
Impor Gula Mentah Disetop Sementara, Ini Penjelasan Wamentan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan menghentikan sementara realisasi impor gula kristal mentah (GKM) atau raw sugar. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengatakan, dari total kuota impor gula mentah tahun ini, 70% sudah terealisasi.
Namun, sisanya diputuskan untuk ditahan terlebih dahulu.
Sebagai catatan, impor gula mentah dimaksud adalah untuk kebutuhan produksi gula rafinasi yang biasanya digunakan industri, bukan untuk produksi gula konsumsi.
"Yang jelas, yang sudah terealisasi sekarang kan 70% untuk gula impor, raw sugar-nya. Nah, keputusan hari ini, sisanya itu sementara kita hold dulu," kata Sudaryono saat ditemui di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
"Sisanya tinggal...berarti 70% dari 4 juta ton," tambahnya.
Saat ditanya lanjut kapan impor dibuka lagi, Sudaryono tidak memberi tidak memberi jawaban pasti.
"Ya, maksudnya kita lihat dong, di-hold itu kan artinya syukur-syukur nggak usah impor lagi," ujarnya.
Gula Rafinasi Rembes, Produksi Petani Kena Getahnya
Sudaryono juga mengungkapkan perkiraan produksi gula kristal putih (GKP) tahun ini mencapai 2,59 juta ton. Namun, ia menyoroti persoalan serius di lapangan, yakni peredaran gula rafinasi yang seharusnya khusus untuk industri makanan dan minuman, justru merembes masuk ke pasar tradisional menjadi gula konsumsi.
"Ditemukan di banyak pasar, bagaimana gula rafinasi itu kan ketat, dia kebutuhannya untuk kebutuhan industri saja, makanan dan minuman dan seterusnya ya. Itu kan nggak boleh dijual kiloan kepada masyarakat. Nah itu ditemukan di beberapa titik, kita ingin ini ditindak tegas," tegasnya.
Ia menyebut kebocoran distribusi gula rafinasi ini berdampak langsung pada serapan gula petani. "Efeknya adalah gula konsumsi yang diproduksi dari tebu petani yang digiling di pabrik gula, itu serapannya rendah. 100 ribu tonnya macet, sehingga kan itu merugikan ya, merugikan petani ya," kata Sudaryono.
Menurut dia, selisih harga antara gula rafinasi dan gula konsumsi menjadi penyebab utama praktik ilegal tersebut.
"Ini kan kenapa? Karena gula rafinasi itu harganya jauh lebih murah daripada gula konsumsi. Nah kalau gula rafinasi yang jauh lebih murah ini kemudian bocor kan ini namanya kejahatan dong ya. Sudah petani yang dirugikan, dan dia mengambil untung dengan cara yang nggak benar," tegasnya.
Sudaryono memastikan, pemerintah akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang terbukti melanggar. "Yang jelas di-blacklist, ya kalau ada melanggar hukum, ya nanti harus ada sanksi pidana dong," imbuh dia.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi. Ia menegaskan, pemerintah akan memperketat pengendalian distribusi gula rafinasi.
"Pokoknya, gula rafinasi itu harus dikendalikan," kata Arief saat ditemui di lokasi yang sama.
Arief menyebut, pengendalian ini sejalan dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. "Jadi pengendalian gula rafinasi. Karena tadi ditemukan di Banten, di Serang, masih ada gula rafinasi," ujarnya.
Menurut Arief, selisih harga menjadi masalah utama karena gula rafinasi lebih murah Rp2.000-Rp3.000 per kg dibandingkan gula dari petani lokal.
"Kalau dia (rafinasi) dijual di pasar, gula kita (petani tebu) ini bisa nggak laku nih. Dan harusnya gula ini untuk industri. Industri adalah industri... Gula konsumsi, gula konsumsi," jelasnya.
Arief menambahkan, rendahnya rendemen gula lokal membuat harga lelang gula domestik sulit bersaing. "Jadi ke depan, bukan berarti harga lelang itu Rp14.500 terus kita diam. Nggak. Karena rendemen di luar negeri itu bisa di atas 12%, bisa 13%," katanya.
Ia menegaskan, jika peredaran gula rafinasi di pasar tradisional masih ditemukan, Satgas Pangan akan turun tangan melakukan penindakan.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Polisi Turun Langsung Kawal Ketat Peredaran Gula, Ada Masalah Apa?
