
Demi Pertambangan Berkelanjutan, Aktivitas Ilegal Harus Ditertibkan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengamat Tambang dan Energi Ferdy Hasiman menyebut pentingnya ketegasan pemerintah dalam menertibkan tambang ilegal yang dinilai menjadi penyumbang utama kerusakan lingkungan. Terutama dengan masifnya aktivitas pertambangan di berbagai daerah Indonesia yang memunculkan tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan.
Menurut Ferdy, praktik tambang ilegal kerap berlangsung secara serampangan, mengabaikan prinsip keberlanjutan dan keamanan lingkungan. Salah satu contohnya di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, di mana aktivitas penambangan emas tradisional dengan penggunaan merkuri marak ditemukan.
"Sungai yang tercemar merkuri digunakan untuk kebutuhan warga. Ini berbahaya dan harus segera ditindak oleh pemerintah," tegas Ferdy dikutip Rabu (23/7/2025).
Dia menilai penertiban tambang ilegal adalah prasyarat bagi Indonesia untuk memastikan praktik pertambangan berjalan secara bertanggung jawab, sesuai amanat konstitusi dan arah pembangunan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Ferdy menekankan, menjaga kelestarian lingkungan merupakan imperatif moral sekaligus strategi bisnis jangka panjang bagi perusahaan tambang. Menurutnya, perusahaan yang abai terhadap lingkungan justru akan kehilangan masa depan karena rusaknya ekosistem akan berbalik menjadi bumerang bagi operasi tambang itu sendiri.
"Kalau lingkungan dirusak, tambang tidak akan berkelanjutan dan yang rugi bukan hanya rakyat tapi juga perusahaan," ujarnya.
Sebaliknya, Ferdy memberikan apresiasi terhadap sejumlah perusahaan tambang besar dan BUMN yang menunjukkan komitmen kuat pada praktik pertambangan berkelanjutan.
Ferdy mencontohkan, melalui MIND ID Grup, perusahaan tambang BUMN tetap melakukan reklamasi dan keberlanjutan lingkungan. Misalnya, PT Freeport Indonesia yang tetap melakukan reklamasi lubang tambang open-pit meski sudah tidak beroperasi sejak 2019.
Kemudian PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) juga melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di kawasan Danau Toba serta reklamasi pascatambang seluas 7.200 hektar. Sementara PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) bahkan menanam hampir 5 juta pohon di area pascatambang dan pesisir dalam kurun waktu 10 tahun.
"Kita bisa lihat bahwa ketika perusahaan punya niat dan sistem yang benar, hasilnya juga akan terasa, baik bagi lingkungan maupun masyarakat," jelas Ferdy.
Melalui penegakan hukum bagi tambang ilegal dan penguatan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) di sektor tambang legal, Ferdy optimistis Indonesia bisa menjadi contoh global dalam membangun pertambangan yang menguntungkan secara ekonomi, juga berkelanjutan secara ekologi dan sosial.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
