RI Dijajah Tambang Ilegal, Tata Kelola Mendesak Diperbaiki

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
28 July 2025 13:40
Bakamla RI tertibkan 35 ponton tambang pasir timah ilegal di Perairan Bangka Barat, Kamis (24/7/2025). Doc Bakamla.
Foto: Bakamla RI tertibkan 35 ponton tambang pasir timah ilegal di Perairan Bangka Barat, Kamis (24/7/2025). Doc Bakamla.

Jakarta, CNBC Indonesia - Praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) alias tambang ilegal di Indonesia semakin liar dan tak terkendali. Oleh karena itu, tata kelola pertambangan pun dinilai mendesak untuk segera diperbaiki.

Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli mengakui bahwa persoalan PETI ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara lain seperti Afrika, Asia, bahkan Amerika.

"Ini terutama dipengaruhi oleh harga komoditas yang bagus seperti emas, batu bara dan lain-lain. Terdapatnya sumber daya dan cadangan komoditas yang gampang dijangkau dan diolah," kata Rizal kepada CNBC Indonesia, Senin (28/7/2025).

Ia menilai faktor ekonomi masyarakat dan tingginya pengangguran, serta lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu kontribusi utama menjamurnya PETI. Ditambah lagi, aktivitas PETI dilakukan secara terang-terangan dan tidak pernah benar-benar diberantas secara tuntas.

"Sebenarnya kegiatan ini kasat mata tapi gak pernah bisa diberantas secara tuntas karena di sana bermain dana yang cukup besar," katanya.

Pemerintah sejatinya telah menerbitkan berbagai aturan untuk menertibkan PETI. Namun demikian, implementasi pengawasan dan penegakan hukum di lapangan masih sangat minim.

"Walaupun ada beberapa yang ditindak, ditangkap dan diproses hukum. Tetapi itu sangat sedikit dibandingkan dengan yang tetap beroperasi seperti biasa. Yang tidak berizin seolah-olah bebas melakukan aktivitasnya," katanya.

Merusak Tata Kelola Tambang

Rizal menilai, maraknya tambang ilegal ini sangat merusak tata kelola pertambangan di negeri ini. Pasalnya, tambang ilegal merugikan negara dari berbagai sisi, antara lain tidak membayar pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), umumnya dikelola tanpa memperhatikan kesehatan & keselamatan kerja, merusak lingkungan, termasuk pemakaian bahan berbahaya dan beracun, tidak melakukan reklamasi dan rehabilitasi lahan, bekerja umumnya di kawasan hutan, baik hutan lindung maupun lainnya tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tidak memiliki penanggung jawab yang memiliki kompetensi operasi tambang.

Selain itu, pelaku pastinya juga tidak melakukan aktivitas eksplorasi dan melaporkan sumber daya dan cadangan, serta produksi, sehingga berpengaruh kepada neraca sumber daya dan cadangan (konservasi).

Tak hanya itu, tambang ilegal bahkan juga kerap beroperasi di dalam wilayah tambang pemilik Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP). Tumpang tindih tambang ilegal di wilayah tambang berizin ini bahkan juga beberapa kali terjadi di perusahaan tambang pelat merah.

Contohnya, tambang ilegal di wilayah pertambangan batu bara yang dikelola PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Pada pertengahan Mei 2025 lalu, PTBA bersama Polres Muara Enim, Polda Sumsel, TNI dan Tim Patroli Perlindungan Hutan melakukan patroli tambang ilegal dan berdasarkan pemantauan udara menggunakan drone, tim mendapati aktivitas penambangan ilegal yang sedang berlangsung.

Tim segera bergerak ke lokasi dan berhasil mengamankan empat pelaku yang terdiri dari tiga sopir dump truck dan satu operator excavator yang sempat berusaha kabur. Selain itu, tim juga mengamankan sejumlah barang bukti diantaranya satu unit excavator, tiga unit dump truck engkel, satu unit sepeda motor, dan sembilan jeriken BBM, dan barang bukti pendukung lainnya di lokasi.

Tak hanya PTBA, PT Timah pun mengalami hal serupa. Bakamla RI melalui Stasiun Bakamla Babel dan unsur kapal patroli KN Belut Laut-406 melakukan penertiban terhadap aktivitas penambangan pasir timah ilegal di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Kamis (24/07/2025).

Kepala Stasiun Bakamla Babel, Letkol Bakamla Yuli Eko Prihartanto, mengungkapkan bahwa dalam operasi penertiban ini pihaknya berhasil mengamankan sebanyak 35 Ponton Isap Produksi (PIP) yang terdeteksi melakukan aktivitas penambangan tanpa izin di area IUP PT Timah Tempilang.

"PETI ini juga bisa beroperasi di wilayah IUP-OP resmi, sehingga mengganggu izin resmi yang diterbitklan oleh pemerintah. Sudah cukup banyak daerah yang rusak dan tercemar logam berat akibat kegiatan ilegal ini, sehingga mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat di sekitarnya karena merusak dan mencemari lingkungan perairan, tanah pertanian, kebun dengan logam berat," tuturnya.

"Hal ini perlu mendapatkan perhatian pemerintah apakah hal ini akan dibiarkan terus menerus terjadi? Biaya rehabilitasi lahan dan kesehatan masyarakat terdampak akan sangat besar nanti di kemudian hari," tandasnya.

Biang Kerok Tambang Ilegal

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai persoalan PETI merupakan masalah struktural yang telah berlangsung cukup lama dan cenderung dibiarkan begitu saja.

"Ada beberapa faktor masih adanya tambang ilegal. Bahkan di dekat lokasi prioritas seperti IKN. Yang pertama saya kira ini masalah koordinasi dan juga masalah pembiaran," ujar Bhima.

Bhima mengatakan maraknya PETI juga tidak terlepas dari lemahnya koordinasi antarlembaga, terutama antara Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan pemerintah daerah. Menurutnya, sebelum Undang-Undang Cipta Kerja berlaku, kewenangan perizinan tambang berada di tangan pemerintah daerah.

Namun demikian, setelah kewenangan tersebut ditarik ke pemerintah pusat, banyak pemda memilih untuk lepas tangan dalam hal pengawasan. Sementara, kapasitas pusat untuk mengawasi seluruh wilayah tambang di Indonesia sangat terbatas.

Kondisi itu lantas membuat pengawasan menjadi longgar dan tambang-tambang ilegal pun bermunculan di mana-mana. Ditambah lagi, terdapat keterlibatan aktor lokal dalam mendukung keberlangsungan tambang ilegal.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy menilai bahwa Perhapi sejak lama telah aktif memberikan masukan kepada pemerintah, terutama kepada aparat penegak hukum agar bertindak lebih tegas dalam memberantas praktik yang merugikan negara.

Hal ini berangkat dari banyaknya laporan yang diterima Perhapi, baik dari masyarakat maupun dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi yang menyampaikan keberadaan aktivitas tambang ilegal di wilayah kerja mereka.

"Pada kenyataannya praktik pertambangan ilegal ini masih saja muncul di banyak area sehingga kemudian muncul prasangka di tengah-tengah masyarakat jika para penambang ilegal tersebut bisa bekerja karena merasa dibekingi oleh oknum," kata Widhy.

Namun, pihaknya tetap memberikan apresiasi atas langkah-langkah penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Seperti operasi terbaru yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam menindak praktik pertambangan batu bara ilegal di daerah Samboja, Kalimantan Timur, yang merupakan bagian dari kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Meski demikian, upaya pemberantasan melalui penindakan saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal. Ia menilai perlu adanya strategi pencegahan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan oleh pemerintah.

Sebagai informasi, praktik pertambangan tanpa izin (PETI) semakin marak dan menjamur. Mirisnya, sejumlah aktivitas ini tidak hanya berlangsung di area terpencil, melainkan juga terjadi di dalam konsesi pertambangan berizin perusahaan pelat merah.

Bahkan, praktik tambang batu bara ilegal belum lama ini juga ditemukan di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Tepatnya, di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan area pembangunan IKN.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, per November 2024 lalu, setidaknya sekitar 2.000 titik tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tersebar di Indonesia. Maraknya tambang ilegal ini tak ayal membuat negara diperkirakan merugi hingga triliunan rupiah.

Adapun dari kasus tambang ilegal di IKN saja, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkapkan, kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan batu bara ilegal di wilayah IKN Nusantara ini mencapai Rp 5,7 triliun.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 4 Pekerja Tambang Ilegal Tewas Tertimbun, ESDM Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular