Internasional

Pengembala Kerbau 'Pening 7 Keliling', Negara Ini Kering Kerontang

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
26 August 2025 19:30
kerbau
Foto: Kerbau (Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekeringan parah di selatan Irak mengancam kehidupan penggembala kerbau dan ekosistem rawa yang telah menopang masyarakat selama ribuan tahun. Lahan yang dulunya subur kini berubah menjadi tanah tandus, memaksa puluhan ribu warga berjuang mencari air demi kelangsungan hidup ternak dan keluarga mereka.

Watheq Abbas, 27 tahun, telah menggembalakan kerbaunya di lahan basah selatan Irak selama 15 tahun terakhir. Namun, kekeringan yang berkepanjangan membuat rawa-rawa yang menjadi sumber air dan pakan menyusut drastis.

"Tidak ada lagi air, rawa-rawa telah mati," ujar Abbas kepada AFP, dikutip Selasa (26/8/2025). "Dulu, kekeringan hanya berlangsung satu atau dua tahun, lalu air kembali dan rawa-rawa hidup lagi. Sekarang kami sudah lima tahun tanpa air."

Tahun ini tercatat sebagai salah satu musim kering terparah sejak 1933, dengan suhu musim panas menembus lebih dari 50°Celcius di seluruh Irak. Negara itu sendiri sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Rawa-rawa selatan Irak, yang terdaftar di UNESCO dan diyakini sebagai lokasi Taman Eden, pernah menjadi pusat peradaban Mesopotamia kuno. Kini, lahan tersebut berubah menjadi tanah retak dan tandus.

Puluhan ribu warga yang bergantung pada rawa, seperti penggembala ternak, pemburu, dan nelayan, menyaksikan sumber penghidupan mereka menghilang. Di rawa Chibayish, Abbas masih menemukan sedikit saluran air yang diperdalam pihak berwenang agar kerbau miliknya bisa mendinginkan diri.

Namun, ancaman kekeringan tetap tinggi. Tahun lalu, tujuh kerbaunya mati, dan baru-baru ini ia kehilangan seekor kerbau yang meminum air payau yang terkontaminasi.

Menurut aktivis lingkungan Jassim al-Assadi dari LSM Nature Iraq, kekeringan semakin diperparah oleh bendungan di hulu Sungai Tigris dan Efrat yang dibangun Turki dan Iran.

"Ada perebutan air di Irak," kata Assadi. Pemerintah Irak kini harus menjatah pasokan air untuk 46 juta penduduk, sementara rawa berada di urutan prioritas paling bawah.

Ekosistem rawa juga mengalami kerusakan serius. Dokter hewan Wissam al-Assadi menyebut, "Dulu kami memiliki 48 spesies ikan, sekarang hanya tersisa empat. Dari 140 spesies burung liar, kini tinggal 22."

Hewan yang dulunya berbobot 600 kilogram kini menyusut hingga 300-400 kilogram, sistem kekebalan melemah, dan penyakit meningkat. Kerbau Mesopotamia kini hanya menghasilkan sepertiga produksi susu biasanya.

Sebuah laporan PBB pada Juli lalu memperingatkan bahwa populasi kerbau berisiko punah jika tidak ada langkah konservasi mendesak. Sejak 1974, jumlah kerbau di rawa-rawa menurun drastis, dari 309.000 menjadi sekitar 40.000 ekor pada 2000.

Towayeh Faraj, 50 tahun, penggembala dari dusun Hassja, mengatakan, "Jika ternak masih hidup, kami juga. Kami tidak punya apa-apa lagi: tidak ada gaji, tidak ada pekerjaan, tidak ada dukungan negara."

Faraj kini memiliki 30 ekor ternak, turun dari 120 ekor saat ia memulai kariernya. Ia menyebut, tradisi keluarga menggembalakan kerbau kemungkinan besar akan berakhir, karena anak-anaknya memilih pekerjaan lain.


(tfa/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Malapetaka Hantam Iran, Sekolah & Kantor Tutup-Jutaan Orang Terisolasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular