
Harga Rumah Anjlok, Ekonomi Sang Naga Asia di Tepi Jurang Krisis

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar properti China kembali menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang kian mengkhawatirkan. Harga rumah baru di negara itu anjlok pada September dengan laju tercepat dalam hampir setahun, menambah tekanan terhadap perekonomian yang sudah melambat dan menimbulkan tantangan besar bagi pembuat kebijakan untuk menghidupkan kembali sektor yang sempat menjadi motor pertumbuhan utama.
Menurut perhitungan Reuters berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS) yang dirilis Senin (20/10/2025), harga rumah baru turun 0,4% secara bulanan, lebih dalam dibanding penurunan 0,3% pada Agustus.
Secara tahunan, harga turun 2,2% dibanding periode yang sama tahun lalu, sedikit membaik dari penurunan 2,5% pada Agustus, namun tetap mencerminkan tekanan serius di pasar.
"Jika nilai properti, terutama di kota-kota besar, terus menyusut, masyarakat akan merasa daya belinya menurun dan ekspektasi terhadap masa depan akan semakin pesimistis," ujar Hannah Liu, ekonom China di Nomura, dilansir Reuters.
"Kami menilai pemerintah berpotensi memperkenalkan kembali kebijakan untuk menstabilkan atau bahkan sedikit meningkatkan harga perumahan di kota-kota besar, karena langkah ini akan menjadi cara paling efektif untuk mendorong konsumsi," tambahnya.
Adapun lemahnya pasar properti telah menjadi hambatan besar bagi pemulihan ekonomi China. Ketidakpastian di sektor ini telah menekan kepercayaan konsumen, menurunkan pengeluaran rumah tangga, dan memperburuk perlambatan ekonomi yang juga tertekan oleh perang dagang dengan Amerika Serikat.
Data terpisah yang dirilis pada hari yang sama menunjukkan pertumbuhan ekonomi China melambat pada kuartal ketiga, disebabkan oleh keterpurukan sektor properti dan penurunan ekspor.
Sektor perumahan, yang sebelumnya menjadi pendorong utama ekonomi China selama dua dekade, kini justru menjadi beban terbesar. Sejak 2021, krisis utang melanda banyak pengembang besar, menyebabkan proyek perumahan mangkrak dan kepercayaan publik terhadap pasar menurun drastis.
Dari 70 kota yang disurvei oleh NBS, 63 kota melaporkan penurunan harga rumah baru secara bulanan, sementara 61 kota mencatat penurunan secara tahunan.
Harga rumah bekas juga turun lebih tajam: 3,2 persen di kota tingkat satu seperti Beijing dan Shanghai, 5,0 persen di kota tingkat dua, dan 5,7 persen di kota tingkat tiga.
Penurunan ini memperkuat tren bahwa pelemahan telah meluas ke seluruh lapisan pasar properti, bukan hanya di kota kecil atau pengembang bermasalah.
Pemerintah China sebenarnya telah berulang kali berjanji menstabilkan pasar properti. Dalam 2 tahun terakhir, Beijing meluncurkan berbagai kebijakan seperti pemangkasan suku bunga kredit perumahan, program percepatan pembangunan kembali desa perkotaan, serta pelonggaran aturan pembelian rumah di banyak daerah. Namun, berbagai langkah tersebut belum memberikan dampak signifikan.
Zhang Dawei, analis utama di Centaline Property Agency, memperkirakan volume transaksi properti akan turun sekitar 10% tahun ini.
"Untuk memulihkan kepercayaan, diperlukan dukungan permintaan yang lebih kuat, seperti menurunkan lagi suku bunga hipotek dan memperluas cakupan potongan pajak penghasilan pribadi," kata Zhang.
Jeff Zhang, analis ekuitas properti di Morningstar, mengatakan bahwa agenda rapat Komite Sentral Partai Komunis China pekan ini akan menekankan stabilitas sektor properti, sambil mendorong stimulus lokal seperti subsidi pembelian rumah dan keringanan pajak.
Pertemuan tertutup yang digelar Senin hingga Kamis itu akan membahas arah kebijakan ekonomi jangka panjang, termasuk rancangan Rencana Pembangunan Lima Tahun ke-15.
Â
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Hantam Negara Maju, Banyak Warga Tidur di Bandara
