
Penjual Mobil-Rumah di Marketplace Kena Pungut Pajak Digital, Tapi...

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketentuan pemungutan pajak penghasilan atas transaksi di marketplace atau e-commerce juga menyasar terhadap transaksi atas barang-barang yang bernominal besar, misalnya untuk kendaraan atau mobil maupun rumah.
Ketentuan perpajakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Namun, penting dicatat, untuk transaksi perdagangan digital yang nilainya besar, hingga laba kotornya mencapai Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, akan dikenakan ketentuan umum, meski tarif PPh yang dipungut oleh marketplace-nya tetap 0,5%, sebagaimana penghasilan dari omzet transaksi kecil di atas Rp 500 juta per tahun.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, tarif 0,5% yang dipungut oleh marketplace atau e-commerce sebagai perpanjangan tangan DJP akan dijadikan kredit pajak untuk keseluruhan kewajiban pajak penghasilan (PPh) pasal 22 nya, tidak lagi diperhitungkan sebagai PPh Final UMKM.
"Untuk yang seperti penjualan mobil atas dealer tadi lewat marketplace juga dipungut 0,5%, tapi ini sebagai kredit pajak, karena dealer mobil kan gede hitung PPh nya, enggak boleh final 0,5%," ucap Yoga saat taklimat media di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Oleh sebab itu, untuk pembayaran pajak bagi transaksi yang menghasilkan omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun dari hasil pungutan 0,5% tarif pajak digital oleh e-commerce ini hanya akan menjadi pengurang dari kewajiban keseluruhan PPh Pasal 22 nya saat akhir masa pajak.
"Nah itu sudah dipungut oleh marketplace 0,5% tadi sebagai kredit pajak, nanti kekurangan bayarnya tinggal dibayar saja," ucap Yoga.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang terbit per hari ini mengatur tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut, Penyetor, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam PMK itu disebutkan bahwa penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce akan disebut sebagai pihak lain, dan akan ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPh yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kriteria pedagang dalam negeri yang akan dipungut PPh nya oleh e-commerce itu baik berupa orang pribadi atau badan yang atau rekening keuangan sejenis dan bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.
Termasuk Pedagang Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam hal Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) harus menyampaikan informasi NPWP atau NIK nya, serta alamat korespondensi.
Selain itu, Pedagang Dalam Negeri juga harus menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi Wajib Pajak orang pribadi.
Informasi lainnya yang harus disampaikan ialah (2) menerima atau memperoleh penghasilan dengan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Dalam hal Pedagang Dalam Negeri telah memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Pedagang Dalam Negeri harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan paling lambat akhir bulan saat Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)," sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 PMK itu.
Selanjutnya, pemungutan PPh yang harus dilakukan ialah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik berupa PPh Pasal 22.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Alasan DJP Minta E-Commerce Pungut Pajak Merchant
