Internasional

Kiamat Air di Negara Arab, Warga Antre Beli-Danau Kering Kerontan

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
14 August 2025 21:30
Galon Air Mineral
Foto: Air (Dok: Ist)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis air melanda Lebanon. Hal ini nampak dari pasokan air pemerintah di Beirut yang mengalami kekurangan terburuk dalam beberapa tahun.

Kejadian ini pun memaksa warga untuk membeli air yang didistribusikan dengan truk. Setelah curah hujan yang mencapai rekor terendah dan sumur-sumur lokal mengering, sektor publik yang tidak efisien kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar. 

"Air pemerintah biasanya datang setiap dua hari, sekarang menjadi setiap tiga hari," kata Rima Al Sabaa, 50, saat mencuci piring dengan hati-hati di Burj Al Baranjeh, pinggiran selatan Beirut, kepada AFP, Kamis (14/8/2025).

Ia menambahkan, bahkan ketika air pemerintah mengalir, hanya sedikit yang menetes ke tangki penampungan keluarganya.

Begitu habis, mereka harus membeli air yang diangkut dengan truk, yang dipompa dari mata air dan sumur pribadi. Air ini harganya lebih dari US$ 5 (Rp 90 ribu) per 1.000 liter dan hanya bertahan beberapa hari. Kualitasnya yang payau juga membuat perabot berkarat. Di beberapa area, harganya bahkan bisa dua kali lipat.

Seperti banyak warga Lebanon, Sabaa, yang berprofesi sebagai asisten lansia, mengandalkan air botol untuk minum. Namun, di tengah krisis ekonomi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan dampak perang Israel-Hizbullah, biaya-biaya ini terus membengkak.

"Dari mana saya harus mendapatkan uangnya?" keluhnya.

Kelangkaan air sudah lama menjadi masalah umum di Lebanon. Pemerintah sendiri mengakui bahwa hanya sekitar setengah dari populasi yang "memiliki akses yang teratur dan memadai terhadap layanan air publik".

Menurut strategi air nasional, fasilitas penyimpanan permukaan seperti bendungan tidak memadai. Selain itu, setengah dari pasokan air pemerintah dianggap "air non-pendapatan," hilang karena kebocoran pipa dan sambungan ilegal.

Penjatahan Air

Menteri Energi dan Air, Joseph Saddi, mengatakan pekan lalu bahwa "situasi saat ini sangat sulit". Kelangkaan ini terasa berbeda di berbagai wilayah di Beirut Raya, di mana banyak tangki air berjejer di atap, truk-truk air memenuhi jalanan, dan sebagian besar warga yang terhubung dengan jaringan pemerintah tidak memiliki meteran air.

Bulan lalu, pemerintah meluncurkan kampanye yang mendorong konservasi air, menampilkan mata air dan danau yang mengering atau berkurang di seluruh negeri. Di utara ibu kota, level air di beberapa bagian stasiun pompa Dbayeh terlihat rendah, padahal seharusnya mengalir deras.

"Saya sudah 33 tahun bekerja di sini dan ini adalah krisis terburuk dalam hal jumlah air yang kami terima dan dapat dipompa ke Beirut," kata pekerja stasiun pompa tersebut, Zouhair Azzi/

Antoine Zoghbi dari Beirut and Mount Lebanon Water Establishment mengatakan penjatahan air di Beirut biasanya dimulai pada Oktober atau November, setelah musim panas dan sebelum musim hujan.

"Namun, tahun ini dimulai beberapa bulan lebih awal karena kami kekurangan 50% dari jumlah air yang dibutuhkan di beberapa mata air," katanya kepada AFP bulan lalu.

Penjatahan dimulai di beberapa sumur pada Juni untuk mengurangi risiko penggunaan berlebihan dan masuknya air laut. Zoghbi menekankan perlunya penyimpanan tambahan, termasuk bendungan.

Pada Januari, Bank Dunia menyetujui pendanaan lebih dari US$ 250 juta (Rp 4 triliun) untuk meningkatkan layanan air di Beirut Raya dan sekitarnya. 

Pada tahun 2020, Bank Dunia membatalkan pinjaman untuk sebuah bendungan di selatan ibu kota setelah para aktivis lingkungan mengatakan proyek itu dapat merusak lembah yang kaya akan keanekaragaman hayati.

 


(tps/tps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kota Amerika Ini Krisis, Konsumsi Air Penuh Cacing

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular