
Smelter Freeport Dinilai Jadi Contoh Hilirisasi Pro-Rakyat

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) siap memulai produksi katoda tembaga perdana dari smelter Manyar, Gresik, Jawa Timur, dengan target tahunan sebesar 441.000 ton. Momentum ini tak hanya mencerminkan kemajuan teknis dalam industrialisasi mineral, tetapi juga memperlihatkan hilirisasi bisa dirancang sebagai strategi pembangunan ekonomi yang menyentuh masyarakat secara langsung.
Dalam riset Laporan Akhir Membangun Kemitraan antara Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan untuk Optimalisasi Manfaat Hilirisasi yang diterbitkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) pada 2024, Gresik disebut sebagai contoh keberhasilan model kemitraan yang melibatkan masyarakat lokal sejak tahap awal pembangunan industri. Salah satu bentuk kolaborasi itu adalah forum "Rembuk Akur", yang memfasilitasi perekrutan tenaga kerja dari sembilan desa Ring 1 di sekitar kawasan industri smelter.
Riset FEB UB tersebut juga mencatat bahwa keterlibatan pelaku usaha lokal membuka ruang partisipasi ekonomi lebih luas. UMKM tidak hanya berperan sebagai penyedia jasa katering dan logistik, tetapi juga didorong melalui pengembangan sentra IKM seperti Songkok Kemuteran dan Mesin Logam Pelemwatu Menganti di Gresik.
"Dengan kemitraan strategis, pelaku UMKM dapat mengambil peran lebih besar dalam rantai pasok industri, yang pada akhirnya memperkuat ekosistem ekonomi lokal," tulis Hendi Subandi, peneliti utama dalam laporan tersebut, dikutip Rabu (23/7/2025).
Laporan ini juga menekankan manfaat hilirisasi akan lebih berkelanjutan bila dilakukan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan enam unsur utama, yakni perusahaan, pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, media, dan Non-Governmental Organization. Pendekatan hexahelix ini dianggap penting untuk menjaga kesinambungan antara kepentingan ekonomi dan pembangunan sosial di tingkat lokal.
"Dengan melibatkan berbagai aktor dalam model kemitraan hexahelix, hilirisasi dapat menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan, memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal," lanjut Hendi.
Hal ini sejalan dengan temuan tim riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) berjudul Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan: Tembaga, Bauksit, dan Pasir Silika, yang menyoroti bahwa hilirisasi di sejumlah daerah, termasuk Gresik, berdampak pada peningkatan indikator sosial. Riset tersebut mencatat perbaikan dalam rata-rata lama sekolah, umur harapan hidup, serta penurunan angka stunting, sebagai bagian dari dampak tidak langsung pembangunan industri dan pemanfaatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta Dana Bagi Hasil (DBH).
FEB UI juga mencatat bahwa hilirisasi dapat memperkuat belanja pembangunan di sektor-sektor publik, seperti pendidikan dan kesehatan, karena peningkatan pendapatan daerah membuka ruang fiskal lebih besar. Dalam konteks jangka panjang, model ini dipandang mampu mendongkrak kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan industri.
"Dengan pendapatan daerah yang meningkat, daerah-daerah hilirisasi kini memiliki kapasitas fiskal yang lebih baik untuk membiayai layanan dasar. Ini menunjukkan bahwa manfaat hilirisasi bisa langsung dirasakan oleh masyarakat," kata Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI Nur Kholis.
Sebagai informasi, produksi katoda tembaga dari smelter Manyar akan menyuplai kebutuhan bahan baku untuk kabel listrik, kendaraan listrik, dan teknologi energi terbarukan. Dengan kapasitas pengolahan yang besar dan proses produksi yang terintegrasi, fasilitas ini memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok industri global.
Langkah ini memberi gambaran bahwa pembangunan industri bisa diarahkan untuk menciptakan nilai bersama. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat setempat punya peran yang saling menguatkan.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Danantara Meluncur, Hilirisasi Bakal Ngebut!