Internasional

Industri Kebanggaan Eropa di Ambang "Kiamat", China-AS Mengancam

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
08 September 2025 20:50
Audi Q5 parts are seen on a assembly line of the German car manufacturer's plant during a media tour in San Jose Chilapa, Mexico April 19, 2018. REUTERS/Henry Romero
Foto: REUTERS/Henry Romero
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri otomotif Eropa sedang menghadapi krisis serius akibat penjualan yang lesu, biaya energi tinggi, persaingan global yang makin ketat, serta ketidakpastian regulasi dan perdagangan.

"Ada risiko bahwa peta masa depan industri mobil global akan digambar tanpa Eropa," kata Kepala Bidang Industri Uni Eropa, Stéphane Séjourné, dikutip dari Euronews, Senin (8/9/2025).

Untuk mencari jalan keluar, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen akan mengumpulkan para eksekutif puncak otomotif di Brussels pada Jumat mendatang. Pertemuan ini menjadi forum krisis ketiga sekaligus terakhir tahun ini, bagian dari "Dialog Strategis tentang Masa Depan Industri Otomotif."

Adapun Uni Eropa sebenarnya sudah meluncurkan Rencana Aksi Industri musim semi lalu, termasuk dana 1,8 miliar euro (Rp34,5 triliun) untuk produsen baterai melalui program Battery Booster dan tambahan 1 miliar euro (Rp19 triliun) untuk riset baterai di bawah Horizon Europe. Namun, program itu dinilai belum cukup mengubah prospek yang suram.

"Rasa urgensi belum hilang. Kami membutuhkan lebih banyak tindakan," ujar Sigrid de Vries, Direktur Jenderal Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA).

Dalam surat terbuka kepada Ursula von der Leyen, Presiden ACEA Ola Källenius dan Presiden Asosiasi Pemasok Otomotif Eropa (CLEPA) Matthias Zink menegaskan transformasi industri harus lebih realistis.

"Rencana transformasi Eropa harus bergerak melampaui idealisme untuk mengakui realitas industri dan geopolitik saat ini," tulis mereka.

Pasar EV Mandek

Salah satu tantangan terbesar datang dari stagnasi kendaraan listrik (EV). Pangsa pasar EV berbasis baterai di Eropa berhenti di sekitar 15%, jauh dari ambisi transisi energi.

Masalah utamanya adalah infrastruktur. Dari total 880.000 titik pengisian daya publik di seluruh Uni Eropa, 75% hanya terkonsentrasi di Belanda, Prancis, dan Jerman. Padahal, untuk mencapai target 2030, Eropa membutuhkan 8,8 juta titik pengisian daya-setara 1,5 juta unit baru per tahun, atau hampir 10 kali lipat laju pertumbuhan sekarang.

Di tengah kondisi itu, produsen meminta peninjauan kembali regulasi CO2. "Memenuhi target CO2 yang kaku untuk mobil dan van pada 2030 dan 2035, di dunia saat ini, tidak lagi memungkinkan," tulis ACEA dan CLEPA. Mereka menekankan perlunya fleksibilitas, termasuk tidak sepenuhnya menutup pintu bagi mesin pembakaran internal.

"Lagi pula, Anda tidak bisa memaksa orang membeli jenis mobil tertentu," ujar de Vries.

Tantangan Ganda China-AS

Elektrifikasi sebetulnya menjadi strategi global untuk kendaraan tanpa emisi. Namun, justru perusahaan-perusahaan baru di sektor baterai dan teknologi yang kini menyalip produsen tradisional Eropa.

Buktinya, pada 2024 hanya ada satu mobil listrik Uni Eropa-Volkswagen ID.3-yang masuk daftar 10 besar global. Sebaliknya, China terus memperkuat dominasinya berkat kendali atas rantai pasok baterai dan biaya tenaga kerja yang lebih rendah.

Menurut Germany Trade & Invest, penjualan kendaraan di China tahun lalu mencapai lebih dari 32 juta unit, setengah di antaranya kendaraan listrik. Sebagai perbandingan, di Uni Eropa hanya terjual 11 juta unit dan di AS 15 juta unit.

Tren itu terlihat jelas di pameran industri IAA Mobility Munich pekan ini, di mana jumlah perusahaan China yang berpartisipasi melonjak 40% ke rekor tertinggi.

Selain tekanan dari China, tarif yang diberlakukan Donald Trump terhadap mobil Eropa menambah beban industri. Laporan daya saing Uni Eropa yang ditulis mantan Perdana Menteri Italia Mario Draghi menekankan pentingnya ketahanan industri untuk menghadapi situasi ini.

Meski ada suara yang menyerukan kerja sama lebih erat dengan China. "Kita membutuhkan hubungan yang lebih dekat dengan China, bukan menjauh. Akan bodoh jika tidak bekerja sama dengan mereka, karena mereka memegang semua kartu," kata Ferdinand Dudenhöffer, ekonom sekaligus Direktur Center Automotive Research (CAR) Jerman.

Pertaruhan Besar

Taruhannya bukan hanya keberlangsungan bisnis otomotif, melainkan juga masa depan ekonomi Eropa. Industri ini menopang lebih dari 13 juta pekerjaan langsung dan tidak langsung-sekitar 6% dari total lapangan kerja Uni Eropa-serta menyumbang sekitar €1 triliun bagi PDB kawasan.

Di Jerman, Swedia, dan beberapa negara Eropa Timur, industri mobil bahkan menyerap lebih dari 10% tenaga kerja manufaktur. Namun, Jerman saja kehilangan 50.000 pekerjaan di sektor otomotif pada tahun lalu.

"Setiap pekerjaan yang hilang, setiap pabrik yang ditutup, tidak akan kembali," tegas Dudenhöffer. "Jika industri mobil terpuruk, dampaknya terhadap ekonomi Eropa bisa sangat merusak untuk tahun-tahun mendatang."

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Menilik Peran Strategis RI di Rantai Pasok EV Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular