Kadin Wanti-Wanti Ancaman Deindustrialisasi, Pabrik Bisa Tinggalkan RI

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
07 October 2025 20:05
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin di Menara Kadin, Selasa (7/10/2025). (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)
Foto: Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin di Menara Kadin, Selasa (7/10/2025). (CNBC Indonesia/Ferry Sandi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Saleh Husin mengingatkan efek bahaya jika pertumbuhan industri nasional tersendat. Kata dia, target pertumbuhan ekonomi 8% dipertaruhkan, jika industri nasional mengalami tekanan. 

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk "Keberlanjutan Gas Bumi untuk Industri Nasional: Sinergi Kebijakan, Pasokan, dan Daya Saing" di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (7/10/2025). Turut hadir ⁠Dirjen Migas Kementerian ESDM  Laode Sulaeman, ⁠Kepala SKK Migas Djoko Siswanto, ⁠Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, dan ⁠Direktur Utama PT PNG Tbk Arief Kurnia.

Saleh menyoroti persoalan akibat pasokan gas yang jauh dari kebutuhan serta harga yang tinggi hingga menggerus daya saing industri pengolahan (manufaktur) di dalam negeri. Dia menyebutnya sebagai potensi risiko deindustrialisasi.

"Harga gas yang terlalu tinggi dapat membuat industri nasional kehilangan daya saing. Jika harga gas mencapai US$ 16,77 per MMBTU, banyak pelaku industri berisiko menutup operasi atau memindahkan pabrik ke negara tetangga yang menawarkan harga energi lebih murah," kata Saleh.

"Kalau harga gas terlalu tinggi, bisa-bisa beberapa industri lari ke negara tetangga yang energinya lebih kompetitif. Hal ini akan memicu lonjakan impor produk jadi, mengancam industri dalam negeri, serta menurunkan kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," sambungnya.

Kata Saleh, keberlanjutan pasokan energi, termasuk gas bumi, menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%, sebagaimana tertuang dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

"Untuk tumbuh 8%, industri harus tumbuh lebih dulu. Tanpa industri yang kuat, ekonomi tidak akan mencapai target itu," tegas Saleh.

"Kadin berharap pemerintah segera mengambil langkah strategis, termasuk membolehkan impor gas dengan mekanisme terukur, agar industri nasional tetap tangguh, efisien, dan kompetitif di pasar global," ucapnya.

Pasokan Hanya 60%

Di sisi lain, Saleh mengungkapkan, pemerintah memang telah menetapkan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 7 per MMBTU untuk tujuh sektor industri melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 255K Tahun 2024. Sayangnya, pasokan yang diterima industri masih jauh dari kebutuhan.

"Kawan-kawan industri hanya mendapatkan sekitar 60% suplai gas HGBT. Padahal, gas bumi merupakan komponen penting dalam proses produksi industri pengolahan, seperti pupuk, baja, semen, farmasi, keramik, tekstil, hingga makanan dan minuman. Kekurangan pasokan ini berpotensi menekan daya saing dan kapasitas produksi industri dalam negeri," ucapnya.

Impor gas menjadi solusi yang menurutnya yang dapat dilakukan sampai proyek eksplorasi gas nasional pada 2026-2028 mulai berproduksi.

"Dengan membuka akses impor, harga gas bagi industri dapat lebih kompetitif, kapasitas produksi meningkat, dan daya saing ekspor produk manufaktur Indonesia terjaga. Pemerintah dapat mempertimbangkan impor dalam periode terbatas, sambil menunggu hasil eksplorasi. Setelah suplai dalam negeri mencukupi, impor bisa dihentikan," kata Saleh.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anindya Bakrie Lakukan Misi ke AS, Bawa 3 Agenda Khusus-Ini Hasilnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular