
Harga Beras Jepang Melejit 99%, PM Ishiba di Ujung Tanduk

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga beras di Jepang melonjak hampir dua kali lipat pada Juni 2025, menambah tekanan politik terhadap Perdana Menteri Shigeru Ishiba menjelang pemilu yang digelar akhir pekan ini.
Data Kementerian Dalam Negeri Jepang yang dirilis Jumat (18/7/2025), seperti dikutip AFP, menunjukkan harga beras naik 99,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini melanjutkan tren meroket sejak Maret, dengan inflasi harga beras tercatat 92,5% pada Maret, 98,4% pada April, dan 101% pada Mei.
Sementara itu, inflasi inti Jepang yang tidak termasuk harga pangan segar melambat menjadi 3,3% di bulan Juni, sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,4%. Jika energi juga dikeluarkan, inflasi mencapai 3,4%, naik tipis dari 3,3% pada Mei.
Kenaikan harga pangan, terutama beras sebagai makanan pokok, ikut menggerus popularitas Ishiba. Survei terbaru menunjukkan dukungan publik terhadap pemerintahannya anjlok ke titik terendah sejak ia menjabat Oktober lalu.
Kemarahan publik dipicu bukan hanya oleh tekanan biaya hidup, tapi juga skandal internal di tubuh Partai Demokrat Liberal (LDP).
Koalisi yang dipimpin Ishiba kehilangan mayoritas di majelis rendah pada Oktober lalu, menjadi hasil pemilu terburuk LDP dalam 15 tahun. Survei menjelang pemilu hari Minggu menunjukkan koalisi yang berkuasa terancam kehilangan mayoritas di majelis tinggi, yang bisa memaksa Ishiba mundur kurang dari setahun setelah menjabat.
Di dalam negeri, lonjakan harga beras diperparah oleh cuaca ekstrem dua tahun terakhir yang memicu gagal panen, aksi penimbunan oleh pedagang, serta kepanikan publik akibat peringatan pemerintah akan potensi bencana besar.
Untuk meredam gejolak harga, pemerintah telah melepaskan cadangan beras nasional sejak Februari, langkah yang biasanya hanya diambil saat bencana.
"Situasinya belum membaik. Permintaan tinggi, distribusi terganggu, dan konsumen jadi korban," ujar Hiroshi Saito, analis pangan dari Tokyo Food Policy Institute. "Ini ujian nyata bagi pemerintah."
Secara terpisah, Ishiba juga dibayangi tekanan dari Amerika Serikat (AS) yang akan memberlakukan tarif impor baru sebesar 25% mulai 1 Agustus. Tarif ini menyasar produk utama Jepang seperti mobil, baja, dan aluminium.
Presiden AS Donald Trump mendorong Jepang membeli lebih banyak produk Amerika, termasuk gas, minyak, dan beras, untuk menekan defisit perdagangan senilai US$70 miliar.
Ishiba dijadwalkan bertemu Menteri Keuangan AS Scott Bessent hari ini untuk melanjutkan negosiasi. Sementara itu, Bank of Japan cenderung menahan diri dari pengetatan lanjutan, khawatir kebijakan tarif AS dapat menekan ekonomi Jepang yang kini menduduki peringkat empat dunia.
(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' Beras Guncang Jepang, Harga Tembus Rp 2,8 Juta
