hukum. Kini, tengah dalam proses permohonan penerapan PP kepada Presiden.

"Progresnya, seperti kami laporkan, sudah dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum Sekarang sudah di sekjen Kementerian Keuangan untuk proses permohonan penatapan PP kepada Presiden," ujarnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jumlah UMKM Bayar Pajak Masih Sedikit, Kenapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular