Tambak Raksasa dari Ujung Selatan RI, Harapan Baru Swasembada Garam

Martyasari Rizky,  CNBC Indonesia
07 November 2025 17:50
Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono melakukan peninjauan sekaligus melihat langsung penandatanganan perjanjian kerjasama pembangunan modeling lahan garam, antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Bupati Rote Ndao di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/6/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono melakukan peninjauan sekaligus melihat langsung penandatanganan perjanjian kerjasama pembangunan modeling lahan garam, antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Bupati Rote Ndao di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/6/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Di ujung selatan Indonesia, tepat di perbatasan dengan perairan Australia, terbentang sebuah pulau kecil yang kini memegang harapan besar bagi kemandirian garam nasional. Namanya Rote Ndao, kabupaten terluar di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang selama ini dikenal karena keindahan lautnya. Kini, pemerintah menetapkannya sebagai jantung baru industri garam nasional.

Lewat proyek Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN), Rote Ndao disiapkan menjadi sentra produksi garam modern terbesar di Indonesia. Dari pulau yang berangin laut stabil, sinar matahari berlimpah, dan curah hujan rendah inilah, pemerintah menaruh harapan besar untuk mengakhiri ketergantungan impor garam dan mencapai swasembada pada tahun 2027 mendatang.

Tambak garam di Rote bukanlah proyek biasa. Luas total lahannya mencapai 13.869 hektare, terbagi dalam 10 zona berdasarkan topografi dan morfologi wilayah. Tahap pembangunan dilakukan bertahap selama tiga tahun. Tahap pertama dimulai tahun 2025 dengan luas 1.193 hektare dan anggaran Rp749,91 miliar. Tahap kedua akan berjalan tahun 2026 seluas 9.541 hektare dengan dana Rp853,11 miliar, dan tahap ketiga pada 2027 mencakup 3.135 hektare. Total investasi proyek ini mencapai Rp2 triliun, di luar pagu anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan proyek ini didukung penuh oleh Presiden Prabowo Subianto.

"(Anggaran) sementara kita siapkan Rp2 triliun, 2 tahun ini. Nggak ada masalah, kita didukung presiden. Rp2 triliun itu khusus diberikan oleh presiden (di luar pagu KKP)," kata Trenggono saat peluncuran K-SIGN di Rote Ndao, NTT, Selasa (3/6/2025).

Trenggono menjelaskan, tahap awal pembangunan diharapkan rampung pada akhir 2025 dan produksi perdana dijadwalkan dimulai pada Maret 2026.

"Pembangunan (tahap 1) tahun ini seharusnya selesai, sehingga awal 2026, bulan Maret, harus sudah produksi," ujarnya.

Kualitas Setara Australia

Adapun proyek ini digadang menjadi tonggak kemandirian industri garam nasional. Dengan luasan mencapai 13.869 hektare, K-SIGN ditargetkan memproduksi 2,6 juta ton garam per tahun, bahkan berpotensi mencapai 3 juta ton. Trenggono menegaskan, kualitas garam dari Rote akan setara dengan garam premium asal Dampier, Australia Barat, salah satu penghasil garam terbaik di dunia.

Ia mengungkapkan, hasil uji laboratorium menunjukkan air laut di Rote Ndao memiliki salinitas sangat tinggi dan bebas dari logam berat seperti kadmium, merkuri, maupun timbal.

"Air yang ada di danau itu sudah dicek oleh Pak Dirjen (Pengelolaan Kelautan KKP). Hasil laboratoriumnya sangat bagus, kandungan besinya nol, lalu mineral lain-lain, logam-logam juga nol. Jadi sangat bagus. Sehingga dengan demikian kita meyakini ini setara dengan Dampier, setara dengan Australia. Karena kalau kita tarik garis lurus, sama ini satu garis dengan Dampier," tutur dia.

Kondisi geografis Rote yang sejajar dengan Dampier, membuatnya memiliki karakter perairan yang hampir sama. Pemerintah pun optimistis kualitas garam dari kawasan ini bisa langsung diserap industri, terutama untuk kebutuhan garam industri dan farmasi.

Dua Teluk, Satu Misi

Secara lokasi, kawasan tambak garam tahap pertama dibangun di lahan yang diapit dua teluk besar di pesisir selatan Rote. Dari kedua teluk itulah air laut akan dialirkan ke tambak untuk melalui proses penguapan alami hingga terbentuk kristal garam putih.

Dengan kondisi iklim kering dan sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, Rote dinilai sebagai lokasi paling ideal di Indonesia untuk membangun tambak garam berskala industri. Proyek K-SIGN sendiri tidak hanya membangun tambak, tetapi juga ekosistem industri garam modern dari hulu ke hilir. Pemerintah merancang kawasan ini sebagai model rantai pasok nasional, mulai dari pengumpulan air laut, penguapan, pemekatan, panen, hingga pengemasan dan distribusi.

"Ini bukan hanya soal garam, tapi juga tentang kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan industri. Dari pulau kecil di ujung selatan negeri, Indonesia bisa bangkit sebagai negara produsen garam industri kelas dunia," kata Trenggono.

Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono melakukan peninjauan sekaligus melihat langsung penandatanganan perjanjian kerjasama pembangunan modeling lahan garam, antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Bupati Rote Ndao di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/6/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono melakukan peninjauan sekaligus melihat langsung penandatanganan perjanjian kerjasama pembangunan modeling lahan garam, antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Bupati Rote Ndao di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/6/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono melakukan peninjauan sekaligus melihat langsung penandatanganan perjanjian kerjasama pembangunan modeling lahan garam, antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Bupati Rote Ndao di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/6/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Keterlibatan PT Garam

Dalam skema besar K-SIGN, PT Garam ditunjuk sebagai BUMN penggerak utama. Trenggono menjelaskan, pemerintah hanya berperan di sisi produksi hulu, sementara PT Garam akan menjadi pengelola di hilir.

"PT Garam harus berperan di sini, karena pemerintah tidak bisa berperan sebagai pelaku. Kita produksi di hulu, kemudian kita serahkan kepada PT Garam di hilirnya," jelas Trenggono.

Sementara itu, Direktur Utama PT Garam, Abraham Mose menyampaikan bahwa perusahaan kini fokus membangun infrastruktur pendukung seperti dermaga di kawasan industri untuk memudahkan proses pengangkutan garam.

"Kita siapkan proses produksi yang cepat, termasuk packaging dan hilirisasi, sehingga garam yang keluar dari Rote ada yang berupa bahan baku maupun garam olahan yang siap dipakai," kata Abraham dalam Danantara BUMN Perfomance di Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Tahap pertama pembangunan dilakukan di lahan seluas 1.100 hektare, dengan rencana perluasan hingga 2.500 hektare. Abraham menuturkan, PT Garam akan menggunakan teknologi pengolahan yang menyesuaikan kondisi alam Rote.

"Teknologi yang digunakan saat ini, bisa dikatakan teknologi yang sudah ada, di mana ada air laut yang masuk di selat dan membentuk satu yang secara natural menghasilkan garam. Itu bisa dikatakan lantai garam pertama yang kita akan alirkan ke meja kristal," jelasnya.

Garam, Lapangan Kerja, dan Harapan Baru

Selain menopang industri, proyek ini juga menjadi sumber penghidupan baru bagi masyarakat Rote. Abraham memperkirakan, industri garam di kawasan ini akan menyerap 25 hingga 26 ribu tenaga kerja, dan bisa mencapai 50 ribu orang pada masa panen.

"Pendapatan yang dihasilkan bisa dua sampai dua setengah kali UMR (upah minimum regional) di sana. PT Garam juga merangkul para petambak garam rakyat supaya bisa ikut mendukung swasembada garam nasional," kata dia.

Abraham menambahkan, jika produksi di lahan 13 ribu hektare berjalan penuh, nilai ekonomi yang dihasilkan dapat mencapai Rp3-4 triliun per tahun. Namun, tantangan tetap ada, terutama akibat perubahan iklim yang membuat pola musim sulit diprediksi.

"Namun Alhamdulillah, karena PT Garam punya ladang yang cukup luas dan dengan pola yang disesuaikan dengan cuaca, kita masih tetap bisa panen," ujarnya.

PT Garam pun berupaya menarik minat para investor untuk ikut bersama mengembangkan industri garam di tanah Air. Perusahaan tersebut juga hendak menggandeng pemerintah melalui Danantara untuk mendanai proyek sentra industri garam atau K-SIGN di Rote Ndao.

Abraham mengaku, pihaknya sudah menyiapkan proposal kepada Danantara untuk pengembangan Sentra Industri Garam Rote Ndao. Hal ini demi mempercepat proses menuju swasembada garam nasional.

"Tentunya campur tangan pemerintah, campur tangan negara kita perlukan," ucap dia.

Pada akhirnya, Sentra Industri Garam atau K-SIGN di Rote Ndao sangat penting. Pasalnya, kebutuhan garam nasional mencapai 5 juta ton - 5,5 juta ton per tahun. Dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 17 Tahun 2025, Indonesia mesti mengurangi impor garam secara bertahap dan membangun industri garam yang mandiri.

Untuk mencapai swasembada garam, Indonesia mesti mampu memproduksi setidaknya 5,3 juta ton per tahun. Saat ini, Indonesia baru mampu memproduksi setengah dari angka tersebut. Maka dari itu, pengembangan Sentra Industri Garam atau K-SIGN di Rote Ndao perlu segera direalisasikan.

Harapan dari Selatan: Dari Rote untuk Negeri

Rote Ndao kini bukan lagi sekadar pulau di batas negeri. Dari hamparan tambak yang diapit dua teluk biru, Indonesia menanam harapan baru akan kemandirian. Ketika matahari memantul di atas kristal garam putih, di situlah tekad bangsa untuk berdiri di atas kaki sendiri semakin nyata. Dari ujung selatan negeri, Indonesia bersiap menjadi produsen garam industri kelas dunia.


(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tambak Garam Raksasa Siap-Siap Dibangun, Begini Jadwal-Target KKP

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular