
Strategi dan Fokus Investasi PGE Dorong Pengembangan Panas Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE meyakini bahwa geothermal bukan hanya solusi dalam melawan krisis iklim, melainkan juga pertumbuhan ekonomi.
Direktur Keuangan PGE, Yurizki Rio bahkan menyebutkan bahwa geothermal seharusnya menjadi salah satu mesin untuk pertumbuhan ekonomi.
"Karena setiap million dollars yang telah diinvestasikan ke dalam geothermal itu have attracting global capital, creating millions of jobs dan juga mendukung pertumbuhan green industrial growth across the supply chain seperti drilling services dan sebagainya," ungkap Yurizki kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Kamis (18/9/2025).
Adapun PGE saat ini telah menjalankan 727 MegaWatt (MW) memiliki sumber hingga 3.000 MW dan sampai 2033 PGEO akan menaikan kapasitas hingga 1.800 MW. Secara rinci, Yurizki menyatakan akan ada tambah 1.100 MW dengan capex per MW sekitar US$ 5-6 juta, sehingga dana yang dibutuhkan itu mencapai US$ 6 miliar.
"Setiap US$ 1 dollar yang kita investasikan di geothermal itu multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi, secara konservatif US$ 1,25 (bertambah 25 sen). Jadi dari total investasi kita US$ 6 miliar menjadi sekitar US$ 7,5 miliar nilai tambahnya, setara dengan Rp 124 triliun," rinci Yurizki.
Yurizki juga menambahkan keuntungannya bukan hanya angka-angka namun juga produksi listrik dan tentu saja dengan utilisasi geothermal, apalagi saat ini ada hilirisasi dan juga industrialisasi dan ini semua bisa dilakukan dengan penggabungan geothermal, karena produk-produk turunan geothermal itu sangat banyak sekali, seperti green hydrogen, green ammonia dan kemudian nanti bisa providing green power to green data center plant.
Adapun secara bisnis, Internal Rate of Return (IRR) PGE masih di satu digit meski ekspektasi di pasar diharapkan pada 11% hingga 12%. Padahal, menurut Rizki geothermal itu harus bisa meng-address semua yang ada di energi trilemma, seperti sustainability, reliability, dan affordability.
"Affordability paling mudah itu kan kita pointing finger ke tarif. Tapi kita untuk menaikkan tarif tidak sesimpel itu. Karena pricing geothermal itu harus tetap kompetitif, apalagi di Indonesia harus tetap masuk akal untuk bisa digunakan PLN," kata Yurizki.
Oleh karena itu, Yurizki memastikan bahwa PGEO sedang melakukan pemetaan, misalnya risiko terbesar di ada dimana dan akan dicari kesempatan apa yang bisa dilakukan.
"Nah, kalau kita lihat resiko terbesar itu kan adanya di subsurface risk atau exploration risk. Yang katanya chances of success-nya itu hanya 50%. Tapi memang kita di PGE kita diuntungkan karena memiliki resources itu yang kurang lebih 60-70% itu berada di brownfield area, Sehingga chances of success-nya bisa mencapai 80%," jelas Rizki.
Dia juga mengatakan bahwa dengan kesempatan keberhasilan hingga 80% akan mempercepat waktu COD yang akan signifikan selain tarif, sehingga sangat mungkin untuk menaikan IRR. PGE juga akan menggunakan teknologi terbaru. Adapun saat ini, PGE menerapkan binary technology bersama PLN untuk dikembangkan di cogeneration power plant, sehingga capex per megawatt kita bisa turunkan dari sekitar US$ 5 juta menjadi sekitar US$ 3 juta.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Nambah 5,2 GW Listrik Panas Bumi di 2034, PGE Siap Dukung Penuh
