
Waktu RKAB Tambang Bakal Digunting Jadi Setahun, Pengusaha Teriak!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui usulan Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengevaluasi aturan pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pemegang izin pertambangan mineral dan batubara.
DPR mengusulkan mengembalikan masa berlaku RKAB menjadi satu tahun dari sebelumnya berlaku selama tiga tahun.
Peninjauan dilakukan dengan menyelaraskan kondisi pasar sehingga menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga. Hal ini dilakukan untuk mengatasi dampak negatif terhadap harga komoditas dan penerimaan negara.
"Tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik komoditi batubara maupun mineral. Khususnya untuk komoditas batubara harganya saat ini sedang anjlok akibat kelebihan pasokan," kata Bahlil saat Rapat Kerja (Raker) antara Komisi XII DPR RI dengan Menteri ESDM di Jakarta, dikutip Jumat (4/7/2025).
Meski total konsumsi batu bara dunia mencapai sekitar 8-9 miliar ton, Bahlil merinci volume yang diperdagangkan hanya 1,2-1,3 miliar ton. Ia menambahkan, Indonesia berkontribusi sangat besar dalam perdagangan tersebut, dengan produksi ekspor batubara berada di kisaran 600-700 juta ton, sehingga hampir 50% pasokan batubara dunia berasal dari Indonesia.
Kelebihan pasokan ini, sambung Bahlil, terjadi akibat RKAB yang disetujui terlalu longgar dan tidak mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan produksi. "Akibat persetujuan RKAB jor-joran per tiga tahun, kita kesulitan menyesuaikan volume produksi batu bara dengan kebutuhan dunia, sehingga harga terus tertekan," ujarnya.
Bahlil menilai bahwa anjloknya harga batubara tidak hanya memberatkan para penambang, tetapi juga menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya meninjau ulang aturan RKAB tiga tahunan.
"Penambang yang punya tambang harganya, mohon maaf sangat susah, PNBP kita pun itu turun akibat kebijakan yang kita buat bersama yakni membuat RKAB 3 tahun," tutur Bahlil.
Sepertinya halnya komoditas batubara, komoditas mineral juga mengalami hal yang sama, karena itu kesamaan pandangan Komisi XII dengan Kementerian ESDM untuk meninjau kembali RKAB Usaha Pertambangan akan segera ditindaklanjuti.
Pengusaha Teriak
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) buka suara perihal ini, ia menilai langkah ini perlu dikaji ulang dari aspek efisiensi waktu, biaya, dan kapasitas evaluasi pemerintah.
Saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan (3.996 IUP, 15 IUPK, 31 KK, 58 PKP2B) aktif di seluruh Indonesia. Jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun.
"Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?" terang Sekjen APNI Meidy Katrin Lengkey, dikutip Jumat (4/7/2025).
APNI menegaskan bahwa RKAB 3 tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan.
Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo menyampaikan, pada dasarnya, semangat awal dari lahirnya kebijakan RKAB untuk masa tiga tahun khusus di sektor batu bara, di mana tahun 2024 ditetapkan produksi batubara sebesar 922,16 Juta dan seterusnya 917,12 juta serta 902,97 juta.
Dengan menetapkan RKAB selama tiga tahun, kata Singgih, perusahaan tambang akan mendapat kepastian untuk berinvestasi baik untuk capex eksplorasi maupun infrastruktur, termasuk mempersiapkan mining plan. "Demikian juga perusahaan jasa pertambangan, akan lebih dapat memastikan terkait investasi di alat berat, juga leasing yang diperkuat perbankan. Kebijakan RKAB selama tiga tahun dibuat untuk memperkuat industri pertambangan, perusahaan jasa pertambangan dan sekaligus perbankan," ungkap Singgih, dikutip Jumat (4/7/2025).
Sementara perubahan RKAB dari tiga tahun ke satu tahun, lanjut Singgih, lebih untuk menjawab kondisi penurunan potensi ekspor batu bara yang bagi Indonesia didominasi oleh Cina dan India.
"Perubahan dari tiga tahun menjadi satu tahun kurang tepat jika ditujukan menjawab kondisi pasar saat ini. Rencana Pemerintah untuk menurunkan produksi nasional dalam menjawab kondisi pasar yang terbuka tidak harus diselesaikan dengan merubah visi menengah atau panjang yang telah ditetapkan," jelas Singgih.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Freeport Ajukan Ekspor Konsentrat Tembaga 1,27 Juta Ton di RKAB