
Dulu Tukang Sedot WC Kipas-Kipas Duit, Sekarang Hidup Makin Susah

Jakarta, CNBC Indonesia - Jasa sedot WC saat ini tengah sepi order. Dulu bisnis ini dianggap sangat menjanjikan karena pasar yang besar seperti rumah tangga dan perusahaan. Kini banyak penyedia jasa tersebut harus gigit jari, karena sudah mulai ditinggal oleh para pelanggannya.
Sapri, supir truk sekaligus tukang sedot WC di kawasan DI Panjaitan, Cawang, Jakarta Timur saat ditemui CNBC Indonesia pada Senin (6/10/2025) mengaku pasrah dengan keadaan sekarang.
"Sekarang sudah beda jauh, dulu mungkin sedot WC jadi bisnis menjanjikan, sekarang sudah tidak bisa begitu lagi, sekarang ya buat menghidupi keluarga saja sudah susah," kata Sapri saat bercerita kepada CNBC Indonesia.
Penghasilan yang ia dapat dari sedot WC kini makin berkurang karena banyak pelanggan yang kabur dan mencari jasa serupa, tetapi lebih murah. Atau masyarakat kini juga bisa melakukan berbagai macam cara untuk melakukannya sendiri saat WC nya mampet.
"Ya pasti ngaruh ke penghasilan, kalau per hari 5 kali sedot, kalikan Rp600.000 saja, itu sudah dapat Rp 3 juta, itu belum yang di basement gedung-gedung atau rumah yang luas, biasanya bisa seharga jutaan, tapi sekarang, ya mau pasrah juga gimana," lanjutnya.
Senada dengan Sapri, Ilham juga mengatakan kondisinya sudah lebih sulit dibandingkan dahulu, karena kini banyak pekerjaan yang serupa dan harga yang ditawarkan lebih murah.
"Kalau dibandingkan dahulu, ya beda jauh sih, dulu bisa dapat jutaan, sekarang karena 1 atau 2 kali aja susah, boro-boro dapat jutaan rupiah, siang bolong gini aja masih belum ada orderan," ujar Ilham.
![]() Jasa Sedot WC dikawasan Cawang, Jakarta Timur, Senin,6/10. (CNBC Indonesia/Chandra) |
Sering Disalahkan Membuang Limbah Sembarangan
Tak hanya resah soal sepinya pelanggan, Sapri juga khawatir ada pihak tertentu yang melakukan pelaporan ketika ia sedang melakukan penyedotan. Padahal, Ia sudah melakukannya sesuai prosedur.
"Biasanya kalau kondisi seperti ini, terkadang kami anggap melakukan hal-hal yang sudah benar, tetapi dianggap salah, kemudian diviralkan. Contohnya buang hasil penyedotan ke saluran air atau sungai, alhasil, ya kami takut juga karena sekarang apa-apa gampang diviralkan, padahal kita sudah lakukan dengan benar dan sesuai prosedur," ungkap Sapri.
Sapri menambahkan, jika hal tersebut terjadi, bukan mendapatkan untung dari jasa sedot WC, justru mengalami kerugian karena harus membayar ganti rugi kepada pejabat atau instansi terkait.
"Kadang kalau ke gap, kitanya malah jadi boncos, karena harus ganti rugi sebesar Rp 5 juta. Akhirnya kami enggak mau ambil risiko, takut sekarang apa-apa diviralin," lanjutnya.
Kini, mereka terpaksa pada keadaan, karena banyak pelanggan yang sudah tak lagi memakai jasa mereka karena dinilai terlalu mahal, di mana untuk menggunakan jasa mereka harus membayar sekitar Rp 500.000-Rp 600.000, bahkan bisa jutaan rupiah.
"Ya kalau mau nyalahkan keadaan, berarti melanggar kehendak tuhan, ya kami cuma bisa pasrah sembari berharap ada solusi dari pemerintah atau pejabat terkait," ungkap Sapri.
Sapri berharap hal ini dapat segera berakhir dan kembali normal, agar bisa menghidupi keluarganya.
"Ya kalau kondisinya begini terus, mungkin lama-lama bisa nyerah, cuma ya jangan menyerah sih," terang Sapri.
(chd/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mikroplastik Bawa Masalah, Jepang Sampai Mau Datang-Cek Langsung ke RI
