
Eks Presiden Korsel Ditahan Lagi, Masih Terancam Hukuman Mati

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Presiden Yoon Suk Yeol ditangkap kembali pada Kamis (10/7/2025) dini hari. Pengadilan Distrik Pusat Seoul menyetujui permintaan penahanan terbaru yang diajukan oleh tim jaksa khusus, dengan alasan bahwa Yoon berpotensi menghilangkan atau menghancurkan barang bukti dalam penyelidikan lanjutan atas kasus kudeta singkat dan kontroversialnya pada Desember lalu.
Penangkapan ini terjadi hanya 4 bulan setelah Yoon dibebaskan dari penahanan awalnya pada Maret 2025, ketika pengadilan yang sama membatalkan perintah penahanan bulan Januari dan mengizinkannya menjalani proses persidangan tanpa ditahan.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa tekanan hukum terhadap mantan pemimpin konservatif tersebut semakin meningkat.
Kasus pidana Yoon kini ditangani oleh tim penyelidik di bawah jaksa khusus Cho Eun-suk. Mereka sedang mengejar dakwaan tambahan terhadap Yoon terkait dengan upaya otoriternya saat berkuasa, termasuk tuduhan menghalangi tugas resmi, penyalahgunaan kekuasaan, dan pemalsuan dokumen negara.
Tim jaksa telah dua kali memeriksa Yoon sebelum akhirnya mengajukan permohonan surat perintah penahanan pada Minggu (6/7/2025). Meski kuasa hukum Yoon menyebut permintaan tersebut "berlebihan dan tidak berdasar," pengadilan tetap mengabulkan penahanan, yang membuat Yoon kembali dibawa ke pusat penahanan dekat ibu kota Seoul setelah sidang berlangsung selama tujuh jam pada Rabu sore.
"Langkah ini diperlukan mengingat risiko nyata penghilangan bukti oleh terdakwa," ujar seorang pejabat pengadilan, dikutip dari The Associated Press.
Yoon juga absen dalam sidang pengadilan terpisah pada Kamis terkait dakwaan pemberontakan sebelumnya. Tim pengacaranya tidak memberikan penjelasan langsung atas ketidakhadiran itu.
Dengan ditahannya kembali, Yoon kemungkinan akan menjalani masa penahanan sementara yang dapat berlangsung hingga 20 hari, masa di mana jaksa khusus akan mempersiapkan dakwaan tambahan. Jika dakwaan resmi diajukan, masa tahanan Yoon bisa diperpanjang hingga enam bulan sebelum putusan awal dijatuhkan.
Jika pengadilan memvonis bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara, Yoon akan menjalani hukumannya sembari menjalani proses banding ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi. Jaksa senior dari tim Cho, Park Ji-young, menyebut bahwa Yoon dijadwalkan kembali diperiksa pada Jumat.
Kudeta Kilat yang Gagal
Yoon sebelumnya didakwa pada 26 Januari atas tuduhan pemberontakan, menyusul langkah mengejutkannya menerapkan darurat militer pada 3 Desember 2024. Dalam pidato saat itu, Yoon menyebut tindakan tersebut sebagai "langkah yang perlu" untuk membungkam lawan politik liberalnya, yang ia tuduh mencoba menggagalkan agenda pemerintah melalui dominasi legislatif.
Namun, pemberlakuan darurat militer yang disebut-sebut sebagai "kudeta sipil" tersebut hanya berlangsung beberapa jam. Anggota parlemen dari kubu oposisi berhasil menerobos blokade militer bersenjata yang ditempatkan Yoon di gedung Majelis Nasional, dan mengadakan pemungutan suara untuk membatalkan dekret darurat itu.
Tak lama setelah insiden tersebut, parlemen resmi memakzulkan Yoon pada 14 Desember, dan Mahkamah Konstitusi menyatakan pemakzulan itu sah pada April 2025. Ia pun resmi dicopot dari jabatannya.
Yoon kini juga menghadapi tuduhan memberlakukan darurat militer tanpa melalui prosedur hukum yang sah, termasuk tanpa musyawarah resmi kabinet.
Selain itu, ia diduga menyalahgunakan satuan pengamanan presiden sebagai "tentara pribadi" untuk menghalangi upaya penangkapan dirinya oleh aparat hukum pada awal Januari.
Yoon juga menghadapi dakwaan berat seperti pemberontakan, kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Adapun Presiden Korea Selatan saat ini, Lee Jae Myung, yang berasal dari kubu liberal dan memenangkan pemilu darurat pada Juni, bulan lalu telah menandatangani undang-undang untuk meluncurkan penyelidikan khusus terhadap kasus darurat militer Yoon, serta skandal hukum lain yang melibatkan sang mantan presiden, istrinya, dan pejabat pemerintahan sebelumnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Pengadilan Korsel Batalkan Pemakzulan PM Han Duck-Soo
