
Menanti Racikan Bahan Bakar Hijau Pertamina dari Ulubelu

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) saat ini tengah getol menggenjot pengembangan bahan bakar hijau berupa green hydrogen (hidrogen hijau) dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Ulubelu di Lampung. Ini dilakukan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah dari energi panas bumi.
Green hydrogen sendiri digadang-gadang akan menjadi energi masa depan. Mengingat, sumber energi ini mempunyai karakteristik yang bersih dan dapat diandalkan dalam menuju netral karbon atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Perusahaan migas pelat merah ini menargetkan produksi pertama bahan bakar hidrogen hijau dari WKP Ulubelu dapat dimulai pada 2023 mendatang. Sedangkan volume produksinya ditargetkan dapat mencapai 100 kilo gram (kg) per hari.
Vice President Business Planning & Portfolio PT Pertamina Power Indonesia, Fuadi Arif Nasution mengatakan proyek percontohan hidrogen hijau yang sedang dikembangkan di daerah Ulubelu saat ini masih berlangsung.
"Estimasinya sekitar 100 kg/hari, targetnya 2023," ungkap Fuadi dalam diskusi 'Mereguk Peluang Bisnis Transisi Energi Bersih', dikutip Senin (10/10/2022).
Selain itu, Pertamina juga tengah mengurus proses izin lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pengembangan energi bersih tersebut, terutama fokus dalam proses revisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang menjadi salah satu syarat.
"Teknologi yang digunakan ada. Kita sudah memiliki off taker yakni RU Plaju. Tapi saat ini kita fokus pada revisi Amdal untuk perizinan, makanya ini belum onstream (beroperasi) ini, doakan segera bisa launching," kata dia.
Namun demikian, ia belum dapat membeberkan besaran investasi yang harus dikeluarkan Pertamina untuk proyek percontohan tersebut. Yang pasti, lanjutnya, investasi untuk hidrogen hijau ini cukup besar.
"Ini adalah lebih ke arah pilot project untuk memahami prosesnya. Detail rencana investasi belum bisa kami sebutkan karena menjadi dapur kami," ujarnya.
Sementara itu, di tempat yang berbeda, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan bahwa produksi dari hidrogen hijau Pertamina rencananya bakal diprioritaskan untuk pasar ekspor. Namun, tidak menutup kemungkinan setelah itu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik.
Bahkan, untuk mengembangkan bahan bakar masa depan ini, Pertamina telah menjalin kerja sama dengan mitra strategis dari Belanda untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) yakni Pondera Wind Farm. Produksi yang dihasilkan dari PLTB tersebut rencananya juga akan digunakan untuk hidrogen hijau.
"Untuk kita terlalu dini, tetapi negara lain seperti Jepang-Korea yang industrialisasi yang jauh lebih tinggi membutuhkan nah kita suplai dulu. Sampai nanti di satu titik ketika kita sudah siap, kita sudah punya. Rencana awal ekspor tapi bukan tidak mungkin setelah transisi ini terjadi baru kita serap. Market kita besar makanya transisinya ini penting," tuturnya saat ditemui usai acara 'Sarasehan 100 Ekonom Indonesia' di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Untuk diketahui, energi panas bumi selama ini digunakan untuk pemanfaatan tidak langsung yang memproses energi panas untuk menjadi energi listrik. Namun demikian, ke depan pemanfaatan energi panas bumi dapat dilakukan untuk produk turunan yang lebih luas, salah satunya seperti hidrogen hijau.
Adapun sebagai unit usaha PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang pemanfaatan energi panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memang cukup serius untuk pengembangan energi bersih. PGE bahkan tengah mencari mitra potensial dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Menyusul rencana perusahaan yang berambisi untuk menjadi perusahaan green energy kelas dunia.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Yuniarto mengatakan, guna mendukung operasi pengembangan panas bumi di Indonesia, perusahaan membuka pintu untuk pencarian mitra. Terutama, yang mendukung dalam mengakses penggunaan teknologi dan inovasi.
"Kita mencari mitra potensial yang memiliki akses bersama ke pendanaan kreatif dan kompetitif," ungkap Ahmad Yuniarto di acara 'The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2022' di JCC, Kamis (15/9/2022).
Menurutnya, panas bumi saat ini tidak hanya dipandang sebagai energi untuk kebutuhan pembangkit listrik saja, lebih dari itu terdapat potensi industri turunannya yang lebih luas dan dapat dikembangkan dari sumber energi tersebut.
"Kami membutuhkan mobilitas yang memperluas portabilitas dalam menciptakan lebih banyak nilai dari sumber daya panas bumi dan ini adalah kegiatan baru. Ini adalah kemampuan masa depan yang harus kita tuju," katanya.
Selain itu, menurut Yuniarto dengan kemampuan digital teknologi yang mumpuni akan membuat perusahaan menjadi lebih efisien dalam setiap kegiatan operasi. Apalagi, perusahaan juga ingin memberikan dampak sosial ekonomi yang positif bagi masyarakat sekitar.
Sebagai informasi, PGE sebagai bagian dari Subholding Pertamina Power & New Renewable Energy (PNRE) mendukung percepatan transisi energi berkelanjutan sebagai salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia.
Dalam mendukung hal tersebut PGE menginisiasi proyek percontohan peningkatan kapasitas terpasang panas bumi, melalui penerapan teknologi Binary dengan membangun Binary Unit di Lahendong, Kota Tomohon, Sulawesi Utara untuk menghasilkan potensi tambahan kapasitas listrik hingga 25 Mega Watt (MW).
Sebelumnya, Yuniarto mengatakan perusahaan memiliki peta jalan pengembangan kapasitas terpasang di wilayah kerja panas bumi PGE hingga lima tahun ke depan. Hal ini untuk mempersiapkan panas bumi sebagai base load energi baru terbarukan di Indonesia.
"PGE mengundang negara anggota G20 untuk bekerja sama dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia sebagai salah satu solusi dalam menghadapi isu-isu besar seperti pemanasan global dan dekarbonisasi menuju net zero emission 2060," kata Ahmad Yuniarto, dalam siaran tertulis yang diterima, Senin (18/7/2022).
Ahmad menyebutkan, ada tiga area di mana kemitraan bisa dilakukan, yakni Co-generation, Co-production, dan Co-development. Pembangkitan bersama bisa dilakukan melalui optimalisasi uap air panas (Steam & Brine to green power) untuk melahirkan listrik ramah lingkungan (green electricity).
Selain itu, ada empat bidang yang bisa dikerjakan bersama-sama (Co-production), yaitu pemanfaatan CO2 untuk bahan bakar alternatif, ekstraksi nano material yaitu dengan pemanfaatan kandungan berharga di fluida panas bumi (rare earth element).
Kemudian pengembangan green hidrogen sebagai bahan bakar masa depan yang ramah lingkungan, dan green Metanol. Berikutnya yakni pengembangan bersama (co-development) bisa dilakukan untuk membangun Geo-eco tourism, dan Geo-agro industry.
"Pada prinsipnya, operasi PGE harus efisien, termasuk dalam memanfaatkan waste," pungkasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Garap Energi Masa Depan, Pertamina Gaet Singapura-Jepang
