
Terungkap! Ekspor Komoditas Nikel Cs RI ke AS Hampir Tak Ada

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat resmi menyepakati sebuah kerangka kerja. Khususnya untuk memulai negosiasi Perjanjian Perdagangan Timbal Balik antara kedua negara.
Berdasarkan pernyataan bersama, salah satu poin yang disepakati adalah tentang permintaan AS agar Indonesia menghapus pembatasan ekspor sejumlah komoditas industri, termasuk mineral kritis.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia belum dapat berkomentar banyak mengenai poin kesepakatan itu.
Namun apabila, mengacu pada pembukaan keran ekspor mineral mentah, Indonesia sendiri saat ini sudah memiliki kebijakan untuk mendorong pengolahan bahan mentah di dalam negeri.
"Tapi setahu saya itu bukan membolehkan ekspor ore karena hilirisasi kita sampai saat ini itu kunci suksesnya adalah karena ada kewajiban larangan ekspor. Jadi kalau ini dicabut misalnya kalau memang terjemahnya seperti itu tentu kita set back lagi. Jadi saya pemahamannya sih bukan," kata Hendra ditemui di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Di sisi lain, apabila memang benar kebijakan larangan ekspor bahan mentah nantinya dihapus dampaknya terhadap Indonesia cukup kecil. Mengingat, ekspor mineral RI ke negeri Paman Sam bisa dikatakan hampir tidak ada.
"Ekspor kita ke sana tembaga, nikel, itu bisa dikatakan hampir gak ada. Ada tapi datanya kalau gak salah cuma 10 juta dolar atau berapa lah ya, jadi bisa dikatakan gak ada dampak langsung karena gak ada ekspor ke sana, termasuk nikel. Kenapa gak ada? Karena kan jauh ya, mendingan kita ekspornya ke ASEAN atau ke China begitu," ujarnya.
Oleh sebab itu, Hendra meyakini bahwa maksud dari poin kesepakatan itu bukanlah kebijakan penghapusan larangan ekspor bahan mentah. Kemungkinan lebih ke arah mendorong investasi di sektor mineral kritis, di mana hasil produk olahannya nanti bisa diekspor ke AS.
"Saya kira mungkin Amerika juga paham situasi regulasi di Indonesia kan, jadi mereka meminta kita menindaklanjuti hambatan non tarif barrier, tapi kalau kita lihat position paper Amerika waktu non tarif barrier itu kan gak ada meminta dibukanya lagi larangan ekspor, tidak relevan berarti," kata dia.
Terpisah, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak berarti Pemerintah Indonesia harus mencabut kebijakan larangan ekspor mineral mentah.
Seto menjelaskan, poin tersebut lebih pada hasil olahan mineral atau processed minerals dari smelter di dalam negeri, bukan mineral mentah. Menurutnya, Pemerintah Indonesia tidak akan mencabut larangan ekspor mineral mentah.
"Tidak, itu kan industrial commodities, jadi ya memang mineral yang sudah diproses," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/07/2025), saat ditanya apakah statement dari kerangka perjanjian AS-RI tersebut maksudnya bahwa Pemerintah Indonesia harus mencabut kebijakan larangan ekspor mineral mentah dan konsentrat.
Perlu diketahui, berdasarkan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara No.3 tahun 2020 (UU Minerba) larangan ekspor mineral mentah mulai diberlakukan pada 10 Juni 2023. Namun, karena smelter di dalam negeri belum tuntas, ekspor beberapa jenis mineral, termasuk konsentrat tembaga.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penampakan Penambangan Nikel di Wilayah Raja Ampat
