
China Buka Suara Soal Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bilang Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China melalui Kementerian Luar Negerinya secara terbuka angkat bicara mengenai polemik utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. China menegaskan bahwa proyek tersebut berjalan dengan baik dan membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, di tengah desakan dalam negeri untuk restrukturisasi pembiayaan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menanggapi laporan media yang menyebut Pemerintah Indonesia sedang menegosiasikan restrukturisasi utang dengan China karena proyek tersebut mengalami kesulitan keuangan.
"Sudah dua tahun sejak kereta cepat Jakarta-Bandung secara resmi beroperasi. Selama dua tahun terakhir, kereta api telah mempertahankan operasi yang aman, tidak terhambat, dan tertib," kata Guo Jiakun dalam konferensi pers reguler, Senin (20/10/2025).
Guo menekankan bahwa proyek ini telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang, dengan arus penumpang yang terus meningkat. Hal ini telah membawa manfaat yang baik bagi warga.
"Manfaat ekonomi dan sosialnya terus dilepaskan, menciptakan sejumlah besar lapangan kerja bagi masyarakat lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur. Ini telah diakui dan disambut baik oleh berbagai sektor di Indonesia," ujarnya.
Guo juga menekankan bahwa penilaian proyek kereta cepat tidak boleh hanya didasarkan pada angka-angka keuangan semata, tetapi juga harus mempertimbangkan manfaat publik dan hasil komprehensifnya. Dalam hal ini, China menyatakan kesiapan penuh untuk bekerja sama dengan Indonesia.
"China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi operasi kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkualitas tinggi sehingga proyek tersebut akan memainkan peran yang lebih besar dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia serta meningkatkan konektivitas di kawasan," tutup Guo.
Masalah beban utang proyek ini terus menjadi sorotan serius. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi tokoh sentral yang menolak keras penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menalangi utang proyek yang menelan total biaya sekitar US$ 7,26 miliar (sekitar Rp 119,79 triliun) ini.
Purbaya berulang kali menegaskan bahwa utang Kereta Cepat adalah urusan BUMN, bukan APBN. Ia meyakini bahwa perusahaan yang ditugaskan, terutama Danantara (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) / KAI, memiliki kemampuan untuk mengatasi beban utang tersebut. Purbaya menyatakan bahwa dividen BUMN sudah cukup untuk membayar angsuran utang Kereta Cepat.
Di tengah polemik ini, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya memastikan bahwa Pemerintah Indonesia dan China telah sepakat untuk merestrukturisasi pembiayaan proyek KCJB, bahkan berpotensi memperpanjang jangka waktu pembayaran utang hingga 60 tahun.
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jumlah Penumpang KA Cepat Whoosh Naik 10%, Terungkap Ini Penyebabnya
