Pemerintah Kejar Pajak Shadow Economy, DPR Pastikan Tak Ganggu UMKM

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
19 August 2025 17:31
Ketua Banggar DPR, Said Abdullah dalam rapat dengan para Kemenko Kabinet Merah Putih di DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2024). (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)
Foto: (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

Jakarta, CNBC Indonesia - Strategi pemerintah untuk mengurangi penggerusan basis pajak dengan mengawasi aktivitas shadow economy secara intens pada 2026 akan turut dibahas oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, sebetulnya belum ada pembahasan detail antara pemerintah dengan DPR terkait pengawasan shadow economy secara lebih intens pada 2026 meski telah termuat strateginya dalam dokumen Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026.

"Sampai saat ini belum ada pembahasan di Banggar, tunggu aja ya. Pembahasan di Banggar itu nampaknya akan kita bahas di Panja (panitia kerja)," kata Said saat ditemui di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/8/2025).

Meski belum ada pembahasan, Said memastikan, kebijakan pemerintah untuk mengawasi shadow economy ke depan tidak akan sampai mengganggu aktivitas usaha dari UMKM. Sebab, pemerintah telah mengenakan pajak final ke UMKM dengan tarif sebesar 0,5%.

"Kalau UMKM nampaknya enggak pernah disentuh selama ini, selain pajaknya 0,5% itu saja. Kan tidak pernah berubah kalau itu, bahkan di target penerimaan negara 2026 Itu tetap 0,5%," ujar Said.

Sebagaimana diketahui, dalam dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, pemerintah memanfaatkan strategi pengawasan aktivitas shadow economy sebagai bagian dari reformasi perpajakan.

Dalam dokumen itu, disebutkan bahwa persoalan shadow economy penting dilakukan karena selama ini berpotensi menggerus basis penerimaan pajak.

Sejak 2025, pemerintah sebetulnya telah menyusun kajian pengukuran dan pemetaan shadow economy di Indonesia, penyusunan Compliance Improvement Program (CIP) khusus terkait shadow economy, serta analisis intelijen untuk mendukung penegakan hukum terhadap wajib pajak berisiko tinggi.

"Pemerintah juga akan melakukan kajian intelijen dalam rangka penggalian potensi shadow economy tersebut," dikutip dari dokumen RAPBN 2026.

Langkah-langkah konkret dalam memitigasi dampak shadow economy yang telah dilakukan meliputi integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang mulai efektif dengan implementasi sistem Core Tax Administration System (CTAS) pada 1 Januari 2025.

Proses canvassing aktif dilakukan untuk mendata dan menjangkau wajib pajak yang belum terdaftar, serta pemerintah telah menunjuk entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital PMSE untuk meningkatkan pengawasan dan penerimaan.

Sistem layanan perpajakan akan terus diperbaiki melalui implementasi Coretax atau CTAS, dan data pelaku usaha dari sistem OSS BKPM akan dimanfaatkan untuk menjaring UMKM.

Selain itu, pemerintah akan melakukan pencocokan (data matching) atas data pelaku usaha di platform digital yang belum teridentifikasi secara fiskal guna memperkuat basis data dan meningkatkan kepatuhan pajak secara menyeluruh.

"Ke depan, Pemerintah akan fokus mengawasi sektor-sektor dengan aktivitas shadow economy yang tinggi seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan," dikutip dari dokumen RAPBN 2026.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pajak UMKM Tetap 0,5% Sampai Akhir Tahun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular