Internasional

Mantan Presiden Terbukti Bersalah Manipulasi Saksi soal Perang Saudara

luc, CNBC Indonesia
29 July 2025 12:35
Orang-orang memegang topeng yang menggambarkan mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe, saat mereka berunjuk rasa untuk mendukung Uribe di luar kompleks pengadilan Paloquemao sambil menunggu putusan dalam kasus pidana terhadapnya, di Bogota, Kolombia, 28 Juli 2025. (REUTERS/Luisa Gonzalez)
Foto: Orang-orang memegang topeng yang menggambarkan mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe, saat mereka berunjuk rasa untuk mendukung Uribe di luar kompleks pengadilan Paloquemao sambil menunggu putusan dalam kasus pidana terhadapnya, di Bogota, Kolombia, 28 Juli 2025. (REUTERS/Luisa Gonzalez)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe dinyatakan bersalah atas tuduhan penyuapan dan manipulasi saksi dalam sidang bersejarah yang digelar selama hampir 6 bulan.

Putusan yang dibacakan Senin (28/7/2025) waktu setempat ini menjadi pukulan telak bagi sosok konservatif berpengaruh yang selama bertahun-tahun dielu-elukan sebagai penyelamat negara dari kegagalan.

Uribe, yang menjabat sebagai Presiden Kolombia dari 2002 hingga 2010, tidak hadir secara langsung di pengadilan di ibu kota Bogota saat vonis dibacakan. Ia mengikuti jalannya persidangan dari kediamannya di luar kota Medellin.

Hingga saat ini, hakim belum mengeluarkan perintah penahanan terhadapnya. Meski menghadapi kemungkinan hukuman hingga 12 tahun penjara, vonis akhir baru akan dijatuhkan dalam sidang terpisah dan Uribe diperkirakan akan mengajukan banding.

Hakim Sandra Heredia dalam pembacaan putusannya selama lebih dari 10 jam menyatakan bahwa terdapat cukup bukti yang menunjukkan bahwa Uribe telah berkonspirasi dengan seorang pengacara untuk mempengaruhi tiga mantan anggota kelompok paramiliter yang sedang dipenjara.

Mereka 'dilobi' agar mengubah kesaksian terkait dugaan keterlibatan Uribe dengan kelompok bersenjata ilegal yang dibentuk oleh para pemilik tanah pada 1990-an.

Kasus ini bermula pada 2012 ketika Uribe mengajukan gugatan pencemaran nama baik terhadap senator sayap kiri Ivan Cepeda. Namun, Mahkamah Agung Kolombia justru menolak gugatan itu dan pada 2018 memulai penyelidikan terhadap Uribe sendiri.

Dalam sidang tersebut, jaksa menyatakan bahwa Uribe mengirimkan pengacaranya untuk menemui para napi eks paramiliter guna membujuk mereka menarik kembali pernyataan yang telah mereka berikan kepada Senator Cepeda.

Uribe membantah telah mencoba memanipulasi saksi, namun mengakui bahwa ia memang mengupayakan wawancara dengan para narapidana tersebut sebagai bagian dari persiapannya menghadapi kasus hukum, sekaligus untuk memverifikasi keterangan yang juga digunakan dalam persidangan pembunuhan terhadap saudaranya, Santiago Uribe, yang dituduh memiliki hubungan dengan kelompok bersenjata ilegal.

"Ini bukan kemenangan siapapun, melainkan tindakan keadilan," ujar Hakim Heredia saat membacakan putusannya, dilansir The Associated Press.

Di luar gedung pengadilan, para pendukung dan penentang Uribe sempat bentrok singkat saat menunggu hasil sidang.

Ivan Cepeda yang menjadi salah satu tokoh kunci dalam kasus ini, menyambut putusan tersebut dengan menyatakan akan terus memperjuangkan "kebenaran dan keadilan" bagi para korban konflik di Kolombia.

"Tidak seorang pun bisa menodai supremasi hukum," katanya kepada wartawan.

Uribe, yang kini berusia 73 tahun, adalah figur yang sangat membelah opini publik di Kolombia. Di satu sisi, ia dipuji karena berhasil memukul mundur kelompok pemberontak FARC selama masa pemerintahannya dan memaksa kelompok itu masuk ke meja perundingan yang akhirnya menghasilkan kesepakatan damai pada 2016.

Namun di sisi lain, ia juga dituding bertanggung jawab atas pelanggaran HAM selama era perang dengan kelompok pemberontak.

Sebuah komisi kebenaran yang dibentuk pada 2017 mengungkap bahwa lebih dari 6.400 warga sipil dibunuh oleh militer Kolombia dan kemudian secara keliru dilabeli sebagai anggota kelompok pemberontak demi mendapatkan promosi jabatan. Fenomena ini mencapai puncaknya saat Uribe menjabat sebagai presiden.

Putusan pengadilan ini memicu reaksi internasional. Senator AS Marco Rubio menuduh sistem peradilan Kolombia dimanipulasi oleh kelompok radikal.

"Satu-satunya kejahatan Uribe adalah membela tanah airnya tanpa lelah," tulis Rubio di platform X. "Politik telah menginjak-injak hukum di Kolombia."

Presiden Kolombia saat ini, Gustavo Petro, yang merupakan mantan gerilyawan sayap kiri dan lawan politik Uribe, membela putusan pengadilan tersebut. Ia menulis di X bahwa sistem peradilan yang kuat akan membantu Kolombia keluar dari siklus kekerasan. Menanggapi komentar Rubio, Petro menambahkan,

"Dunia harus menghormati hakim-hakim Kolombia."

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Saudara Makin Parah, Pemberontak Culik 130 Pasien Rumah Sakit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular