Pak Purbaya Bisa Turunkan PPN Tanpa Rugi Rp 70 T, Ini Caranya!

tfa,  CNBC Indonesia
12 November 2025 07:55
Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa saat melakukan kunjungan di SMAN 3 Jakarta, Senin (10/11/2025). (Instagram/menkeuri)
Foto: Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa saat melakukan kunjungan di SMAN 3 Jakarta, Senin (10/11/2025). (Instagram/menkeuri)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) layak dipertimbangkan untuk memperkuat konsumsi masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi. Namun, kebijakan ini perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menggerus penerimaan negara.

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai kenaikan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) justru menekan aktivitas ekonomi dalam beberapa tahun terakhir, meski di sisi lain tarif PPh Badan diturunkan.

"Kenaikan PPN bersamaan dengan penurunan PPh Badan memang terlihat pro-pertumbuhan di atas kertas, tapi efek riilnya justru memperlambat sirkulasi uang di bawah. Perusahaan besar menimbun kas karena konsumsi melemah," ujar Fakhrul dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (8/11/2025).

Menurutnya, situasi tersebut tampak dari menurunnya peredaran uang sebelum Purbaya menjabat Menkeu. Namun, langkah pemerintah menempatkan dana menganggur Rp200 triliun di lima bank BUMN pada 12 September 2025 dinilai memberi sinyal positif untuk menggerakkan ekonomi.

Fakhrul mendukung rencana pemerintah mengkaji penurunan tarif PPN, tapi menyarankan kebijakan itu dilakukan bertahap.

"Tidak perlu langsung memangkas hingga 4%. Cukup turunkan 1% tahun depan sebagai sinyal bahwa negara ingin mengembalikan napas konsumsi rakyat, fondasi sejati pertumbuhan Indonesia," katanya.

Agar potensi penerimaan negara tak menurun, Fakhrul menilai pemerintah perlu memperkuat basis pajak lewat penertiban miss-invoicing perdagangan internasional, reformasi cukai rokok dan produk turunan tembakau, serta integrasi sistem data lintas kementerian untuk menekan kebocoran fiskal tanpa menambah beban wajib pajak yang patuh.

Ia juga menyarankan penundaan penurunan tarif PPh Badan ke level 20% sebagaimana diatur dalam Perppu 1 Tahun 2020.

"Uang saat ini menumpuk di korporasi yang sudah menikmati penurunan PPh Badan, sementara kenaikan PPN menekan daya beli masyarakat. Sekarang saatnya membalik arah," ujarnya.

Menurut Fakhrul, penurunan PPN bukan hanya soal fiskal, tapi juga soal moral dan keadilan pajak.

"Penerimaan negara yang baik adalah ketika rakyat merasakan langsung manfaat keberadaan negara," tuturnya.

Respons Purbaya

Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku masih berhitung cermat terkait dampak fiskal kebijakan tersebut. Ia menyebut setiap penurunan tarif PPN 1% dapat mengurangi pendapatan negara hingga Rp70 triliun.

"Begitu jadi menteri keuangan, setiap 1% turun saya kehilangan pendapatan Rp70 triliun. Jadi kita pikir-pikir," ujar Purbaya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025) lalu.

Purbaya mengatakan saat ini fokusnya adalah memperbaiki sistem pengumpulan pajak dan cukai untuk memastikan efektivitas penerimaan negara sebelum menurunkan tarif pajak.

"Kalau sistemnya sudah diperbaiki, baru saya bisa ukur potensi riilnya. Setelah itu baru bisa ambil keputusan besar," jelasnya.

Meski begitu, ia memastikan penurunan tarif PPN tetap menjadi target jangka menengah, namun harus dilakukan secara hati-hati agar defisit anggaran tidak melebar.

"Itu sudah direncanakan, tapi saya harus hati-hati. Kalau jeblok, nanti defisit bisa tembus di atas 3%," tegasnya.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tolak Tax Amnesty, Purbaya: Insentif Orang Kibul-Kibul

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular