Amerika-Eropa Tuntut RI Tekan Emisi, Ini Respons Tak Terduga Bahlil
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengkritik tuntutan negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa, agar Indonesia mengurangi emisi karbon. Pasalnya, biaya untuk mitigasi dan transisi energi cukup mahal.
"Ada, problemnya biaya tinggi, negara anda sudah maju. Tahun 1950-1960 ketika ditebang hutan kalian apakah ada yang melarang negara-negara lain? Kenapa? Karena mereka anggap capex lebih tinggi soal karbon," kata Bahlil dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Di sisi lain, pemerintah sendiri tengah menggenjot transisi energi dengan menyiapkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berskala besar di tingkat desa. Adapun, setiap desa nantinya akan memiliki PLTS berkapasitas 1-1,5 gigawatt (GW) dengan target total mencapai 80-100 GW.
"Transisi energi arahannya dihitung bagaimana pakai solar panel 80-100 GW. Di India ada US$ 3 sen per kwh. Tim saya udah balik dari sana. Kalau ini ekonomis maka sebagian besar kita dorong pakai solar panel," katanya.
Selain PLTS, Presiden Prabowo Subianto juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait penanganan sampah perkotaan melalui pengolahan sampah menjadi energi terbarukan berbasis teknologi ramah lingkungan.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden RI Nomor 109 Tahun 2025. Berdasarkan Perpres yang baru tersebut, harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) diperkirakan sekitar US$ 20 sen per kWh.
"Termasuk regulasi, waste to energy jadi perpres sekarang bisa sampai US$ 20 sen per kWh supaya ekonomis," ujarnya.
(ven)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MIND ID Komitmen Tekan Emisi Melalui Dekarbonisasi, Ini Bukti Nyatanya