ROAD TO HARI TAMBANG & ENERGI

Ini Bedanya Pengelolaan Sumur Minyak Rakyat & Tambang Rakyat

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
21 October 2025 17:20
Ilustrasi Tambang
Foto: Ilustrasi Tambang

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan perihal pengelolaan masyarakat akan sektor energi, baik itu minyak dan pertambangan. Terdapat dua istilah yakni sumur minyak rakyat dan juga Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Kedua skema itu dinilai sama-sama memberikan ruang bagi masyarakat untuk tetap bisa menambang atau mengambil sumber daya alam secara legal, tapi dengan sistem pengelolaan yang berbeda.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara sumur rakyat dan tambang rakyat terletak pada pola penjualan dan kewajiban finansial terhadap negara.

"Kalau sumur rakyat itu sebetulnya equal kalau di industri pertambangan itu adalah IPR, Izin Pertambangan Rakyat," ujar Tri dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia Special Road to Hari Tambang dan Energi 2025, dikutip Selasa (21/10/2025).

Di sektor minyak, hasil dari sumur rakyat dijual dengan harga yang sudah diatur berdasarkan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

"Sumur masyarakat itu menjual ke koperasi ataupun BUMD ataupun UKM dengan harga 70% ICP, kemudian koperasi atau BUMD itu menjual kepada Pertamina dengan harga 80% ICP," jelas Tri.

Artinya, mekanisme pengelolaan minyak rakyat memiliki rantai distribusi dan harga yang dikendalikan oleh negara. Tujuannya adalah menjaga stabilitas harga serta memastikan bahwa hasil produksi tetap masuk melalui Pertamina.

Sementara itu, sistem di tambang rakyat melalui skema IPR terdapat perbedaan. Penambang yang mengantongi izin IPR tidak dikenakan royalti kepada negara, namun wajib membayar Iuran Pertambangan Rakyat (IPRA). Besaran IPRA tersebut ditetapkan oleh gubernur masing-masing daerah dan diatur melalui peraturan daerah (Perda).

Besaran IPRA itu sendiri bisa berbeda antar provinsi, tergantung pada jenis komoditas dan kebijakan pemerintah daerah.

"Kalau ini (IPR) mereka menjual secara bebas, mereka tidak membayar royalti tetapi menyetor IPRA atau Iuran Pertambangan Rakyat yang ditetapkan oleh Gubernur melalui PERDA di setiap daerah masing-masing," katanya.

Tri menjelaskan bahwa mekanisme IPR sudah memiliki landasan hukum yakni diatur sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku. Prosesnya dimulai dari gubernur yang mengajukan penetapan Wilayah Pertambangan (WP) kepada Menteri ESDM. Setelah WP ditetapkan, di dalamnya akan ditentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), yang nantinya bisa dikelola masyarakat melalui izin IPR.

Selain memberikan kepastian hukum, sistem IPR juga ditujukan untuk mengurangi tambang ilegal dan menata kembali aktivitas penambangan agar lebih tertib, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Pemda juga nantinya bisa melakukan pembinaan kepada pemegang IPR agar pengelolaan tambang berjalan sesuai standar teknis dan lingkungan.

Dengan begitu, kedua skema tersebut dinilai sebagai upaya pemerintah untuk memberikan ruang legal bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam, sekaligus memastikan kegiatan masyarakat tetap terpantau, tertib, dan memberikan manfaat ekonomi baik bagi daerah maupun negara.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warga Boleh Ngebor Sumur Minyak, Daerah Ini Paling Banyak!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular