RI Mau Sulap Sampah Jadi Listrik, 3 Negara Ini 'Adu Kuat' Teknologi

Verda Nano Setiawan,  CNBC Indonesia
07 November 2025 14:15
Foto udara gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (5/11/2021).  Lokasi ini merupakan tempat pemilahan sampah organik dan anorganik, di komplek TPA terbesar di Nusa Tenggara Barat NTB. Dari sini, proses pengolahan sampah menjadi pelet RDF (Refuse Derived Fuel) dibuat, yang merupakan pengganti bahan bakar batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang, Lombok Barat. Sampah diproses di mesin pencacah ukuran 5-8 mm untuk berikutnya dimasukkan ke mesin pengepresan menjadi pelet RDF. Pelet akan dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dikirim ke PLTU Jeranjang. Di pembangkit listrik itu pelet dibakar melalui sistem co-firing.
Setiap hari, sekitar 300 ton sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat diantar ke TPA ini. Namun, menurut jumlah yang diolah menjadi pellet baru 100 hingga 200 kilogram. 
Kementerian PUPR memfasilitasi lahan seluas 40 are (4 ribu meter persegi) di sekitar TPA. Di bangunan tersebut, semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah menjadi pellet disediakan. 
Penelitian masih dilakukan agar sampah non-organik bisa lebih banyak diolah. Saat ini, komposisi pelet terdiri 95 persen sampah organik dan 5 persen anorganik. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) banyak dilirik oleh sejumlah investor dari sejumlah negara. Khususnya perihal teknologi.

Menurut dia, pihaknya bersama Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara saat ini tengah melakukan identifikasi mitra teknologi untuk memastikan proyek tersebut berjalan efisien. Setidaknya ada tiga negara yang tertarik untuk terlibat dalam proyek PLTSa ini.

"Untuk mitra teknologi PLTSa, kita kan juga sudah melakukan identifikasi. Jadi untuk identifikasi yang kita lakukan, ini berdasarkan vendor teknologi. Ini ada dari Jepang, itu ada dari Eropa, dan juga dari China," kata Yuliot ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (7/11/2025).

Yuliot menjelaskan pemilihan mitra akan mempertimbangkan teknologi yang mampu menghasilkan energi paling efisien. Selain itu, memiliki mekanisme kerja sama yang memungkinkan listrik dari PLTSa diserap oleh PLN sebagai offtaker.

"Jadi kalau untuk vendor teknologi nanti mana yang bisa menghasilkan energi yang lebih efisien dari PLTSA. Dan juga nanti bagaimana ini proses untuk PLTSA ini juga bisa diambil offtakernya oleh PLN," ujarnya.

Lebih lanjut, Yuliot mengatakan bahwa implementasi dari Waste to Energy sudah cukup banyak dilakukan di berbagai negara. Beberapa diantaranya seperti Jepang dan China yang sudah melaksanakan pengelolaan PLTSa.

"Dan juga kita melihat dari sisi ekosistem teknologinya sendiri, bagaimana juga bisa transfer teknologi dilakukan oleh badan usaha ke perusahaan-perusahaan mitra di Indonesia, termasuk Danantara," katanya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sampah Bisa Jadi Listrik, Aturannya Terbit Bulan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular