
Pengusaha Ungkap Borok Sebenarnya Penyebab Peternak Ayam Merugi

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Asosiasi Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) sekaligus Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk (SIPD), Antoni J. Supit buka-bukaan soal masalah mendasar yang membuat peternak ayam mandiri terus merugi.
Ia menilai akar persoalannya bukan hanya soal harga di peternak yang jatuh, tapi soal struktur pasar yang timpang, daya beli yang lemah, hingga menumpuknya pasokan ayam.
"Dengan angka kemiskinan yang masih besar, otomatis kan daya beli kurang. Nah di sini pun akan terasa di sektor perunggasan. Kita ini sudah sukses di dalam produksi, sehingga terjadi over produksi," kata Anton dalam Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Senin (30/6/2025).
Menurutnya, kondisi oversupply atau kelebihan pasokan ini bukan suatu hal baru. "Oversupply, dan ini sudah bertahun-tahun," tegasnya.
Akibatnya, hukum pasar berjalan. Daya beli masyarakat rendah, stok menumpuk, sehingga harga menjadi jatuh. "Kalau dasarnya tidak ada pembeli, sampai berapa lama kita bisa tahan stok ini?" katanya.
Anton menyampaikan, pihaknya sepakat dengan perhatian pemerintah terhadap nasib peternak, terutama peternak mandiri. Namun, ia mempertanyakan efektivitas kebijakan yang hanya bersifat instruktif. Untuk diketahui, pemerintah baru-baru ini menetapkan harga acuan penjualan (HAP) ayam ras hidup atau livebird sebesar Rp18.000 per kilogram (kg) di tingkat peternak, berlaku secara nasional mulai 19 Juni 2025.
"Ekonomi itu bisa dikomando. Pokoknya harus jual sekian. Saya atau sebagai pengusaha kita akan dukung. Tapi kalau tidak ada yang beli, gimana?" ujar dia.
Anton menekankan perlunya affirmative action atau tindakan afirmatif dari pemerintah untuk mendukung peternak kecil agar mereka bisa menjual langsung ke pasar tradisional, tanpa terlalu banyak perantara.
"Jujur saja tidak usah kita urus pengusaha lah. Tapi yang kita urus peternak kecil. Kami mengusulkan agar ada affirmative action mereka itu bisa masuk menjual langsung ke pasar tradisional," jelasnya.
Ia juga menyoroti struktur distribusi ayam yang dinilainya tidak sehat. Meski harga di tingkat peternak bisa jatuh hingga Rp18.000 per kg, harga eceran tetap tinggi karena terlalu banyak lapisan pedagang.
"Walaupun harga itu jatuh, harga ritel tetap tinggi. Artinya ada peranan pedagang perantara yang ada kalanya sampai lima lapis itu. Ya memang mereka juga perlu hidup. Saya tidak mengatakan dihilangkan," ucapnya.
Namun, untuk peternak mandiri yang paling terdampak, menurut Anton, perlu ada jalur langsung ke konsumen. "Kita bikin satu affirmative action mereka yang bisa menjual langsung ke konsumen melalui pasar jaya. Jadi itu lebih sehat daripada begini," tukas Antoni.
Ia menambahkan, pemerintah memang punya niat baik. Namun perlu disadari bahwa undang-undang juga mewajibkan pemerintah menjaga keseimbangan antara produsen dan konsumen.
"Dalam Undang-Undang ketahanan pangan, pemerintah wajib menjaga daya beli produsen dan konsumen. Undang-undang perdagangan menyebutkan hal yang sama. Jadi sebenarnya niatnya sama," ucapnya.
Apalagi, kata dia, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto punya program makan bergizi gratis (MBG) untuk atasi stunting. "Ayam dan telur itu adalah komoditas yang paling efektif, paling murah, paling gampang didapat dan surplus. Dan posisinya juga oversupply," katanya.
Karena itu, Anton mengingatkan agar solusi yang ditempuh pemerintah tidak melawan mekanisme pasar. "Kita harus mempelajari dan affirmative action memang perlu, tetapi apakah hanya satu-satunya?" katanya.
Kalau pemerintah tetap memilih jalur itu, Anton menegaskan para pengusaha akan ikut. "Apa perintah Dirjen atau Menteri Pertanian, ya kita ikut. Cuma kita sebagai anggota masyarakat mengingatkan kalau hanya itu saja katakanlah amunisi kita, rasanya mungkin tidak cukup," imbuh Anton.
Ia kembali menekankan pentingnya membenahi rantai distribusi agar peternak mandiri bisa langsung bertemu konsumen. "Kalau si peternak mandiri bisa punya langsung akses kepada konsumen, jadi tidak terlalu banyak tangan, harga itu kan akan membaik," ucapnya.
Anton berharap semua pihak bisa duduk bersama, berdiskusi terbuka tanpa saling mencurigai. "Kalau kita hanya fokus harus begini, ya kita ikut memang, tetapi kan siapa yang pikul risikonya nanti," pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tragis Nasib Peternak Ayam RI: Harga Anjlok-Rugi Miliaran Gegara Ini
