Internasional

Trump Mendadak Kirim Pasukan-Serbu Negara Bagian Ini, Pentagon Kaget

luc, CNBC Indonesia
29 September 2025 13:30
Gas air mata dan asap menyelimuti agen ICE saat orang-orang memprotes kebijakan imigrasi pemerintahan Presiden AS Donald Trump, di luar fasilitas penahanan ICE di Portland, Oregon, AS, 1 September 2025. (REUTERS/John Rudoff)
Foto: Gas air mata dan asap menyelimuti agen ICE saat orang-orang memprotes kebijakan imigrasi pemerintahan Presiden AS Donald Trump, di luar fasilitas penahanan ICE di Portland, Oregon, AS, 1 September 2025. (REUTERS/John Rudoff)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara pemerintah pusat Amerika Serikat dan negara bagian Oregon meningkat tajam pada akhir pekan ketika Menteri Pertahanan Pete Hegseth memerintahkan pengerahan 200 personel Garda Nasional Oregon di bawah otoritas federal.

Langkah ini diambil hanya beberapa jam setelah negara bagian yang dipimpin Partai Demokrat itu mengajukan gugatan hukum terhadap Presiden Donald Trump, yang dituding melampaui kewenangannya.

Trump pada Sabtu (27/9/2025) mengumumkan rencana mengirim pasukan ke Portland dengan alasan melindungi fasilitas imigrasi federal dari apa yang ia sebut sebagai "teroris domestik." Ia juga menegaskan memberi kewenangan bagi pasukan tersebut untuk menggunakan "kekuatan penuh bila diperlukan".

Langkah itu langsung menuai penentangan keras. Jaksa Agung Oregon Dan Rayfield, mewakili pemerintah negara bagian, mendaftarkan gugatan di pengadilan federal Portland pada Minggu dengan menggugat Trump, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, serta Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem.

"Dengan dalih tak berdasar dan hiperbolis, Presiden menyebut Portland sebagai kota yang 'hancur perang' dan 'dikepung' oleh 'teroris domestik.' Para tergugat telah melanggar kedaulatan Oregon dalam mengatur penegakan hukum dan penggunaan sumber daya Garda Nasionalnya sendiri," bunyi gugatan tersebut, dilansir Reuters, Senin (29/6/2025).

Rayfield menambahkan pengiriman ratusan tentara hanya untuk menjaga satu gedung federal "bukanlah hal normal." Pernyataan itu merujuk pada fasilitas milik Badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) di Portland, yang selama ini menjadi lokasi demonstrasi.

Menurut gugatan itu, aksi protes terhadap ICE di Portland sejak Juni berlangsung kecil dan relatif terkendali. Data terbaru juga menunjukkan tingkat kejahatan kekerasan di Portland justru menurun signifikan.

Laporan pertengahan tahun dari Asosiasi Kepala Kepolisian Kota Besar (Major Cities Chiefs Association) mencatat pembunuhan turun 51% dalam 6 bulan pertama 2025 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Meski demikian, Trump sejak kembali menjabat pada Januari lalu menjadikan isu kriminalitas sebagai agenda utama pemerintahannya, meskipun statistik memperlihatkan tren penurunan di banyak kota besar AS.

Kebijakan keras Trump dalam penegakan hukum dan imigrasi tidak hanya memicu gugatan hukum, tetapi juga protes publik di sejumlah kota yang dipimpin Partai Demokrat. Sebelumnya, pengerahan pasukan federal di Los Angeles dan Washington D.C., memicu tantangan serupa.

Kejutan di Pentagon

Rencana pengerahan pasukan ke Portland ternyata tidak dikoordinasikan dengan baik. Enam pejabat AS yang dikutip Reuters mengaku bahwa keputusan Trump mengejutkan banyak pihak di Pentagon.

"Itu datang seperti petir di siang bolong," ujar salah satu pejabat, yang menyebut militer sebelumnya hanya menyiapkan skenario terbatas untuk kota lain seperti Chicago dan Memphis.

Memo Hegseth yang menandatangani perintah pengerahan 200 pasukan Garda Nasional dipublikasikan bersamaan dengan gugatan Oregon, memperlihatkan bahwa Pentagon sudah menindaklanjuti instruksi Trump. Namun, juru bicara Departemen Pertahanan belum memberikan komentar resmi.

Kejadian ini mengingatkan kembali pada tahun 2020 ketika Portland menjadi pusat protes berkepanjangan pasca pembunuhan George Floyd di Minneapolis. Saat itu, sebagian tokoh sipil berpendapat bahwa kehadiran pasukan federal justru memperkeruh keadaan ketimbang meredam kerusuhan.

Kali ini, peringatan Trump tentang penggunaan "kekuatan penuh" kembali memicu kekhawatiran. Masih belum jelas apakah pernyataan tersebut mencakup otorisasi penggunaan kekuatan mematikan, dan dalam kondisi apa hal itu bisa dijalankan. Secara hukum, pasukan AS yang bertugas di dalam negeri hanya boleh menggunakan kekuatan untuk membela diri.

Wali Kota Portland Keith Wilson mengaku sama sekali tidak mendapat pemberitahuan resmi terkait keputusan pengerahan pasukan. Ia baru mengetahui kebijakan itu melalui media sosial. Situasi tersebut memperdalam kesan adanya komunikasi yang buruk antara pemerintah federal dan otoritas lokal.

Ketegangan ini muncul hanya beberapa hari setelah penembakan di fasilitas ICE di Dallas yang menewaskan seorang tahanan dan melukai dua lainnya, insiden yang semakin memanaskan retorika Trump mengenai "ancaman imigran" dan "teroris domestik."

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Tarif Impor AS Dinilai Tak Konsisten, Pegatron Sebut Risikonya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular