
Putin Siap Naikkan Pajak & Revisi Aturan Minyak Demi Tutup Defisit

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin mengisyaratkan kemungkinan kenaikan pajak bagi kalangan kaya untuk menutup defisit anggaran yang membengkak di tahun keempat perang Ukraina.
"Kami harus berhati-hati, tetapi langkah-langkah seperti pajak barang mewah atau pajak dividen yang lebih tinggi mungkin wajar selama masa perang," ujar Putin dalam pertemuan dengan pimpinan parlemen, Kamis (18/9/2025).
"Di Amerika Serikat, selama Perang Vietnam dan Perang Korea, mereka menaikkan pajak khususnya bagi orang-orang berpenghasilan tinggi," tambahnya.
Rancangan anggaran Rusia diperkirakan masuk ke parlemen pada 29 September. Reuters melaporkan pemerintah mempertimbangkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai opsi menutup defisit. Rusia sebelumnya sudah memperkenalkan pajak penghasilan progresif pada 2021 dan menaikkan tarif bagi warga berpenghasilan tinggi tahun ini.
Sementara itu, Menteri Keuangan Anton Siluanov mendorong aturan baru terkait pendapatan minyak dan gas demi memperkuat ketahanan fiskal. Ia mengumumkan untuk menurunkan harga batas bawah minyak yang menjadi acuan aturan anggaran. Pendapatan minyak di atas batas tersebut akan masuk ke dana cadangan fiskal.
"Langkah ini akan membuat anggaran kita lebih kuat dan mengurangi ketergantungan pada harga energi," kata Siluanov dalam forum keuangan tahunan.
Siluanov menyatakan harga batas akan diturunkan US$1 (sekitar Rp15.300) per tahun hingga mencapai US$55 per barel (sekitar Rp841.500) pada 2030, dari posisi saat ini US$60 per barel (sekitar Rp918.000).
Cadangan fiskal Rusia saat ini mencapai 4 triliun rubel atau sekitar Rp738 triliun. Tahun ini pemerintah berencana menggunakan 447 miliar rubel (Rp82,5 triliun), untuk menutup sebagian defisit yang diperkirakan lebih dari 1,7% PDB.
Namun tantangan masih besar. Penjualan minyak dan gas Rusia pada September diperkirakan anjlok 23% dari tahun lalu akibat harga rendah dan penguatan rubel. Ekonomi juga diproyeksikan melambat ke 1% pada 2025 dari 4,3% pada 2024.
"Jika aturan ini tidak diterapkan, anggaran akan jauh lebih rentan terhadap fluktuasi harga minyak," tambah Siluanov.
(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Putin Mau Bertemu Zelenskiy di Turki, Trump Lagi di Arab Minta Ikut
