
Bos Pengusaha Warning Gelombang PHK Ancam RI Lagi, Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan kekhawatiran gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia masih akan berlanjut. Terutama bila kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia tak berpihak pada sektor industri nasional.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menyampaikan, lonjakan PHK sepanjang semester I-2025 bukan sekadar angka statistik, tetapi mencerminkan kondisi riil yang sedang dihadapi dunia usaha.
"Tetapi yang jelas kelihatan bahwa tadi kenaikan (PHK) itu ada, pemerintah sendiri mengatakan (PHK naik) 32%, itu kan angka tinggi, kenaikan yang tinggi, dan ini memang sudah dirasakan juga dari survei yang dibuat oleh Apindo," ujar Shinta dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Shinta menekankan, kondisi ini bukan gelombang PHK biasa, melainkan situasi yang sedang berlangsung dan diprediksi belum akan berhenti dalam waktu dekat.
"Jadi kita sama-sama sepakat bahwa ini bukan hanya sekadar PHK biasa, tetapi ini memang PHK sedang benar-benar berjalan dan masih terus bergulir," lanjutnya.
Di tengah kekhawatiran tersebut, pemerintah Indonesia disebut tengah berupaya memitigasi dampak PHK melalui negosiasi perdagangan dengan pemerintah Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan penurunan tarif impor bagi produk Indonesia dari sebelumnya 32% menjadi 19%. Sementara itu, produk AS yang masuk ke Indonesia akan dibebaskan dari bea masuk.
Meski demikian, Shinta mengingatkan beban tarif yang masih lebih tinggi dibanding negara pesaing tetap berisiko menimbulkan dampak buruk terhadap sektor padat karya, khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
"Kalau sekarang kita nggak punya tarif yang lebih baik dari kompetitor dan ada pengalihan order, itu kan jelas akan mengganggu nantinya tenaga kerja di Indonesia juga, nanti PHK akan semakin lagi bertambah. Jadi ini hal-hal contoh yang coba dilakukan untuk meminimalisir PHK yang sudah ada," tegasnya.
Ia pun menambahkan, kondisi ekonomi saat ini belum menunjukkan tanda pemulihan penuh, sehingga potensi terjadinya PHK masih besar.
"Ini tentunya kalau kita lihat ke depannya memang ini kelihatannya masih terus (ada PHK) dengan kondisi ekonomi yang ada," imbuh Shinta.
Lebih jauh, ia menyoroti wilayah Jawa Tengah menjadi episentrum PHK di sektor TPT, mengingat banyaknya pabrik yang beroperasi di provinsi tersebut. Selain faktor relokasi dan permintaan yang melemah, besaran upah minimum juga menjadi salah satu penyebab tekanan terhadap kelangsungan usaha.
"Dan kemarin itu jelas di Jawa Tengah ada beberapa pabrik besar yang juga (melakukan PHK)," pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jika Nego Tarif Impor Gagal, PHK Massal Ancam Sektor Tekstil Cs
