
Raja Singa Tiba-Tiba Meledak di Sini, Kasus Naik 460%

Jakarta, CNBC Indonesia - Jerman menghadapi tantangan kesehatan masyarakat yang serius seiring dengan lonjakan drastis kasus sifilis selama dua dekade terakhir. Laporan terbaru dari Robert Koch Institute (RKI), lembaga kesehatan masyarakat negara itu, mengungkapkan peningkatan infeksi yang mengkhawatirkan, menyoroti tren yang terus menanjak dan memerlukan perhatian mendalam dari otoritas kesehatan dan masyarakat luas.
Menurut data RKI yang dikutip Senin (29/9/2025), angka infeksi sifilis telah meroket hingga 460% sejak tahun 2001. Pada awal milenium, tercatat 1.697 kasus, sementara pada tahun 2024, jumlahnya melonjak menjadi 9.519 kasus.
Penyakit menular seksual ini, yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Laporan tersebut secara spesifik menyoroti bahwa lonjakan kasus ini paling signifikan terjadi di kalangan komunitas LGBTQ, dengan pria homoseksual menjadi kelompok yang paling terdampak.
Wabah di kalangan pria gay telah menjadi pendorong utama peningkatan kasus sejak akhir tahun 1990-an. Sekitar tiga perempat dari total kasus yang dilaporkan di Jerman terkait dengan komunitas ini.
Data demografis lebih lanjut menunjukkan adanya kesenjangan yang jelas. Kaum perempuan hanya menyumbang sekitar 7,6% dari total kasus infeksi. Rata-rata usia pasien yang terdiagnosis sifilis adalah sekitar 41 tahun.
Laporan RKI juga menekankan bahwa risiko infeksi ulang tetap menjadi masalah yang persisten di antara populasi yang terinfeksi, yang semakin mempersulit upaya penanggulangan.
Secara geografis, penyebaran infeksi sifilis tidak merata dan sangat terkonsentrasi di pusat-pusat kota besar. Tingkat infeksi tertinggi tercatat di kota-kota metropolitan seperti Berlin, Hamburg, Cologne, Frankfurt, dan Munich.
Masalah ini menjadi lebih kompleks dengan adanya koinfeksi. Data menunjukkan bahwa hingga setengah dari pasien di komunitas LGBTQ yang didiagnosis sifilis juga positif HIV. Tidak jarang pula ditemukan koinfeksi dengan Hepatitis C, yang menambah beban kesehatan pada individu yang terinfeksi dan menuntut pendekatan pengobatan yang lebih komprehensif.
Sebagai salah satu faktor pendorong, laporan tersebut mengaitkan penyebaran infeksi menular seksual dengan meningkatnya penggunaan media sosial dan aplikasi kencan.
"Platform digital ini dianggap memfasilitasi peningkatan jumlah pasangan seksual, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penularan penyakit seperti sifilis," tutur laporan itu.
(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bocoran dari Prabowo: Penerima MBG Bakal Capai 20 Juta di Agustus
